5 Negara Islam yang Terapkan Hukuman Mati Penista Nabi
Sejumlah negara memberikan sanksi keras terhadap para penista nabi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKRTA - Di tengah pembelaan Presiden Macron terhadap karikatur yang menghina Nabi Muhammad SAW, ada beberapa negara Islamyang justru menjatuhkan hukuman bagi penghina nabi hingga hukuman mati.
Republika.co.id meragkum sejumlah negara yang menjatuhi hukuman terhadap penghina nabi di antaranya:
Pakistan
Pada 2010, seorang wanita Kristen bernama Asia Bibi divonis karena telah menghina Nabi Muhammad SAW. Meskipun telah dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan, Bibi meminta pengampunan kepada Presiden Pakistan dan mengajukan banding dengan alasan tidak melakukan pelecehan terhadap Nabi.
Kemudian Presiden Pakistan Asif Ali Zardari memberi grasi atas seorang perempuan Kristen yang divonis mati.
Asia Bibi sudah menghabiskan 1,5 tahun terakhir dari hidupnya di dalam penjara setelah rekan-rekan Muslim di perkebunan buah tempatnya bekerja telah menuduhnya menghujat Islam setelah terjadi perselisihan atas keyakinan mereka yang berbeda.
Bibi ditangkap pada Juni 2009 di desa asalnya Ittanwalai, sebelah barat provinsi Punjab ibukota Lahore, dan dituntut dalam pasal 295 B dan C dari KUHP Pakistan, dan terancam dengan hukuman mati.
Bibi menjadi wanita Kristen pertama di Pakistan yang diserahkan untuk hukuman mati selama sidang pengadilan.
Nigeria
Agustus 2020, Juru bicara kementerian kehakiman wilayah Kano, Baba-Jibo Ibrahim mengatakan, Pengadilan Islam di Nigeria utara pada Senin (10/8) menghukum mati seorang penyanyi, Yahaya Aminu Sharif (22 tahun), karena penistaan agama terhadap Nabi Muhammad SAW.
"Pengadilan menjatuhkan hukuman mati sebagaimana diatur dalam hukum Islam berdasarkan bukti yang tak terbantahkan dan pengakuan bersalah terpidana," kata Ibrahim, dilansir dari laman Daily Mail.
Sharif dituduh menghujat Nabi dalam sebuah lagu yang dia bagikan di media sosial pada Maret. Hal ini yang menyebabkan kerusuhan di kota. Massa membakar rumah keluarga penyanyi itu dan turun ke jalan menuntut penuntutan, yang mengarah pada penangkapannya.
Iran
Pada 2014, bloger asal Iran, Soheil Arabi (30) menggunakan delapan akun facebook dengan nama berbeda untuk menghina Rasulullah Muhammad secara sadar.
Korps Garda Revolusi Iran, yang melindungi sistem Islam di sana, menyatakan pria Arab itu telah menulis materi tersebut tanpa berpikir dan dalam kondisi psikologis yang memprihatinkan.
Klausul penghinaan Rasulullah dijelaskan dalam artikel 262 dan 264 perundang–undangan Islam di negara tersebut. Artikel yang pertama mengarahkan pada hukuman mati. Sedangkan yang kedua dicambuk 74 kali jika penghinaan dilakukan tidak disengaja dan dalam keadaan emosi. Terlepas dari artikel tersebut, hakim langsung menjatuhkan hukuman mati.
Arab Saudi
Seorang jurnalis, Hamza Kashgari (23 tahun) menuliskan kicauannya, saat umat Islam memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kashgari menulis dalam akun Twitter-nya, "Aku telah mencintai hal-hal tentangmu dan aku juga telah membenci banyak hal tentangmu, dan ada banyak hal yang tidak kumengerti tentangmu. Aku tidak akan berdoa untukmu."
Pernyataan tersebut dianggap sebagai hujatan yang menghina Nabi Muhammad. Padahal, di negara tempat tinggalnya, Arab Saudi, penghujatan semacam itu dapat berakibat hukuman mati.
Dia ditangkap saat kabur ke Malaysia dan ditahan oleh interpol. Namun Menteri Dalam Negeri, Abdul Aziz Khoja mengatakan saat itu bahwa komentar Kashgari dalam akun Twitternya telah membuatnya menangis dan Raja Abdullah telah meminta Kashgari untuk mempertanggungjawabkan komentarnya sehingga dia dibebaskan dari hukuman.
Pemerintah Arab Saudi menerapkan hukuman mati dalam kasus penghinaan yang mempunyai cakupan luas termasuk untuk kasus penghinaan dan murtad.
Turki
Otoritas Turki menangkap seorang pria karena penghinaan pada Islam dan Rasulullah, Juli 2020. Hinaan tersebut disampaikan lewat media sosial hingga memantik emosi kelompok Islam.
Kantor kejaksaan Istanbul memulai investigasi pada kartun Rasulullah yang dibuat pria itu. Kartun itu cenderung mengarah pada penghinaan di media sosial.
Para pejabat tinggi Turki langsung merespons kasus tersebut. Mereka berharap pelaku dihukum setimpal atas tindakan penghinaannya.
Pelaku terancam dengan aturan mengenai provokasi yang mengarahkan orang membenci sesuatu berdasarkan agama. Belum diputuskan berapa lama hukuman yang akan dijatuhkan padanya.