Masjid, Gereja dan Sinagog dalam Satu Kawasan

Kawasan Abrahamic Family House di UEA akan berdiri masjid, gereja dan sinagog

Republika/Teguh Firmansyah
Masjid Agung Shaikh Zayed di ibu kota UEA, Abu Dhabi.
Rep: Kiki Sakinah Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, ABU DHABI -- Sejarah telah dibuat di Abu Dhabi ketika Dokumen Persaudaraan Manusia ditandatangani pada Februari 2019 oleh Paus Fransiskus dari Gereja Katolik dan Imam Besar Al-Azhar Dr. Ahmed Al Tayeb. Perjanjian bersama itu menyerukan perdamaian universal dan rekonsiliasi semua agama. Sebagai perwujudan fisik dari perjanjian tersebut dibuatlah proyek yang direncanakan dibangun di ibukota Uni Emirat Arab (UEA). Bangunan itu disebut Rumah Keluarga Ibrahim (Abrahamic Family House).

Bangunan tersebut terletak di Pulau Saadiyat, dan akan rampung dibangun pada 2022. Situs tersebut akan menampung sebuah masjid, gereja dan sinagog. Arsitek Ghana-Inggris yang juga pemenang penghargaan Sir David Adjaye menjadi ujung tombak proyek tersebut. Dia mengatakan kepada Euronews, bahwa dia merasa sangat merasa terhormat dan rendah hati untuk menerima pelaksanaan proyek tersebut.

"Ini adalah salah satu hal paling berani yang terjadi dalam arsitektur hari ini," ujarnya, dilansir di Euronews, Rabu (3/11).

Altar gereja akan mengarah ke timur, podium dan gulungan kitab Taurat (Sefer Torah) dari Sinagog akan mengarah ke Yerusalem, dan masjid akan diarahkan ke Ka'bah di Makkah. Adjaye menyadari setiap agama memiliki detail yang sangat unik.

"Kubah dalam gereja, dan lengkungan masjid, gagasan penutup dalam tradisi Yahudi itu jadi detail yang mulai diperkuat," kata Adjaye kepada Rebecca McLaughlin-Eastham dari Inspire Middle East.

Pastor Gereja Anglikan St. Andrew di Abu Dhabi, Dr. Paul Burt, mengatakan bahwa proyek itu melambangkan persatuan iman yang sangat menarik. Menurutnya, dunia memerlukan sesuatu yang dapat menyatukan di tengah fenomena perpecahan bertahun ke belakang.

"Ketiga agama Ibrahim ini, menurut definisi, adalah pernyataan tentang apa yang mempersatukan kita. Dengan berkonsentrasi pada itu, kami mengatakan bahwa ini adalah kontribusi penting bagi komunitas dunia saat ini," tambahnya.

Dalam pandangan ulama Muslim, Sheikh Dr. Fares Ali Mustafa, Imam dan pengkhotbah di Masjid dan Pusat Al Farooq Omar Bin Al Khattab UEA, juga antusias tentang inklusi dan toleransi agama. "Budaya cinta hadir dalam semua hukum ilahi; Yudaisme, Kristen dan Islam. Apapun di luar bingkai cinta, sama sekali bukan dari Tuhan," katanya kepada Euronews.

Imam tersebut mengatakan, meski Rumah Keluarga Ibrahim di Abu Dhabi adalah sesuatu yang baru dalam teori, namun niatnya telah lama ada.

"Sebenarnya rumah ini bukanlah sesuatu yang baru. Nabi Muhammad SAW biasa menerima delegasi Kristen di masjidnya dan menerima doa-doa Kristen. Jadi, Rumah Abraham dapat, meskipun baru, menghidupkan kembali budaya otentik ini," tambahnya.

Rabbi Daniel Silverstein juga antusias dengan prospek mengunjungi Rumah Abrahamik yang baru di Abu Dhabi tersebut. Silverstein yang berbasis di Israel ini merasa bersemangat dengan pembangunan kawasan itu. Ia selama ini aktif membangun kepercayaan dalam masyarakat melalui dialog dan musik.

Silverstein berteman dengan pendidik sekaligus rapper Muslim Mohammed Yahya, ketika mereka membentuk duo hip-hop bernama 'Lines of Faith'. Grup musik lintas agama itu bertujuan untuk menantang prasangka agama dan membangun ikatan komunitas. Saat ini, dia menjalankan platform pembelajaran online yang disebut Spiritualitas Yahudi Terapan.


BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler