Positivity Rate Covid-19 Turun Drastis, Mungkinkah Bertahan?

Pakar menyangsikan positivity rate di Indonesia telah menurun drastis.

ANTARA/Dhemas Reviyanto
Warga melintas di depan mural berisi pesan ajakan menggunakan masker di kawasan Pancoran, Jakarta. Satgas Penanganan Covid-19, Senin (9/11), mengungkap tingkat positivity rate hari ini dilaporkan 11,52 persen. Angka ini jauh di bawah tingkat positif pada Ahad (8/11) kemarin, 18,52 persen.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Amri Amrullah, Nugroho Habibi, Antara

Tingkat rerata kasus positif atau positivity rate kasus Covid-19 secara harian di Indonesia mengalami penurunan tajam pada Senin (9/11) dibanding Ahad (8/11) kemarin. Mengulik data yang dirilis Satgas Penanganan Covid-19, tingkat positif hari ini dilaporkan 11,52 persen. Angka ini jauh di bawah tingkat positif pada Ahad (8/11) kemarin, 18,52 persen.

Tingkat positif harian ini dihitung dari perbandingan antara temuan kasus dengan jumlah orang yang diperiksa. Pada Ahad kemarin, jumlah orang yang diperiksa 20.941 orang dengan temuan kasus positif 3.880 orang. Dengan jumlah orang yang diperiksa meningkat pada Senin ini, 24.747 orang, temuan kasus positif justru mengalami penurunan, yakni 2.853 orang.

Kondisi hari ini menunjukkan, ada 11-12 orang yang positif Covid-19 dari setiap 100 orang yang dites. Angkanya menurun dari kondisi kemarin, ada 18-19 orang positif dari setiap 100 orang yang dites.

Di sisi lain dilihat dari data yang ada, angka temuan kasus sebanding dengan jumlah spesimennya. Jumlah kasus baru hari ini kembali membawa penambahan kasus di kisaran 2.000-an, sama seperti saat libur panjang Maulid Nabi pekan lalu saat kapasitas pemeriksaan menurun drastis.

Padahal dalam empat hari terakhir, angka kasus kembali ke atas 3.500-an per hari, seiring dengan kapasitas spesimen yang meningkat. Penurunan kasus baru hari ini memang sejalan dengan turunnya kapasitas pemeriksaan spesimen.

Per Senin (9/11) ini, kapasitas pemeriksaan 'hanya' 34.365 spesimen. Angka ini turun dibanding kapasitas pemeriksaan pada Ahad (8/11) kemarin sebanyak 35.588 spesimen, Sabtu (7/11) dengan 38.249 spesimen, atau Jumat dengan 38.091 spesimen.

Pemerintah sendiri mengaku ada kecenderungan penurunan kapasitas testing setiap tanggal merah atau hari libur. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan pers pekan lalu menilai perlu dilakukan evaluasi operasional laboratorium di seluruh Indonesia.

"Menurun analisis data terjadi penurunan testing setiap akhir minggu atau saat libur panjang. Ini merupakan salah satu tantangan yang sedang kita coba selesaikan," ujar Wiku pekan lalu.

Pada penambahan kasus hari ini, DKI Jakarta kembali menyumbang angka tertinggi yakni 716 kasus baru. Menyusul kemudian Jawa Tengah dengan 619 kasus baru, Jawa Barat dengan 330 kasus, Jawa Timur dengan 234 kasus, dan Sumatra Barat dengan 126 kasus. Total kasus konfirmasi yang tercatat di Indonesia sebanyak 440.569 kasus Covid-19.

Jumlah pasien yang sembuh juga bertambah 3.968 hari ini. Sehingga angka kumulatif pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh sebanyak 372.266 orang. Sementara kasus kematian bertambah 75 orang hari ini, menjadikan angka kumulatif kasus kematian dengan status positif Covid-19 sebanyak 14.689 orang.

Hari ini, Pemerintah merilis penambahan 2.853 kasus positif Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Dalam empat hari terakhir, angka kasus kembali ke atas 3.500-an per hari, seiring dengan kapasitas spesimen yang meningkat. Penurunan kasus baru hari ini memang sejalan dengan turunnya kapasitas pemeriksaan spesimen.

Jumlah pasien yang sembuh juga bertambah 3.968 hari ini. Sehingga angka kumulatif pasien Covid-19 yang dinyatakan sembuh sebanyak 372.266 orang. Sementara kasus kematian bertambah 75 orang hari ini, menjadikan angka kumulatif kasus kematian dengan status positif Covid-19 sebanyak 14.689 orang.

Satuan melihat masyarakat saat ini sudah mulai terbiasa melakukan kebiasaan baru yang menerapkan protokol kesehatan dengan ketat untuk mencegah Covid-19. Wiku mengatakan dari pantauan aktual di 4,5 juta titik lokasi dalam sebulan terakhir, tampak kepatuhan akan mencuci tangan, menjaga jarak serta memakai masker (3M) semakin baik di masyarakat.

"Dari laporan ini kami lihat bahwa kepatuhan individu dan institusi yang kaminilai, ternyata kepatuhan individunya menggunakan masker, contohnya, relatif mereka sudah menggunakan masker. Ada sekitar 20 persen yang belum tertib menggunakan masker," kata Wiku.

Angka serupa juga ditemukan dalam penerapan protokol kesehatan menjaga jarak dan mencuci tangan, berdasarkan laporan yang didapat berkat koordinasi dengan TNI, Polri, Satpol PP dan Duta Perubahan Perilaku di seluruh Indonesia. Menurut Wiku, tren serupa juga terlihat dalam kepatuhan institusi untuk mematuhi protokol kesehatan, meski penerapannya belum sempurna.

