Peta Jalan Pendidikan Indonesia

Guna menyongsong masa depan Indonesia diperlukan peningkatan kualitas SDM.

Dokumentasi Pribadi
Prof. Cecep Darmawan, Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia dan Direktur CeQu Darul Hikam Bandung
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Cecep Darmawan, Guru Besar dan Kepala Pusat Kebijakan Publik, Inovasi Pendidikan, dan Pendidikan Kedamaiakn LPPM Universitas Pendidikan Indonesia


Negara Republik Indonesia baru saja merayakan 75 tahun kemerdekaannya. Telah banyak prestasi yang diraih. Meski begitu, bangsa ini dihadapkan pada sejumlah tantangan terbesar diantaranya adanya bonus demografi di era Indonesia emas 2045. Untuk menyongsong masa depan tersebut diperlukan ikhtiar untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang kompeten, literat, produktif, profesional, dan berkarakter. Akan tetapi, untuk mencapai upaya tersebut tidaklah mudah untuk dibenahi, termasuk domain pembangunan sektor pendidikan.

Salah satu persoalan fundamental pendidikan ialah belum adanya peta jalan atau road map pendidikan sebagai kompas atau penunjuk arah bagi dunia pendidikan di Indonesia. Padahal peta jalan pendidikan bagi suatu negara merupakan hal yang sangat esensial agar perencanaan pembangunannya tepat, terarah, dan berkelanjutan.

Selain itu, peta jalan ini ditujukan untuk menentukan seperti apa rancang bangun atau profil sumber daya manusia Indonesia akan dibentuk. Peta jalan pendidikan pun diyakini menjadi instrumen penting guna mengejawantahkan salah satu tujuan nasional Indonesia (national interest) sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selama ini, penyelenggaraan pendidikan di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan berbagai regulasi  lainnya tentang pendidikan. Akan tetapi, adanya regulasi tersebut belum sepenuhnya menyelesaikan berbagai persoalan pendidikan secara mendasar, khususnya terkait dengan bagaimana membanguan sumber daya manusia unggul di masa depan.

Masalah pokoknya, sampai saat ini pemerintah belum menetapkan adanya peta jalan pendidikan nasional. Ditambah lagi, belum adanya model sistem nasional yang menjadi payung atau batu penjuru (stone-corner) yang menjadi rujukan bagi tersusunnya sistem pendidikan, sistem ekonomi, sistem politik, sistem pertahanan dan keamanan, dan sebagainya.

Terkait, peta jalan pendidikan nasional sendiri, ternyata ada sejumlah peristilahan yang saling memiliki konotasi dan makna yang belum tentu sama. Apakah peta jalan (road map) dimaknai sama dengan istilah-istilah lainnya seperti grand design, master plan, blue print, ataupun perencanaan teknis seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)? Ataukah secara sempit dapat dimaknai RPJP merupakan bentuk pengejawantahan dari grand design, dan RPJM sebagai peta jalan (road map) itu sendiri?

Hal ini belum ada kejelasan baik secara regulasi maupun secara praktik. Bahkan belum ada landasan hukum yang berkenaan dengan istilah peta jalan termasuk berapa lamakah waktu perencanaan dari peta jalan tersebut?

Kalau melihat ke era terdahulu, dikenal Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai model perencanaan pembanguan nasional berbagai sektor. Kemudian dioperasionalkan ke dalam Rencana Pembangunan Lima Tahunan (Repelita). Adapun secara yuridis pengaturan GBHN diatur dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Berbeda dengan saat ini, perencanaan nasional jangka panjang dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang berlaku selama dua puluh tahun. Lalu diturunkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang berlaku selama lima tahun. Adapun secara yuridis pengaturan RPJPN diatur dalam Undang-Undang, sedangkan RPJMN diatur dalam Peraturan Presiden.

Berbagai aspek peristilahan, periodisasi, dan landasan yuridis tersebut perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam hal ini Kemdikbud dalam menyusun peta jalan pendidikan nasional Indonesia. Pasalnya, Kemendikbud baru-baru ini telah merancang peta jalan pendidikan yang berjangka waktu selama lima belas tahun yakni tahun 2020-2035. Kini peta jalan pendidikan nasional yang disusun Kemdikbud tersebut, tengah dibahas oleh Panitia Kerja Peta Jalan Pendidikan Komisi X DPR RI untuk mendapatkan berbagai masukan, kritikan, dan rekomendasi secara komprehensif dari berbagai pakar.

Pada rapat kerja tertanggal 2 Juli 2020 lalu, Komisi X DPR RI memberikan sejumlah masukan penting bagi peta jalan pendidikan tahun 2020-2035 yang disusun oleh Kemdikbud. Pertama, PJP tersebut belum memiliki dasar hukum dan bagaimana kajian ilmiahnya berupa naskah akademik.

Kedua, bagaimana platform digital dalam PJP dihubungkan dengan keragaman kebutuhan di daerah dari aspek kurikulum, kualitas pendidik, dan pengelola satuan pendidikan. Ketiga, PJP belum mengakomodasi layanan pendidikan bagi penyandang disabilitas, guru non-ASN, dan anggaran pendidikan 20 persen dari APBN dan APBD, serta kepastian realisasi anggaran tersebut. Keempat, perlu penyempurnaan karakteristik dan kompetensi pelajar Pancasila.

Di samping persoalan yang dikemukakan Komisi X DPR RI, perlu kiranya kita mempertanyakan beberapa hal yang mendasar terkait PJP yang disusun Kemdikbud tersebut. Apa landasan Kemdikbud merumuskan jangka waktu peta jalan pendidikan tersebut selama lima belas tahun saja?

Selain itu, bentuk peraturan perundang-undangan seperti apa yang akan mengatur peta jalan pendidikan tersebut? Apakah melalui undang-undang, peraturan presiden, ataukah melalui peraturan menteri? Persoalan lainnya ialah terkait substansi muatan atau isi materi dari perencanaan peta jalan pendidikan tersebut. Lalu, bentuk atau model dokumen perencanaanya seperti apa?

Melihat berbagai persoalan tersebut, penulis sendiri berpandangan jika road map atau peta jalan dibuat sebagai bentuk detail dari RPJP yang memuat rumusan detail secara sektoral dari berbagai bidang seperti pendidikan. Road map atau peta jalan ini berlaku selama dua puluh tahun yang kemudian menjadi rujukan bagi pembentukan RPJM yang lima tahunan. Adapun dasar yuridis untuk mengatur road map atau peta jalan ini dapat diatur dalam bentuk peraturan presiden (Perpres).

Sebelum dibuat peta jalan pendidikan nasional, selayaknya diadakan kajian akademik secara komprehensif  yang dituangkan dalam Naskah Akademik, yang didalamnya antara lain memuat landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis. Di samping itu, substansi Naskah Akademik tersebut perlu didukung dengan landasan akademis yang kuat seperti teori-teori pendidikan yang dapat diberlakukan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.

Sedangkan substansi road map atau peta jalan pendidikan didalamnya terdeskripsikan serangkaian rencana induk pendidikan nasional selama 20 tahun. Adapun substansi materi dari peta jalan, didalamnya berisi tahapan-tahapan, target, strategi, kebijakan, dan rencana aksi untuk pencapaian tujuan pendidikan dari masa ke masa. Berbagai tahapan tersebut dielaborasikan dan diderivasikan dalam naskah RPJM-RPJM  setiap lima tahunan secara konkrit.

Itulah berbagai persoalan dan alternatif pemikiran yang harus mampu dijawab dan diperhatikan oleh pemerintah ataupun DPR dalam upaya pembentukan peta jalan pendidikan nasional. Karena itu, niat baik pemerintah untuk membentuk peta jalan pendidikan nasional tersebut perlu didukung oleh berbagai elemen masyarakat. Pasalnya, selama ini dunia pendidikan di Indonesia seakan terombang ambing oleh kebijakan yang parsial dan temporer serta tidak memiliki arah yang jelas. Dengan demikian, peta jalan ini dapat menjadi terobosan kebijakan (breaktrough policy) guna memberikan arah yang jelas bagi pencapaian tujuan pendidikan nasional, sehingga akan berdampak bagi kualitas sumber daya manusia untuk kemajuan bangsa dan negara.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler