Ekonom: 2021 Bawa Angin Segar untuk Ekonomi Syariah
Perubahan geopolitik dunia akan berdampak pada sektor ekonomi syariah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan ekonomi syariah pada tahun 2021 diproyeksikan positif yang dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Pengamat Ekonomi Syariah, Adiwarman Karim mengatakan ada sejumlah momentum yang akan membuat kondisi ekonomi lebih ramah pada Muslim.
"Perubahan geopolitik dunia akan berdampak pada Indonesia, khususnya ke sektor ekonomi syariah," katanya dalam Webinar Republika Outlook Ekonomi Syariah 2021, Rabu (2/12).
Pada Februari 2021 akan terjadi perubahan geopolitik dunia karena Presiden Amerika Serikat, Joe Biden resmi menduduki Gedung Putih. Adiwarman mengatakan AS kemungkinan besar mengisi kembali kekuasaan di Indo Pasifik yang sempat ditinggalkan pada masa kepemimpinan Donald Trump.
Saat AS mengedepankan America First, ruang peninggalan AS tersebut diisi oleh China. Saat Joe Biden terpilih, AS kemungkinan besar akan kembali ke Indo Pasifik dan menggeser kembali posisi China, terutama di Indonesia yang merupakan mitra dagang terbesar kedua negara di kawasan.
"Akan ada tarik menarik kekuasaan dan yang terjadi terutama di Indonesia adalah wajah politik Indonesia akan berubah dan lebih ramah Islam," katanya.
Di sisi lain, China tidak akan serta merta mengembalikan kekuasaan ke tangan AS, sehingga ia akan mengedepankan strategi yang sama, lebih merangkul Islam. Adiwarman mengatakan China bahkan bisa menonjolkan klaim bahwa mereka adalah negara kedua dengan jumlah penduduk Muslim terbesar, setelah Indonesia.
Dua kejadian menghasilkan resultan yang sama dan bisa berpengaruh positif pada pengembangan ekonomi syariah Indonesia. Adiwarman mengatakan ini menjadi energi sangat besar pada 2021 yang harus dikanalisasi oleh ekonomi syariah tanah Air.
Selanjutnya, ia menghitung ada transformasi besar di sektor keuangan syariah yang akan terjadi tahun depan dari 21 bank. Transformasi tersebut termasuk merger, konversi, hingga spin off. Semua aksi tersebut akan mengakselerasi penguatan industri agar lebih berdaya saing.
Adiwarman juga menyinggung peran Undang Undang Omnibus Law Cipta Kerja dalam pengembangan ekonomi syariah kedepan yang bagai dua mata pedang. Ia mengingatkan untuk mengawal UU, terutama untuk klaster jasa keuangan dan otoritas keuangan.
"Omnibus Law kalau tidak dikawal dengan baik maka bisa merugikan ekonomi syariah, tapi jika dikawal maka dampaknya akan baik sekali," katanya.
Salah satu yang krusial adalah potensi dihapuskannya kewajiban Unit Usaha Syariah (UUS) untuk spin off. Ia menilai hal tersebut berdampak kontraproduktif jika benar-benar terjadi.
Tingkat keberhasilan UUS yang lepas dari induk mencapai 100 persen berhasil membesarkan diri dengan aset lebih dari Rp 10 triliun. Sementara jika tidak lepas dari induk, tingkat keberhasilan jadi besarnya hanya 20 persen. Ia menilai momentum bagi UUS untuk berkembang dan meningkatkan industri melalui spin off tetap harus dilakukan.
Selain itu, Indonesia juga punya energi dari potensi pasar Muslim yang mewakili 13 persen dari Muslim global. Milenial akan menjadi motor utama bagi dari sisi pelaku maupun pasar.
Ketua Pemuda DMI, Arief Rosyid mengatakan milenial adalah kunci masa depan ekonomi syariah. "Sebanyak 12,5 persen populasi Muslim di dunia adalah orang Islam Indonesia, dengan 62,98 persennya adalah generasi muda," katanya.
Sehingga literasi dan inklusi keuangan syariah pada segmen ini menjadi pekerjaan rumah semua pihak. Indeks literasi keuangan syariah pada 2019 tercatat 8,9 persen dan indeks inklusi keuangan syariah sebesar 9,1 persen.
DMI memiliki sejumlah inisiatif gerakan seperti Milenial Menabung di Bank Syariah, program Ekonomi Islam Butuh Anak Muda, Bangkit dari Masjid, Indonesia Sharia Youth Economic Forum, hingga Muktamar Pemuda Islam. Diharapkan berbagai inisiatif dari milenial akan semakin meningkatkan semangat gaya hidup halal.