Palestina Sambut Kekalahan Donald Trump
Pemerintahan Trump dinilai telah memberikan hal terburuk bagi rakyat Palestina.
REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Palestina menyambut kekalahan Donald Trump dalam kontestasi pilpres Amerika Serikat (AS). Pemerintahan Trump dinilai telah memberikan hal terburuk bagi rakyat Palestina.
“Bagi kami, ini adalah keuntungan menyingkirkan Trump. Namun, kami tidak memprediksi perubahan strategis yang penting dalam sikap Amerika terhadap perjuangan Palestina," kata utusan khusus Presiden Palestina Mahmoud Abbas, Nabil Shaath, saat diwawancara Anadolu Agency pada Ahad (8/11).
Sekretaris Jenderal Prakarsa Nasional Palestina Mustafa Barghouti turut menyambut hasil pilpres AS. Dia mengatakan Trump adalah presiden Amerika terburuk yang ditemui di zaman modern. “Trump menghancurkan hubungan internasional dan politik. Apa yang disebut 'Kesepakatan Abad Ini (Deal of the Century)' adalah hal terburuk yang dia lakukan untuk Palestina,” katanya.
Selama masa pemerintahannya, Trump memang telah mengambil sejumlah kebijakan yang sangat merugikan Palestina. Hal itu dimulai pada Desember 2017 ketika dia mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. AS menjadi negara pertama di dunia yang melakukan hal tersebut.
Pada Mei 2018, pemerintahan Trump memutuskan memindahkan kedutaan besar AS untuk Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Kala itu, Palestina telah memutuskan mundur dari perundingan damai dengan Israel yang dimediasi AS. Washington tak lagi dianggap menjadi mediator yang netral karena sangat membela kepentingan politik Israel.
Trump juga memutuskan menghentikan kontribusi rutin terhadap Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). Langkah itu seketika membuat UNRWA menghadapi krisis keuangan. AS memang menjadi pendonor terbesar bagi lembaga tersebut. Ia rata-rata menyumbang 300 juta dolar AS per tahun.
Baru-baru ini, AS berperan dalam menengahi proses normalisasi diplomatik Israel dengan Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Sudan. Trump menyebut masih terdapat sejumlah negara Arab yang bakal melakukan hal serupa. Palestina telah mengutuk normalisasi diplomatik tersebut. Langkah itu dinilai merupakan pengkhianatan terhadap perjuangannya.