Presiden Armenia Desak Pemerintah untuk Mengundurkan Diri
Armen Sarkissian mengatakan pemerintah yang menyebabkan 'tragedi besar' harus mundur dan pemilihan umum darurat harus dilakukan - Anadolu Agency
REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Presiden Armenia menegaskan bahwa pemerintah harus mengundurkan diri, pemilihan umum baru harus diadakan dalam kurun waktu satu tahun, dan pemerintah sementara dari kesepakatan nasional harus dibentuk. Armen Sarkissian juga mengkritik pemerintah Armenia selama pertemuannya dengan perwakilan komunitas Armenia di Rusia.
Dia menggambarkan penandatanganan kesepakatan gencatan senjata oleh Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan dengan Azerbaijan dan penarikan pasukan Armenia dari Karabakh sebagai "tragedi besar".
"Pemerintah yang menyebabkan tragedi besar ini harus pergi," tegas dia.
Menurut dia, situasi di Armenia sangat berbeda dari dua tahun lalu ketika pemilihan umum diadakan. Sarkissian juga menyarankan agar pemerintah teknokrat dibentuk, yang dapat bekerja selama enam bulan hingga satu tahun untuk memimpin negara itu ke pemilihan umum baru.
Presiden Armenia mengatakan bahwa referendum konstitusi perlu diadakan sebelum pemilu. "Konstitusi sama sekali tidak seimbang di negara kita. Harus ada keseimbangan antara parlemen, pemerintah, dan kepresidenan," kata dia.
Sarkissian juga menegaskan bahwa presiden negara harus dipilih oleh suara mayoritas rakyat, bukan oleh parlemen seperti sekarang. Pada 2018, Pashinyan menjadi pemimpin populer karena menyuarakan Armenia yang lebih demokratis dan diakhirinya praktik korupsi.
Dia terpilih sebagai perdana menteri oleh parlemen setelah blok yang dipimpinnya menerima 70,4 persen suara dalam pemilu Desember 2018.
Apa yang terjadi di Karabakh?
Hubungan antara dua negara bekas Uni Soviet itu tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh, yang juga dikenal sebagai Upper Karabakh, sebuah wilayah yang diakui sebagai bagian dari Azerbaijan.
Bentrokan meletus pada 27 September dan berakhir dengan gencatan senjata yang diperantarai Rusia enam minggu kemudian.
Pasukan Armenia melancarkan serangan terhadap warga sipil dan tentara Azerbaijan dan melanggar tiga perjanjian gencatan senjata kemanusiaan selama konflik 44 hari tersebut.
Setelah hampir 30 tahun, Azerbaijan akhirnya berhasil membebaskan wilayahnya dari pendudukan Armenia, sementara Armenia harus menandatangani kesepakatan gencatan senjata dengan Azerbaijan untuk mengakhiri konflik di Nagorno-Karabakh pada 10 November.
Selama bentrokan, Azerbaijan membebaskan beberapa kota dan hampir 300 permukiman dan desa.
Armenia juga menyerahkan wilayah lain di bawah kesepakatan itu, yang diawasi oleh Rusia dan Turki.