Nabi Adam dan Hawa Keluar dari Surga, Siapa yang Bersalah?
Alquran menjelaskan peristiwa keluarnya Adam dan Hawa dari surga
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Di antara faktor penting yang berpengaruh terhadap diskursus gender yang berkepanjangan adalah interpretasi budaya, dan teks-teks keagamaan dalam melihat eksistensi, peran, dan fungsi jenis kelamin.
Interprestasi budaya dan keagamaan yang bias gender terhadap perbedaan eksistensi dan fungsi kelamin tersebut, tak terelakkan akan berdampak pada pembentukan sikap dan perilaku yang bias gender pula dalam realitas empiriknya. Akibatnya tuntutan kesetaraan gender akan menjadi hal yang dianggap "mengotori" kesakralan tradisi yang sudah lama dibangun.
Dalam masyarakat Islam juga demikian. Ada dua hal yang dianggap berperan penting terhadap timbulnya "misogyny" (kebencian terhadap perempuan). Pertama, tentang asal usul kejadian perempuan (Hawa). Kedua, fungsi keberadaan laki-laki dan perempuan. Satu misal wacana tentang penciptaan Hawa dari tulang rusuk Adam yang telah banyak "menyita" perhatian para pemikir Islam klasik dan kontemporer.
Secara substantif, jika Allah saja tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan dalam hal "bahan" ciptaan, mengapa harus ada diskriminasi pada ranah sosial. Bukankah Allah juga telah menentukan bahwa keduanya sama-sama memiliki hak dan kewajiban, memperoleh ganjaran dan siksa, atau bahkan sama-sama berhak masuk surga dan neraka.
Keduanya ibarat dua dahan dari satu pohon, dua saudara dari ayah dan ibu yang sama (Adam dan Hawa), Tuhan yang sama, dan memiliki ciri khas insaniyah yang sama. Kata Allah:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً "Wahai manusia bertakwalah kepada Allah, Tuhanmu yang telah menciptakanmu dari satu jiwa, dari jiwa tersebut Dia ciptakan pasangannya. Kemudian dari keduanya Dia tebarkan anak cucu yang banyak (laki-laki dan wanita). (QS. 4:1).
Alquran menolak asumsi bahwa Adam di usir dari surga gara-gara Hawa. Bahkan Alquran membantah dan tidak menjadikan Hawa sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas peristiwa pengusiran tersebut.
Hawa tidak sendirian melakukan kesalahan dengan makan buah pohon "keabadian", juga bukan yang memulai. Kesalahan itu milik bersama, sebagaimana adanya penyesalan dan taubat yang dilakukan keduanya.
قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ “ Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS 7:23).
Bahkan dalam beberapa ayat, kesalahan tersebut disandarkan kepada Adam (QS. 20: 115, 120, 121). Karena itu Adam melakukan taubat kepada Tuhan (QS. 20: 122). Dengan demikian Adamlah yang memulai kesalahan tersebut. Hawa hanya mengikutinya.
*Naskah bagian artikel karya Aunur Rafiq yang tayang di Harian Republika 2003