Terungkap, Lemahnya Militer Israel Dihajar Topan Al-Aqsa
Investigasi menunjukkan jenderal Israel kebingungan hadapi serangan dari Palestina.
TEL AVIV – Pasukan penjajah Israel (IDF) akhirnya melansir investigasi terkait “kegagalan total” dalam mencegah serangan 7 Oktober 2023 terhadap pemukiman di sekitar Gaza. Laporan itu mengungkap secara terperinci soal babak belurnya militer “paling canggih sedunia” itu menghadapi operasi Topan al-Aqsa yang dilancarkan Hamas bersama faksi perlawanan Palestina di Gaza.
The Jerusalem Post melansir, laporan itu penuh dengan banyak sekali kesalahan yang menyebabkan kegagalan menghentikan dan memitigasi invasi ke Israel selatan pada tanggal 7 Oktober. Dua alasan utama yang ditemukan penyelidikan IDF yang dilansir pada Kamis itu adalah penyangkalan oleh para komandan bahwa mereka telah dikalahkan dan kekacauan total di markas besar IDF.
Berbagai sumber IDF mengatakan bahwa hingga saat ini, Kepala Divisi Gaza Brigjen Avi Rosenfeld mungkin tidak akan mengakui bahwa pasukannya telah dikalahkan sepenuhnya oleh Hamas. Dia juga tidak akan mengakui bahwa hal itu terjadi sebelum jam 7 pagi pada tanggal 7 Oktober.
Mereka mengatakan ini adalah poin penting karena bahkan ketika IDF, pada tingkat militer yang berbeda, antara pukul 06.45 dan 07.15 hari itu, mulai menyatakan bahwa perang sedang berlangsung, mereka masih mencari Rosenfeld untuk mendapatkan informasi terkini tentang situasi sebagai komandan depan senior di area tersebut.
Komando tinggi IDF, dipimpin oleh Kepala Staf Letjen Herzi Halevi, Kepala Komando Operasi Oded Basiuk, dan Kepala Brigade Operasi IDF Brigjen Shlomi Binder akhirnya mencoba mengambil beberapa tindakan independen untuk mempelajari apa yang terjadi di Selatan, namun mereka lebih mengandalkan Rosenfeld.
Demikian pula, meskipun Panglima Komando Selatan Mayjen Yaron Finkelman mengambil berbagai keputusan dan tindakan independen untuk mempelajari apa yang terjadi di Selatan, dia juga sangat bergantung pada Rosenfeld.
Bahkan tidak terpikir oleh salah satu pejabat di atas Rosenfeld bahwa mungkin ada skenario di mana markas besarnya diambil alih sepenuhnya. Dia sama sekali tidak memiliki kesadaran situasional bahkan setelah mereka mulai mengetahui bahwa ada banyak penetrasi Hamas secara bersamaan, dan bukan hanya dua atau lebih yang telah dilatih oleh militer.
Tak satupun dari atasannya dapat membayangkan situasi di mana Rosenfeld dikalahkan sepenuhnya begitu cepat, dan Rosenfeld sendiri bahkan tidak menyadari betapa buruknya situasinya sampai dia menelepon Brigjen IAF Omer Tishler pada pukul 09.47, memohon bantuan untuk membiayai serangan terhadap posisinya.
Artinya, Finkelman dan angkatan udara baru memutuskan untuk menyelimuti perbatasan Israel-Gaza dengan tembakan udara sekitar pukul 10.05 atau 10.20. Sementara pelaksanaan “Protokol Hannibal” dimulai sekitar pukul 10.30 pagi.
Meski begitu, Rosenfeld tidak pernah menyebut divisinya “dikalahkan” atau “kewalahan”. Jika dia melakukannya, beberapa sumber IDF mengatakan bahwa mereka akan bertindak lebih mendesak daripada yang mereka lakukan.
Rosenfeld memang mengumumkan “Parash Pleshet” (Ksatria Filistia), sebuah kata sandi untuk penetrasi dari Gaza, pada pukul 6.37 pagi, namun tidak ada satupun atasannya yang mengetahui besarnya invasi atau bahwa dia tidak dapat diandalkan untuk memberikan informasi terkini dan mengarahkan respons.
Karena penyangkalan Rosenfeld, sumber-sumber IDF mengatakan bahwa mereka tidak sepenuhnya menyadari bahwa divisinya telah benar-benar runtuh meski mereka tahu divisi tersebut sedang terkena pukulan keras sampai sekitar tengah hari. Mereka mengatakan inilah sebabnya mereka tidak mulai menugaskan komandan baru untuk mempunyai tanggung jawab manajerial resmi atas berbagai bagian pertahanan Koridor Gaza sampai setelah itu, dan beberapa penunjukan baru diselesaikan sekitar pukul 13.00 siang.
IDF tidak menyadari dan tidak dapat membayangkan bahwa 157 tentara perbatasannya telah terbunuh hanya dalam waktu tiga sampai lima jam, banyak di antaranya terjadi pada jam-jam pertama invasi.
