Ilmuwan Temukan Minimoon Kedua
Minimoon pertama yang diketahui adalah 2006 RH120 yang terdeteksi 14 tahun lalu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para astronom telah mengkarakterisasi minimoon kedua yang diketahui ada di Bumi. Hal ini berhasil dilakukan dengan menggunakan data yang dikumpulkan oleh Lowell Discovery Telescope (LDT).
Minimoon adalah asteroid kecil yang tertangkap di orbit sekitar Bumi. Dalam waktu sekitar satu tahun, benda ini terlempar kembali ke ruang antar planet.
Minimoon pertama yang diketahui adalah 2006 RH120 yang terdeteksi 14 tahun lalu. Asteroid yang kali ini ditemukan disebut sebagai 2020 CD3.
Pengamatan LDT membantu memperjelas laju rotasi dan orbit benda kecil tersebut. Data itu membuktikan bahwa CD3 adalah benda alami, yang bukan bagian dari peninggalan sampah antariksa buatan manusia.
CD3 ditemukan pada 15 Februari lalu oleh Kacper Wierzchos dan Teddy Pruyne melalui Catalina Sky Survey, yang beroperasi di Laboratorium Bulan dan Planet Universitas Arizona, Amerika Serikat (AS).
Karena kelangkaan minimoon, tim peneliti yang dipimpin oleh Grigori Fedorets dari Queen's University Belfast dengan cepat diluncurkan untuk mempelajari objek ini. Sebanyak 23 peneliti dari 14 institusi akademis di tujuh negara berpartisipasi, menggunakan beberapa teleskop termasuk LDT.
Tim melakukan observasi hingga pertengahan Mei dan mempublikasikan hasilnya di The Astronomical Journal pada Selasa (24/11). Astronom dari Observatorium Lowell Nick Moskovitz saat ini Maxime Devogele berpartisipasi dalam upaya tersebut, dibantu dalam pengamatan LDT oleh Quanzhi Ye dari Universitas Maryland.
Dengan mengukur kecerahan CD3 yang berubah dari waktu ke waktu, yaitu kurva cahayanya dengan Large Monolithic Imager (LMI) pada LDT, mereka menetapkan tingkat rotasi menjadi sekitar tiga menit. Fedorets mengatakan tingkat rotasi mungkin adalah pertanyaan terbesar yang belum terjawab dari penelitian ini.
Tim Lowell menunjukkan bahwa minimoon berputar lebih lambat daripada yang diperkirakan untuk objek dengan kisaran ukuran ini. Moskovitz dan rekannya di Lowell juga menggunakan kombinasi LMI atau LDT untuk secara tepat mengukur posisi CD3 guna menyempurnakan orbitnya.
Informasi ini, dikombinasikan dengan karakteristik fisik CD3 seperti komposisi silikat yang disimpulkan, menunjukkan bahwa ini jelas merupakan objek alami. Ini membedakannya dari objek lain yang baru ditemukan, SO 2020, yang diyakini para ilmuwan mungkin merupakan tahap atas dari pesawat ruang angkasa Surveyor 2 NASA.
Studi tersebut memperkirakan CD3 berdiameter sekitar 1-1,5 meter atau seukuran mobil kecil di Bumi. Jarak terdekatnya mencapai 13.000 kilometer (8.100 mil) dari planet manusia ini.
Mengamati objek sekecil itu dinilai cukup menantang dan membutuhkan teleskop yang cukup besar untuk melihatnya. Selain itu, sifatnya yang sementara berarti jendela waktu untuk mengamati mereka dapat ditutup dengan cepat.
Tanggapan dunia terhadap CD3 berfungsi sebagai hal yang perlu dipersiapkan untuk studi minimoon di masa depan. Fedorets mengatakan minimoon berikutnya mungkin akan ditemukan dalam jumlah besar pada dekade berikutnya.
Minimoon menjadi objek yang menarik untuk dipelajari lebih lanjut dipelajari para ilmuwan karena beberapa alasan. Diantaranya adalah minimoon dekat dengan Bumi dan berpotensi menjadi target eksplorasi.
Upaya semacam itu akan sangat berharga secara ilmiah untuk memahami asal usul minimoon ini dan hubungannya dengan populasi asteroid dan komet lain di tata surya. Objek-objek ruang angkasa ini suatu hari nanti juga bisa menjadi penting secara komersial sebagai target penambangan sumber daya di ruang angkasa.