"Selama delapan bulan ini terlihat bahwa mereka ini sebenarnya sudah mulai beradaptasi dengan kebiasaan baru dan lonjakan kasus tidak terjadi dengan drastis, karena data-data menunjukkan angka kasus aktif turun dan kesembuhan naik," kata akademisi dari Universitas Indonesia (UI) itu.

Peningkatan kesembuhan itu, menurut Wiku, berarti masyarakat lebih dini mendapatkan perawatan dari rumah sakit. Hal itu penting karena merupakan modal untuk membangun pemulihan ekonomi yang terdampak Covid-19.

"Semakin kita bisa menjaga perilaku kita secara kolektif dan disiplin, maka tentunya kita juga bisa mulai start untuk pemulihan ekonomi nasional," ujar Wiku.

Baca Juga




Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono melihat penurunan angka positivity rate yang terlalu drastis dalam satu hari tersebut terlihat tidak mungkin. "Angkanya terkesan artifisial atau dibuat-buat," kata dia kepada wartawan, Senin (9/11).

Menurut dia, dengan kondisi masyarakat yang habis liburan panjang beberapa hari lalu, seharusnya angka positivity rate cenderung tinggi atau setidaknya sama. Namun yang terjadi hanya dalam satu hari, Satgas mengklaim angka positivity rate per hari ini turun drastis hingga 7 perseb, dari 18,52 persen pada Ahad ke 11,52 pada Senin ini.

Bukan hanya faktor liburan panjang, Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ini juga menyebut dalam dua minggu terakhir beberapa wilayah berjalan demonstrasi besar-besaran yang melibatkan kerumunan massa. Dua faktor inilah yang membuat ia berkesimpulan klaim angka positivity rate turun drastis hari ini terkesan artifisial atau dibuat-buat.

"Masak iya dengan dua kegiatan yang membuat orang berkerumun dan mengabaikan social distancing membuat angka positivity rate malah jadi turun drastis," katanya.

Bagaimana mungkin, sambung dia, saat masa liburan dan demo besar-besaran angka yang ditesting rendah, hanya 25 ribuan dan kasusnya masih di angka 3.000an-4.000an, beberapa hari kemudian ditesting 35.000an hingga hari ini kasusnya malah turun. Menurut dia, sangat tidak mungkin ada penurunan drastis dengan dua faktor yang mendukung tersebut, yakni liburan dan demo besar-besaran.

"Jadi bingung saya melihat datanya," tegas dia.

Dan kalaupun memang itu benar terjadi penurunan angka positivity rate, menurut dia, tidak bisa kemudian diklaim pasti turun untuk hari-hari selanjutnya. Bisa jadi itu hanya terjadi satu hari saja, sedangkan selanjutnya malah justru terjadi kenaikan. Karena hari ini, per Senin (9/11) seharusnya dampak dari momen liburan itu sudah kelihatan, yakni ada kenaikan. Dan itu menurut dia lumrah.

"Tapi ini malah kebalik-balik malah diklaim turun drastis. Jadi data positivity rate itu buat saya aneh," terangnya.

Kemampuan pengetesan Covid-19 di Tanah Air memang tergolong rendah. Kalau dibandingkan dengan negara lainnya, kemampuan tes Indonesia memang jauh tertinggal. Dalam data Worldometers terbaru, India misalnya, mampu melakukan 86 ribu tes per 1 juta penduduk. Kemudian Brasil, mampu melakukan 102 ribu tes per 1 juta penduduk. Sedangkan AS sudah sanggup melakukan 475 ribu tes per gari.

Perlu diingat, baik AS, India, dan Brasil, sama-sama memiliki populasi penduduk di atas 200 juta orang. Sama halnya dengan Indonesia yang memiliki jumlah penduduk 274 juta orang.

Sedangkan Indonesia memiliki kemampuan melakukan tes 17.317 per 1 juta penduduk. Angka tersebut jauh di bawah negara tetangga misalnya Singapura 660 ribu tes per 1 juta penduduk atau Filipina 45 ribu tes per 1 juta penduduk.

Dengan 274 juta penduduk, WHO mensyaratkan Indonesia seharusnya melakukan 38 ribu tes per 1 juta penduduknya. Kemampuan pengetesan Indonesia masih jauh dari target WHO dengan selisih 21 ribu tes.

Jumlah tes Covid-19 tertinggi di Tanah Air ada di DKI Jakarta. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut jumlah tes Covid-19 di Jakarta menyumbang hampir 50 persen tes Covid-19 se-Indonesia.

"Jadi DKI Jakarta ini provinsi yang paling banyak mendominasi testing. Jadi angkanya sudah sampai 45 persen dari angka testing nasional," kata Riza di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (9/11).

Pemprov DKI Jakarta berencana terus meningkatkan tes Covid-19. "Memang kami berencana untuk sampai 9 ribu sampai 10 ribu, ini belum sampai. Tapi angka kami terus meningkat dulu sejak 5 ribu, 6 ribu, 7 ribu, 8 ribu," tegasnya.

Samapi saat ini saja, Riza menyatakan, DKI Jakarta telah melebihi 6 kali lipat standar tes Covid-19 yang telah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Riza menambahkan, DKI akan menambah jumlah labolatorium uji Covid-19 di DKI Jakarta. Sehingga 58 lab uji Covid-19 dengan daya tampung 16.711 sampel per hari dapat kembali ditingkatkan.

"Jadi mudah-mudahan dengan berbagai upaya ada peningkatan ruang ICU, tempat tidur, RS rujukan juga nambah, lab, nakes, berbagai fasilitas, termasuk obat-obatan masker APD vitamin terus kita tingkatkan," tegasnya.

Penyebaran Covid-19 - (Republika)







BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler