Sidang Kasus Pinangki, Hakim Marah ke Saksi dari JPU

Hakim Tipikor menegur saksi yang dihadirkan JPU dalam sidang kasus Pinangki.

Republika/Thoudy Badai
Terdakwa kasus suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari (kedua kanan) meningglakn ruangan usai mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (2/11). Sidang tersebut beragendakan mendengarkan keterangan sebanyak lima saksi diantaranya Ditjen Imigrasi Kemenkum HAM, dan karyawan PT Garuda Indonesia. Republika/Thoudy Badai.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Bayu Hermawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan korupsi yang melibatkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari. Pada Senin (2/11), Jaksa Penuntut Umum menghadirkan salah satu saksi dari pihak imigrasi, Danang Sukmawan selaku Kasi Pengelolaan dan Pelaporan pada Subdit Pengelolaan Data dan Pelaporan Direktorat Sistem dan Teknologi Informasi Keimigrasian Ditjen Imigrasi Kemenkumham. 

Baca Juga


Dalam persidangan, Majelis Hakim menegur Danang lantaran data yang disampaikannya dalam persidangan tidak valid. Majelis Hakim pun meminta Danang kembali memberikan keterangan sebagai saksi pada Rabu (4/11) lusa. 

"Saudara saksi diwajibkan kembali hadir  dalam sidang pada Rabu (4/11) jam 10.00 pagi untuk memberikan penjelasan soal data perlintasan menurut bukti sesuai passport," ujar Ketua Majelis Hakim, Ignatius Eko Purwanto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (2/11).

Kemarahan Majelis hakim berawal saat Jaksa menanyakan Danang perihal Standard Operation Procedur (SOP) keimigrasian. Namun, Danang tidak bisa menjelaskannya, terutama terkait pencantuman foto dalam data identitas atau dalam paspor seseorang yang melewati perbatasan.

"Di barang bukti pada 25 November 2019 Pinangki ke Kuala lumpur, tetapi di dalam database tanggal 26 itu tidak ada. Tapi berdasarkan paspor ada. Bisa dijelaskan?," tanya Jaksa kepada Danang. 

"Mungkin yang bisa saya sampaikan adalah data perlintasan timbul karena adanya proses tapi petugas melakukan scan terhadap paspor. Jika tidak ada yang dimaksud ada kemungkinan petugas tidak melakukan scan tersebut, " jawab Danang. 

Sebab, lanjut Danang, berdasarkan data, tidak semua foto paspor berhasil dipindai di data perlintasan keimigrasian. Mendengar jawaban tersebut Majelis Hakim tak terima lantaran jawaban Danang yang menyebut karena adanya kesalahan petugas atau human error

"Apa impilikasinya kalau ada orang masuk ke Indonesia tetapi tidak ada data soal itu? Saya tegur saudara. Kok jadi becandaan. Terus terang, saya tersinggung dengan keterangan saudara yang tidak menggambarkan otoritas yang menjaga kedaulatan negara," ujar Hakim.

Sementara itu, Kuasa Hukum Pinangki Sirna Malasari, Aldres Napitupulu menegaskan teguran keras Majelis Hakam kepada saksi dari pihak imigrasi sangat logis. Pasalnya, alat bukti yang dihadirkan JPU, terutama terkait data perlintasan imigrasi, baik itu Pinangki  Sirna Malasari dan yang lainnya ternyata tidak valid. Karena itu, penasihat hukum menanyakan ke pihak saksi imigrasi untuk mencocokan data.

"Data perlintasan kok bisa sebanyak 23 kali. Ada 12 kali berangkat dan 11 kali pulang. Kok enggak pulang satu. Ini kan aneh dan enggak masuk akal," jelasnya.

Aldres juga sulit menerima alasan pihak imigrasi  yang sering mengatakan terjadi human error. Untuk itu, kuasa hukum Pinangki meminta melalui majelis hakim agar memerintahkan JPU untuk membuka data ke pihak imigrasi, termasuk data perlintasan atas nama Heriyadi Angga Kusuma.

Menurutnya, upaya membuka data perlintasan Heriyadi Angga Kusuma sangat penting. Karena menurut JPU,  Heriyadi Angga Kusuma ini yang memberikan uang ke Andi Irfan Jaya yang selanjutnya diberikan kepada Pinangki.

"Itu kan menurut dakwaan JPU. Sementara, Heriyadi Angga Kusuma ini tidak pernah diperiksa dan sudah meninggal," ucapnya.

Aldres mengaku mendapat informasi bahwa Heriyadi Angga Kusuma di tanggal yang disebutkan JPU dalam surat dakwaannya, sedang berada di luar negeri untuk keperluan berobat. Karena itu, demi mencari kebenaran materil maka JPU harus membuka data Heriyadi Angga Kusuma ini agar persoalan ini menjadi terang benderang.

"Agar bersama-sama mencari kebenaran materil maka mari kita buka data. Benar nggak sih,  Heriyadi Angga Kusuma di tanggal yang disebutkan dalam surat dakwaan JPU memberikan uang," katanya.

"Kalau ternyata pada tanggal yang disebutkan, dia sedang berada diluar negeri maka JPU harus mengakui bahwa telah terjadi kekeliruan. Jadi memang, surat dakwaan ini memang, kurang bukti, tidak jelas, tidak cermat dan tidak lengkap," jelasnya menambahkan.

Lebih lanjut, Aldres juga mempertanyakan isi surat dakwaan yang menyebutkan Heriyadi Angga Kusuma memberikan uang kepada Andi Irfan Jaya di Senayan City. Padahal, Heriyadi tidak pernah diperiksa dan sudah meninggal.

"Andi Irfan Jaya tidak pernah ditanyakan hal itu.  Dan juga tidak jelas, Andi Irfan Jaya memberi uang ke Ibu Pinangki. Dimana dan kapan pemberian uang itu, juga tidak jelas," ucapnya.

Majelis Hakim jelas Aldres sebenarnya juga meminta data perlintasan ke JPU. Namun, menurutnya, JPU justru ngeles dengan alasan tidak punya kewajiban untuk memenuhui permintaan kuasa hukum.

Padahal, kalau sama-sama punya etikad baik mencari kebenaran materil, apa salahnya menghadirkan bukti data perlintasan Heriyadi Angga Kusuma ini ke muka persidangan.

"Bukankah kalau pada tanggal yang disebutkan, Heriyadi Angga Kusuma ini ternyata di Indonesia, kan bisa membantu JPU juga," katanya.

Aldres juga menyayangkan sikap JPU yang takut menghadirkan data perlintasan Heriyadi Angga Kusuma. Padahal, jaksa memilili kewenangan lebih dari penasehat hukum

"Ini yang kami sayangkan. Kok jaksa nggak mau sih? Jaksa kan punya kewenangan lebih dari kami," ucapnya.

Lebih jauh, Aldres juga mengungkap sejumlah beberapa data imigrasi terkait perlintasan, terutama menyangkut  Pinangki yang tidak tertuang dalam BAP. Alasannya, tidak terekam dalam server imigrasi.

"Ini sangat sangat aneh, apalagi kalau semuanya karena alasan human errornya sistem di imigrasi," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler