Melabeli Jenazah dengan Covid-19, Ini Kata Rumah Sakit
Pihak keluarga kecewa karena merasa hasil swab negatif Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- RS Kanker Dharmais, Jakarta Barat menanggapi tudingan terkait pemaksaan keluarga pasien untuk menyetujui jenazah tersebut terkonfirmasi Covid-19. Pihaknya menjelaskan RS Kanker Dharmais sudah melakukan pelayanan sesuai dengan peraturan pemerintah standar Covid-19.
Ini berawal kekecewaan Husna (29 tahun) atas pelayanan rumah sakit terhadap meninggalnya sang suami pada awal Desember 2020. Husna menceritakan, sebelum dirujuk ke RS Kanker Dharmais, sang suami menderita batuk dan sesak.
"Suami saya itu sakit dari Ternate. Sudah melakukan CT Scan dan Rontgen. Dari hasilnya itu harus dirujuk ke Jakarta karena tumor paru, lalu saya bawa ke RS Kanker Dharmais," kata Husna saat dikonfirmasi, Ahad (13/12).
Saat menjalani perawatan di RS Kanker Dharmais, sang suami menjalankan tes usap sebanyak tiga kali. Pertama untuk tindakan biopsi dan hasilnya negatif. Kedua, untuk tindakan bronkoskop karena sang suami diketahui ada karsinoma sel kecil. Hasil dari tes usap kedua juga negatif.
Kondisi sang suami kian memburuk lantaran setelah melakukan tindakan bronkoskopi, paru-parunya sebelah kiri terdapat tumor ganas. Sementara paru-paru sebelah kanan menderita pnumonia. Alhasil, kondisi tersebut membawanya untuk dirawat dalam ruang Intensive Care Unit (ICU). Persyaratan sebelum menjalani perawatan di ICU, sang suami harus melakukan tes cepat (rapid) dan tes usap (swab). Hasil dari pemerikaan tes cepat adalah reaktif sedangkan hasil tes usap negatif dengan status probable. Oleh karena itu, pihak rumah sakit membawa sang suami untuk dirawat diisolasi.
"Hasil swab testnya negatif. Dokter memberitahu suami saya terkena Covid-19 probable. Jadinya harus diisolasi. Saya nolak karena swab testnya negatif, suami saya butuh saya didekatnya. Tapi akhirnya jadi diisolasi," ujar Husna.
Kondisi sang suami memburuk dan dia meninggal di ruang isolasi. Husna menyesali sikap RS karena memaksa jasad sang suami agar dimakamkan sesuai dengan prosedur pasien Covid-19. Sementara berdasarkan hasil tes usap, sang suami tidak terkonfirmasi Covid-19.
Humas RS Kanker Dharmais, Anjari mengatakan tidak ada pemaksaan bagi pasien yang tidak menderita Covid-19 agar dimakamkan sesuai dengan prosedur Covid-19 atau memaksa menyetujui pihak keluarga atas kematian pasien tersebut karena Covid-19. Berdasarkan dari kondisi pasien yang berstatus probable, kata dia sudah seharusnya dirawat di ruang isolasi.
"Pasien itu kondisinya berstatus probable. Probable itu kondisi berdasarkan pemeriksaan dan indikasi klinisnya mengarah ke Covid-19 sehingga dilakukan swab test hasilnya negatif. Dalam standar yang sudah ditetapkan oleh kementerian kesehatan, untuk pasien yang berstatus probable, perawatannya harus menggunakan standar isolasi. Jadi itu sesuai dengan prosedur kesehatan dan standar pencegahan dan penanggulangan Covid-19," papar Anjari saat dikonfirmasi.
Terkait dengan pemaksaan pemakaman jenazah tersebut sesuai dengan prosedur pasien Covid-19, pihak RS melayani seperti jenazah biasa, tidak dengan protokol Covid-19.
Dilansir dari laman sehatnegeriku.kemekes.go.id, kasus probable adalah orang yang diyakini sebagai suspek dengan ISPA berat atau gagal nafas akibat aveoli paru-paru penuh cairan (ARDS) atau meninggal dengan gambaran klinis yang meyakinkan Covid-19 dan belum ada hasil pemeriksaan laboratorium RT-PCR.
Anjari menjelaskan pasien dengan kondisi probable harus menempati ruang isolasi guna mendapat perawatan lebih baik serta menjaga keselamatan keluarga dan tenaga kesehatan. Sebab, di dalam ruang isolasi, pasien mendapat pelayanan lebih.
"RS Kanker Dharmais sangat patuh dalam peraturan standar pelayanan Covid-19 sesuai dari pemerintah," ujar dia.