Pejabat AS : PBB Kurang Penasaran dengan Situasi di Xinjiang
Upaya PBB menyelidiki situasi pelanggaran hak asasi di Xinjiang dinilai masih lemah
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB dalam Isu Perempuan Kelley Currie mengatakan upaya PBB menyelidiki situasi pelanggaran hak asasi di Xinjiang, China masih lemah. Currie menyinggung laporan pelanggaran hak asasi terhadap perempuan masyarakat minoritas Uighur.
"Sangat luar biasa bagi saya, seseorang yang pernah bekerja di PBB, mengenai lemahnya rasa penasaran atau kekhawatiran PBB pada apa yang telah menjadi tuduhan pelanggaran hak asasi yang mengerikan dan sangat meluas dan cukup mengganggu," kata Currie seperti dikutip media AS The Hour, Kamis (29/10).
Currie juga menjabat perwakilan AS di Komisi PBB dalam Status Perempuan. Duta Besar AS itu menyinggung laporan mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang China lakukan di pusat penahanan seperti pengendalian kehamilan paksa, kekerasan seksual, dan pelanggaran lainnya.
"PBB gagal mengungkapkan situasi di Xinjiang, gagal menuntut akses yang berarti untuk menyelidiki tuduhan-tuduhan yang kredibel dan sangat serius ini," kata Currie.
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump menarik AS dari Dewan HAM PBB pada 2018 lalu. Trump menilai PBB bias terhadap Israel dan sejumlah negara anggota yang memiliki rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia.
China terpilih kembali menjadi anggota Dewan HAM PBB pada Oktober lalu. Sebagian besar negara-negara demokrasi dan kelompok hak asasi manusia mengecam hal tersebut.
Dalam beberapa bulan terakhir AS mengeluarkan serangkaian sanksi terhadap pejabat China yang dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia di Xinjiang. Termasuk pejabat Xinjiang Production and Construction Corps, perusahaan yang dikelola pemerintah di provinsi kaya sumber daya alam tersebut.
Pada Selasa (27/10) sejumlah Senator AS mengajukan resolusi yang menyebut apa yang tengah terjadi di Xinjiang adalah genosida. China membantah tuduhan pelanggaran hak asasi di Xinjiang. Mereka mengatakan laporan pelanggaran hak asasi manusia adalah rekayasa.