Israel Ingatkan Biden Agar tak Jalin Kesepakatan dengan Iran
Menteri Israel menyebut, memulihkan kesepakatan bisa memicu perang Israel-Iran.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Menteri Permukiman Israel Tzachi Hanegbi memperingatkan capres Amerika Serikat (AS) Joe Biden untuk tidak membawa Washington kembali ke kesepakatan nuklir Iran. Menurut dia, langkah itu dapat memicu perang antara Israel dan Iran.
"Biden telah lama mengatakan secara terbuka bahwa dia akan kembali ke perjanjian nuklir. Saya melihatnya sebagai sesuatu yang akan mengarah pada konfrontasi antara Israel dan Iran," kata Hanegbi, dikutip laman Jerusalem Post pada Kamis (5/11).
Hanegbi mengatakan, dia tidak khawatir tentang kemungkinan kemenangan Biden di sebagian besar lini. Tapi, Iran adalah pengecualian yang mencolok. "Jika Biden tetap dengan kebijakan itu, pada akhirnya akan ada konfrontasi dengan kekerasan antara Israel dan Iran," ucapnya.
Selama masa pemerintahan Presiden AS Donald Trump, hubungan Iran dan AS kembali meruncing. Trump diketahui menarik negaranya dari kesepakatan nuklir 2015 yang dikenal dengan istilah Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Trump menilai, kesepakatan yang dibuat pada era pemerintahan Barack Obama itu cacat karena tak mengatur program rudal balistik dan aktivitas Iran di kawasan.
Setelah menarik AS dari JCPOA, Trump kembali menerapkan sanksi ekonomi terhadap Iran. Dia pun mendesak Teheran agar bersedia merundingkan kembali poin-poin kesepakatan dalam JCPOA. Namun, Iran menolak hal tersebut. Capres AS dari Partai Demokrat Joe Biden telah berjanji akan membawa kembali AS ke JCPOA jika memenangkan pilpres.
Kesepakatan nuklir Iran juga sempat menjadi topik debat cawapres AS. Cawapres dari Partai Demokrat Kamala Harris mengkritik keras keputusan Trump menarik Washington dari JCPOA. Menurut dia, langkah itu merupakan sebuah pengkhianatan terhadap sekutu Washington di luar negeri.
"Kita berada dalam kesepakatan nuklir Iran dengan teman-teman. Meninggalkan kesepakatan telah menempatkan kita pada posisi di mana kita kurang aman karena mereka membangun apa yang mungkin akhirnya menjadi persenjataan nuklir yang signifikan," kata Harris pada 7 Oktober lalu.
Harris menempatkan penarikan AS dari JCPOA dalam konteks pentingnya hubungan yang dapat diandalkan dalam kebijakan luar negeri. Dia berpandangan, hengkangnya AS dari JCPOA telah merusak kredibilitas Negeri Paman Sam.
Harris mengatakan, kebijakan luar negeri mungkin terdengar rumit, tapi itu perkara hubungan. AS, menurut dia, harus setia dan menepati janji kepada para mitranya. "Orang yang berdiri dengan Anda, Anda harus berdiri bersama mereka. Anda harus tahu siapa musuh Anda dan mengawasi mereka. Tapi, apa yang kami lihat dengan Presiden Donald Trump adalah bahwa dia telah mengkhianati teman-teman kami dan memeluk para diktator di seluruh dunia," ujarnya.
Dia mengkritik Trump karena pendekatan sepihaknya terhadap kebijakan luar negeri. Menurutnya, dengan menarik AS keluar dari JCPOA, Trump telah menempatkan negara tersebut dalam posisi dan situasi yang tidak aman.