Semua ini berarti bahwa Komando Tinggi IDF dan Komando Selatan mengetahui banyak insiden yang terjadi secara real-time, namun dari 114 penetrasi perbatasan, mereka hanya mengetahui sekitar 40 persen pada pukul 07.30, satu jam penuh setelah invasi. Pada pukul 10.00, tiga setengah jam setelah invasi, mereka hanya mengetahui sekitar 60 persen dari insiden tersebut.
Baru pada pukul 11.30 Saat pejuang Palestina serta sandera mereka telah kembali ke Gaza sekitar tengah hari, IDF mencapai tingkat kesadaran sebesar 85 persen mengenai insiden tersebut. Begitupun mereka tak mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk mengirim pasukan bala bantuan ke titik permasalahan “baru”.
The Jerusalem Post dan media lainnya diperlihatkan rekaman video perkembangan komando tinggi tertentu di markas besar militer Kirya secara real time pada hari invasi. Rekaman tersebut menunjukkan situasi yang benar-benar kacau dengan para perwira tingkat menengah yang saling berteriak dari seberang ruangan untuk mencoba memahami di mana para penyerbu Hamas sudah berada dan di mana mereka akan muncul selanjutnya.
Tak satupun dari tiga perwira tinggi utama – Halevi, Basiuk, atau Binder – hadir, karena mereka semua masih berusaha untuk kembali ke markas militer dari rumah mereka. Pejabat tertinggi di ruang situasi yang mengarahkan tanggapan adalah Kolonel Efraim Avni, yang berarti beberapa pangkat di bawah anggota komando tinggi mana pun.
Avni menerima instruksi dari pejabat tinggi komando melalui telepon dan SMS, namun tampak jelas bahwa kemampuan komando tinggi untuk mengarahkan perang sangat terhambat oleh tidak adanya satu pun mayor jenderal. Penyelidikan IDF juga menemukan bahwa masalah besarnya adalah tidak adanya latihan untuk mengantisipasi kemungkinan penyerang dari Palestina akan melakukan penetrasi cukup dalam ke Israel untuk menguasai persimpangan jalan utama.
Misalnya, sejumlah besar bala bantuan IDF terbunuh di persimpangan Rute 232 dalam perjalanan mereka untuk membantu desa-desa di selatan, karena penjagaan mereka benar-benar melemah karena mereka tidak mengantisipasi penyerang sampai mereka tiba di desa-desa tersebut. Bala bantuan lainnya selamat dari serangan Hamas di persimpangan, namun sangat tertunda saat mencoba mempertahankan diri.
Bala bantuan lainnya akhirnya dikirim ke desa-desa yang berbeda dari tujuan semula, memutuskan untuk menghindari persimpangan untuk menghindari pejuang Hamas, namun dalam kekacauan yang terjadi pada hari itu, tidak ada seorang pun di komando tinggi atau Komando Selatan yang menyadari bahwa pasukan ini telah mengubah tujuan mereka.
Terlepas dari semua kekacauan yang terjadi, sumber Komando Selatan mencatat bahwa rencana awal Hamas adalah melakukan penetrasi hingga ke Beersheba, Ashkelon, Netivot, dan pangkalan angkatan udara Hatzerim, bukan “hanya” untuk mencapai Sderot dan Ofakim dalam hal pusat populasi yang lebih besar.
Sumber-sumber ini mengatakan bahwa, tak hanya pasukan IDF dan pasukan cadangan; beberapa “warga sipil” juga memblokir dan menembaki pejuang Palestina. Para warga sipil yang melawan ini termasuk dalam 1.200 warga Israel yang terbunuh pada hari itu.
Kekacauan lainnya pada 7 Oktober mencakup bahwa Finkelman memberikan lebih banyak perhatian pada desa-desa di koridor Gaza bagian utara dibandingkan dengan desa-desa di Koridor Gaza bagian selatan. Meskipun pada titik tertentu, ia menebak dengan benar bahwa komandan Koridor Gaza selatan Kolonel Assaf Hamami telah dibunuh oleh pejuang Palestina.
Sebaliknya, penyelidikan tersebut menemukan bahwa begitu banyak komandan Koridor Gaza selatan yang terbunuh atau terluka sehingga komandan baru tidak bisa mengendalikan situasi selama beberapa jam. Hal ini menyebabkan IDF bahkan tidak tiba di Nir Oz dan beberapa desa di Koridor Gaza selatan yang terkena dampak paling parah sampai semua pejuang telah kembali ke Gaza.
Laporan juga mengungkapkan pengecutnya sejumlah pasukan pasukan IDF yang mundur saat menghadapi pejuang Palestina. Mereka menolak mengikuti arahan IDF untuk selalu bertahan dan bahkan secara proaktif mengusir penjajah dari wilayah Israel.
Jerusalem Post dan media lain melihat video tentara di Zikim, yang bahkan melebihi jumlah pasukan komando angkatan laut Hamas yang datang ke seberang pantai setelah menembus pertahanan angkatan laut IDF, malah mundur alih-alih menghadapi penerobos.
Sebanyak 17 warga Israel tewas dalam serbuan dari pantai itu. Seperti seluruh penyelidikan yang diumumkan ke publik, IDF tidak berkomentar tentang cara mereka menangani pengunduran yang tidak patut tersebut.
"Serangan tanggal 7 Oktober adalah kegagalan total kami,” kata seorang pejabat militer kepada wartawan terkait hasil investigasi terkini. Ia menambahkan bahwa tentara “gagal melaksanakan misinya untuk melindungi warga sipil Israel.” “Banyak warga sipil yang terbunuh pada hari itu bertanya pada diri sendiri atau dengan suara keras, 'Di mana tentara Israel?'” tambah pejabat tersebut, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.
Tentara mengkonfirmasi dalam ringkasan laporan kepada media bahwa pasukannya "gagal melindungi warga Israel. Divisi Gaza (Israel) kalah jumlah pada jam-jam pertama perang, dan faksi-faksi perlawanan mengambil alih" wilayah tersebut. Pejabat militer tersebut mengakui bahwa tentara “terlalu percaya diri” dan salah menilai kemampuan Hamas sebelum melancarkan serangan.
Penyelidikan menemukan bahwa serangan itu dilakukan dalam tiga kelompok, yang terdiri dari sekitar 5.000 pejuang. Dilaporkan bahwa gelombang pertama mencakup lebih dari 1.000 pejuang dari unit elit Hamas "yang menyusup di bawah perlindungan tembakan hebat," dan gelombang kedua mencakup 2.000 pejuang, sedangkan gelombang ketiga mencakup masuknya ratusan pejuang disertai ribuan warga sipil.
Investigasi tentara Israel mengatakan bahwa Divisi Gaza berhasil ditundukkan pada jam-jam pertama serangan dan bahwa perlawanannya dimulai pada sore hari, mengakui bahwa "harga yang kami bayar pada tanggal 7 Oktober tidak tertahankan dalam hal korban tewas dan luka-luka."
Sementara itu, surat kabar Yedioth Ahronoth melaporkan dari penyelidikan bahwa Hamas mengejutkan angkatan udara dengan kemampuannya mengangkut militannya dengan menerbangkan parasut, dan bahwa angkatan udara Israel tidak memiliki rencana darurat untuk skenario invasi darat.
Media itu menuliskan bahwa Hamas menunda penyerbuan ke Gaza pada tahun 2023 untuk lebih mempersiapkan pasukan elit, dan juga berencana melakukan penyerangan selama liburan Paskah Yahudi pada tahun 2023. Surat kabar itu menambahkan, mengutip penyelidikan, bahwa kegagalan intelijen adalah akibat dari masalah mendalam di jantung sistem intelijen, dan bahwa "konsep pengelolaan konflik dan pertahanan melawan musuh di jalur kontak runtuh setelah serangan itu."
Pejabat tersebut menjelaskan bahwa kegagalan Hizbullah Lebanon untuk bergabung dalam pertempuran bersama Hamas sejak awal disebabkan oleh kurangnya koordinasi. Jerusalem Post mengutip sumber Angkatan Udara yang mengatakan, “Jika Hizbullah menyerang dan Angkatan Udara tidak siap, kita akan menghadapi situasi yang lebih sulit.”
Sementara itu, Associated Press mengutip seorang pejabat militer Israel yang mengatakan bahwa pejuang Hamas “menyerang pasukan dan perwira senior kami yang dikirim serta mengganggu sistem komando dan kendali,” dan bahwa “kekacauan setelah serangan 7 Oktober menyebabkan insiden tembak-menembak diantara pihak Israel sendiri, namun jumlahnya tidak banyak.”
“Para pemimpin militer memperkirakan akan terjadi invasi darat dari delapan titik perbatasan, namun Hamas menyerang dari lebih dari 60 titik, dan intelijen kami menunjukkan bahwa perencanaan serangan dimulai pada tahun 2017,” kata pejabat itu.
Mengomentari penyelidikan tersebut, Kepala Staf Israel Herzi Halevi mengatakan “Kami tidak memiliki masalah untuk mengatakan bahwa kami melakukan kesalahan pada tanggal 7 Oktober dan saya bertanggung jawab,” sementara mantan anggota Kabinet Perang Israel Benny Gantz menyerukan “pembentukan komisi penyelidikan resmi sekarang.”
Pada gilirannya, pemimpin oposisi Israel Yair Lapid memperbarui seruannya kepada pemerintahan Benjamin Netanyahu untuk membentuk komisi penyelidikan resmi terhadap serangan tanggal 7 Oktober, seperti yang dilakukan tentara, dan mengatakan melalui platform X bahwa “tentara menunjukkan keberanian dan integritas, dan sedang menyelidiki dirinya sendiri tanpa ada upaya untuk menutupi atau menghindari tanggung jawabnya.”