Bolehkah Suami Izinkan Istri Kunjungi Orang Tua Non-Muslim?
Berbuat baik kepada orang tua merupakan perintah Allah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam mengajarkan teladan dan sikap yang baik dari seorang suami terhadap istrinya. Setelah menikah, Islam tetap memberikan ajaran yang baik bagi para suami dan istri dalam berlaku terhadap orang tuanya. Bahkan ketika orang tua istri adalah non-Muslim.
Lantas, bagaimana sikap seharusnya seorang suami terhadap istri, termasuk ketika orang tuanya non-Muslim? Apakah suami diperbolehkan mengizinkan istrinya mengunjungi orang tuanya yang non-Muslim atau sebaliknya?
Dalam sesi tanya jawab yang diterbitkan di laman About Islam, Dewan Fatwa dan Penelitian Eropa (European Council for Fatwa and Research/ECFR) memberikan penjelasan tentang sikap seorang suami terhadap istrinya ketika orang tua sang istri non-Muslim. Meskipun berbeda agama, Islam tidak bertujuan memutuskan hubungan kekerabatan antara pemeluknya dan kerabat non-Muslim mereka.
Islam bahkan sangat menghargai hubungan tersebut, terutama antara orang tua dan anak-anaknya. Oleh karena itu, menolak atau mengabaikan hubungan naluriah tersebut merupakan tindakan yang melanggar hukum.
Tidak dibenarkan bagi seorang suami Muslim mencegah istrinya mengunjungi orang tua non-Muslim. Karena sebagai seorang Muslim, dia diperintahkan berbakti dan berhubungan baik dengan mereka.
"Seorang suami tidak boleh menghalangi istrinya bersikap baik kepada orang tuanya, apakah mereka Muslim atau bukan," demikian dijelaskan ECFR, dilansir Rabu (14/10).
Berbuat baik kepada orang tua merupakan perintah Allah. Sebagaimana dinyatakan dalam Alquran surah Al-Israa ayat 23, "Dan Tuhanmu telah menetapkan kamu tidak menyembah selain Dia, dan bahwa kamu harus berbakti kepada orang tuamu."
Ayat ini menegaskan hak terbesar manusia setelah hak Allah adalah hak orang tua. Islam tidak mencegah umat Islam berbakti kepada orang tua non-Muslim, meskipun mereka mempraktikkan politeisme (syirik/menyekutukan Allah).
Islam juga tidak mencegah Muslim melakukan hal itu, bahkan jika orang tua mencoba memaksa anak-anak mereka meninggalkan Islam dan mendorong ke dalam kebodohan dan syirik. Sebagaimana dalam Alquran surah Luqman ayat 13-14, "Wahai anakku, janganlah mempersekutukan sesuatu dengan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang sesat. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada kedua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu."
Dalam ayat itu dijelaskan, Allah memerintahkan agar seruan orang tua mereka pada kesyirikan ditolak. Namun, Allah juga memerintahkan agar seseorang tetap berperilaku baik kepada orang tuanya.
Dari kisah di masa Rasulullah SAW digambarkan, ketika Asma', putri Abu Bakar datang kepada Nabi SAW setelah Perjanjian Hudaybiyyah dan bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah! Ibu saya datang mengunjungi saya dan dia adalah seorang musyrik; haruskah saya berhubungan dengannya, bersikap baik padanya dan memberinya uang?" Nabi SAW berkata: "Ya. Berbaktilah pada ibumu." (Al-Bukhari dan Muslim).
Beberapa ulama mengatakan, kejadian itu adalah alasan turunnya ayat Alquran, yang berbunyi: "Allah tidak melarang kamu untuk berlaku adil dan baik dengan orang-orang yang tidak melawan kamu karena agama dan tidak mengusir kamu dari rumahmu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berurusan dengan keadilan." (Al-Mumtahanah 60: 8).
Islam juga menetapkan orang tua non-Muslim termasuk yang bisa menerima sebuah warisan (atas keinginan) dari anak-anak Muslim mereka. Seperti dijelasakan dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 180:
"Ditentukan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf (baik), ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertakwa."
Sudah diketahui secara umum wasiat tidak dapat dibuat untuk orang tua Muslim karena mereka adalah ahli waris yang sebenarnya dan seorang ahli waris tidak boleh meninggalkan warisan. Oleh karena itu yang dimaksud dalam ayat ini adalah kepada orang tua dan kerabat non-Muslim karena status mereka sebagai non-Muslim tidak mencabut status atau hak-hak mereka sebagai orang tua atau saudara.
Sebagaimana Alquran surah An-Nisaa ayat 1, "Dan takutlah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim."
Islam menganggap hubungan melalui pernikahan sebagai salah satu dari dua bentuk alami hubungan antarmanusia, yang lainnya adalah hubungan darah alami. Dalam Al-Furqan ayat 54 disebutkan, "Dan Dialah yang menciptakan manusia dari air, dan telah menetapkan baginya kerabat oleh darah dan kerabat melalui pernikahan."
Oleh karena itu, menolak atau mengabaikan hubungan naluriah seperti itu adalah melanggar hukum. Hal itu bergantung pada suami untuk memperkuat ikatannya dengan kerabat istrinya, terutama orang tuanya.
Namun demikian, suami hendaknya melakukan yang terbaik dengan menjadi baik kepada kerabat istrinya dan berhubungan dekat dengan mereka, bahkan jika mereka non-Muslim. Sebab, hal demikian akan membuatnya dalam posisi membawa mereka lebih dekat dengan Islam.
Islam menyebar karena perilaku yang baik dan perilaku yang baik dengan orang lain. Seorang suami tidak boleh menghalangi istrinya bersikap baik kepada orang tuanya, apakah mereka Muslim atau bukan. Bahkan, dia harus mendorong istrinya mengunjungi mereka dan menerimanya serta mengundang mereka mengunjungi rumahnya.
Suami juga harus ingat orang tua istrinya adalah kakek nenek anak-anaknya, dan saudara laki-laki dan perempuannya adalah paman dan bibinya. Mereka semua memiliki hak kekerabatan.
Sikap seseorang dan perilakunya yang baik pada orang lain bisa berdampak. Faktanya, banyak yang memeluk Islam hanya karena cara yang indah di mana Muslim sejati memperlakukan mereka. Sayangnya, ada pula perlakuan buruk dan perilaku buruk yang menyebabkan orang membenci Islam dan Muslim.