Wakil Ketua MPR Kritik Soal Ujian yang Memuat Anies-Mega

Ahmad Basarah meminta Mendikbud sterilisasi dunia pendidikan dari ASN yang berpolitik

MPR RI
Wakil Ketua MPR sekaligus Anggota Komisi X DPR yang membidangi Pendidikan, Ahmad Basarah, mengkritik keras soal ujian untuk level Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang di dalamnya terdapat nama Anies dan Mega dimunculkan sebagai pihak-pihak yang berseberangan.
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR sekaligus Anggota Komisi X DPR yang membidangi Pendidikan, Ahmad Basarah, mengkritik keras soal ujian untuk level Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang di dalamnya terdapat nama Anies dan Mega dimunculkan sebagai pihak-pihak yang berseberangan. Ahmad Basarah minta Mendikbud Nadiem Anwar Makarim melakukan sterilisasi dunia pendidikan dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berpolitik.

“Soal ujian seperti itu sungguh tidak mendidik. Saya meminta Mendikbud untuk memberikan perhatian kepada seluruh tenaga pendidik agar lebih profesional dan tidak menggunakan fungsi mereka untuk melakukan propaganda politik atas nama kepentingan apa pun, oleh siapa pun,’’ tandas Ahmad Basarah, Ahad (13/12), seperti dalam siaran persnya.

Di akhir pekan ini, jagad media sosial diramaikan oleh berita tentang munculnya tangkapan layar (screenshot) soal ujian untuk SMP 250 Jakarta yang menyatakan bahwa Mega kerap mengejek Anies, tapi Anies tidak pernah marah karena lelaki yang diejek itu menjadi contoh orang pemaaf, istiqamah, sabar, dan ikhlas. Dalam soal lain bahkan terlihat para murid digiring untuk menyimpulkan bahwa Anies Baswedan adalah Gubernur DKI Jakarta yang tidak pernah menyalahgunakan kekuasaannya karena dia seorang yang jujur, amanah, istiqamah, dan qonaah.  

"Walaupun nama Anies dalam soal pertama tidak disebut Anies Baswedan dan nama Mega dalam soal itu tidak secara eksplisit disebut Megawati, tapi soal seperti ini berpotensi menggiring tafsir para anak didik bahwa kedua nama itu merujuk pada Anies Baswedan dan Megawati Soekarnoputri. Apalagi dalam soal lain Anies Baswedan jelas disebut sebagai Gubernur DKI Jakarta. Apa tujuannya?’’ tanya Ahmad Basarah.

Menurut Dosen Pascasarjana Universitas Islam Malang ini, dalam ilmu komunikasi diajarkan sebuah teori tentang subliminal messages, yakni pesan yang dimasukkan dalam memori komunikan secara terselubung oleh komunikator. "Dari dua soal seperti yang kita lihat di media sosial itu bisa disimpulkan, guru pembuat soal adalah komunikator yang sedang memberi pesan terselubung pada komunikannya, yakni para murid. Ini jelas kampanye jika tak mau disebut propaganda,’’ tegas Ahmad Basarah.

Padahal, kata Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini, pendidikan nasional di Indonesia jelas berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berdasarkan pasal 2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mestinya dunia pendidikan di Indonesia mengajarkan anak didik untuk mengerti dan melaksanakan sila-sila Pancasila itu.

"Alinea keempat UUD NRI Tahun 1945 jelas menyatakan tujuan didirikannya Republik Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itu, para tenaga pendidik mulai dari guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain wajib melaksanakan pendidikan nasional dengan cara-cara yang berketuhanan, berprikemanusiaan, keberadaban serta menjaga persatuan nasional sesuai Pancasila,’’ tandas Ahmad Basarah.

Sebagai penutup, penulis buku "Bung Karno, Islam dan Pancasila’’ ini berharap, dalam menghadapi wabah Covid-19, seluruh komponen dunia pendidikan hendaknya memiliki sense of crisis, tepo seliro dan kepekaan sosial seperti yang terkandung dalam kelima sila Pancasila. "Mari kembali kepada jati diri bangsa dan mengamalkan Pancasila yang berintisarikan semangat rotong royong, semangat persatuan,’’ jelas Doktor ilmu hukum lulusan Universitas Diponegoro Semarang ini.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler