Pentingnya Pendidikan Mitigasi Bencana Sejak Usia Dini

Sekoleh juga perlu bekerjasama dengan BNPB untuk mendidik dan antisipasi bencana

Dok ACT DIY
ACT DIY beri pelatihan mitigasi kebencanaan di sekolah.
Rep: arie lukihardianti Red: Hiru Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Indonesia termasuk wilayah Jabar merupakan daerah yang rawan dengan bencana. Bahkan, belum lama ini Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan kewasapdaan akan terjadinya gempa bumi dan tsunami di pesisir pantai selatan pulau jawa.


Namun, menurut Ketua Prodi PG-PAUD Unisba yang juga Anggota Pokja Bunda PAUD Jabar, Ehamwilda, saat ini fakta menunjukkan budaya siaga bencana belum dilaksanakan di lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD). Menurutnya, rendahnya perhatian terhadap pendidikan mitigasi bencana bisa berpangkal dari rendahnya kapasitas para guru tentang pendidikan mitigasi bencana. Serta, kurangnya kesadaran pendidikan mitigasi bencana bagi anak usia dini (AUD).  "Saat ini, keberadaan sekolah dan lingkungan yang kurang kondusif untuk keselamatan AUD menggambarkan juga rendahnya kepedulian masyarakat dan aparat pemerintah akan resiko bencana pada AUD," ujar Ehamwilda, Senin (23/11).

Ehamwilda menjelaskan, Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sebenarnya telah menyusun pedoman yang dapat dijadikan sebagai acuan  satuan paud dengan menerapkan prinsip Pendidikan Kebencanaan. Di antaranya, Kurikulum Pendidikan Kebencanaan dikembangkan dengan prinsip berpusat pada anak dengan mempertimbangkan potensi, bakat, minat, perkembangan, dan kebutuhan anak termasuk kebutuhan khusus, dikembangkan dengan prinsip Kontekstual dan mencakup pada semua dimensi kompetensi dan program pengembangan dengan prinsip Holistik.

Namun, kata dia, hingga saat ini program pendidikan mitigasi bencana yang terintegrasi dengan kurikulum PAUD masih belum lazim dikembangkan. "Hasil survey terhadap guru-guru PAUD di salah satu wilayah rawan bencana menunjukkan bahwa hampir sebagian besar belum memiliki program khusus mitigasi bencana yang terintegrasi dengan kurikulum di sekolah," katanya.

Ehamwilda menilai, para pendidik PAUD perlu berlatih mengembangkan program pendidikan mitigasi bencana dengan membuat program kongkrit tahunan, semesteran, mingguan dan harian. 

Program itu,  harus memuat kegiatan mitigasi bencana, mengembangkan media simulasi, eksperimen, cerita, buku cerita, nyanyian, gerak dan lagu serta berbagai youtube pembelajaran mitigasi bencana.

Pada sebagian PAUD yang sudah ada,  program pendidikan mitigasi bencana ini dikembangkan terintegrasi dengan tema dan sub-tema pembelajaran. Serta, berbagai media pembelajaran mitigasi bencana. "Telah ada juga contoh-contoh kegiatan yang menarik sesuai dengan perkembangan anak," katanya.

Selain itu, kata dia, sekolah tersebut juga sudah menjalin kerja sama dengan BNPB untuk memberikan pengetahuan, sikap, dan tindakan yang perlu dilakukan anak jika terjadi bencana. "Diharapkan program ini bisa menjadi model bagi lembaga pendidikan AUD lainnya sehingga lahir generasi tangguh yang tanggap akan bencana," katanya.

Ehamwilda berharap, ke depan guru-guru PAUD bisa memiliki kesadaran tentang bencana yang pernah terjadi di daerahnya. Bahkan berulang kali seperti gempa, longsor, banjir dan kebakaran. Selain itu, lokasi sekolah yang masuk resiko bencana harus jadi perhatian.

Yakni, kata dia, terdapat sekolah yang berdiri di pinggir tebing yang rawan terkena longsor. Namun, sebagian besar sekolah belum membuat jalur evakuasi bencana, dan tidak punya Titik Kumpul, khususnya lembaga PAUD yang berada di lingkungan padat, di mana tidak ada lapangan di sekelilingnya karena yang ada hanya jalan umum. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler