Erick Ungkap Alasan tak Beli Vaksin Pfizer atau Moderna
Indonesia memilih vaksin yang distribusi dan penyimpannya sesuai dengan kemampuan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan alasan pemerintah Indonesia tidak akan membeli vaksin dari Pfizer atau Moderna. Yakni karena syarat penyimpanan dan distribusi dingin (cold chain) vaksin yang berbeda dengan produsen tersebut.
Erick yang juga Wakil Ketua IV dan Ketua Pelaksana Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) menjelaskan penentuan merk atau jenis vaksin Covid-19 berada di tangan Kementerian Kesehatan. Pemilihan vaksin berdasarkan daftar yang ada di WHO dan telah melalui uji klinis 1 dan 2 yang datanya tersedia.
"Dan nanti ketika dipergunakan itu, BPOM yang keluarkan izin. Tentu sebagai catatan tambahan, vaksin yang akan dibeli pemerintah juga vaksin yang cold chain atau distribusinya friendly dengan distribusi kita, yaitu -2 sampai -8 derajat celcius," katanya dalam webinar Kesiapan Infrastruktur Data Vaksinasi COVID-19, Selasa (24/11).
Pengadaan vaksin baik dari Sinovac, Novavax, maupun AstraZeneca, disebutnya telah memenuhi persyaratan tersebut. Sementara itu, Erick menuturkan vaksin Pfizer membutuhkan suhu -75 derajat celcius, sementara vaksin Moderna membutuhkan suhu -20 derajat celcius dalam rantai distribusinya.
"Kalau kita harus membongkar sistem distribusi kita jadi -20 derajat, ini akan menghambat distribusi yang biasa kita lakukan. Kalau persiapan ini tiga tahun lagi, beda, tapi ini persiapan yang harus dilakukan dan sistem distribusi kita sudah berjalan baik selama ini dengan -2 sampai -8 derajat celcius," katanya.
Erick menegaskan, dengan alasan itulah pemerintah memilih produsen-produsen vaksin yang telah diputuskan dalam pengadaan untuk vaksinasi Covid-19. "Kenapa Pfizer dan Moderna belum bisa, karena cold chain-nya -75 dan -20 derajat celcius. Untuk negara seperti Amerika pun mereka akan ada transisi," imbuhnya.
Oleh karena itu, Erick meminta publik tidak menilai pemerintah membeli merk vaksin tertentu karena alasan bisnis semata. Ia menegaskan pemerintah memilih produsen vaksin sesuai dengan kriteria dan kuantitas yang diperlukan.
Ia juga mengatakan kebutuhan vaksin Covid-19 di seluruh dunia mencapai 16 miliar dosis. Namun hingga saat ini produksinya baru mencapai 4 miliar dosis.
"Karena itu kenapa pemerintah agresif sejak awal. Kita mau pastikan vaksin yang kita miliki dan vaksin merah putih disiapkan untuk jangka panjangnya tetapi juga yang sesuai dengan distribusi kita dan sesuai standard WHO yang sudah ada uji klinis 1-2 dan BPOM menerbitkan sesuai data-data yang ada," katanya.