Total 146 Perawat Wafat, Lonjakan Kematian Sepekan Terakhir
Padahal, dua pekan lalu belum ada tambahan tenaga kesehatan perawat yang wafat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mencatat tenaga kesehatan (nakes) perawat di Tanah Air yang meninggal akibat virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) terus bertambah dan total sebanyak 146 hingga Rabu (16/12). Lonjakan kematian perawat kembali dirasakan selama sepekan terakhir.
"Jumlah perawat yang meninggal ter-update 146 jiwa per Rabu (16/12)," ujar Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Harif Fadhillah saat dihubungi Republika, Rabu.
Padahal, dia melanjutkan, dua pekan lalu belum ada tambahan tenaga kesehatan perawat yang gugur. Tetapi pihaknya mencatat selama sepekan terakhir banyak perawat yang wafat.
Kenaikan perawat yang meninggal dunia, dia melanjutkan, terasa terutama di Jawa Timur, DKI Jakarta. Terkait penyebab kematian perawat yang terus bertambah, pihaknya mengaku belum melakukan analisa mendalam.
PPNI tidak menutup kemungkinan bahwa kelelahan, daya tahan tubuh menurun kemudian perawat terinfeksi atau bisa jadi perawat tersebut tertular virus ini saat berada di transportasi umum, atau tertular saat berada di rumahnya.
"Itu bisa saja, penyebab kematian kan belum ada rilis hasil investigasinya, jadi kami tidak bisa pasti menjawabnya," katanya.
Banyaknya perawat yang meninggal dunia akibat Covid-19 membuat PPNI khawatir. Artinya, dia melanjutkan, ini memberikan gambaran bahwa penularan masih terjadi dan Indonesia belum selesai dengan tugas ini sehingga perawat tidak boleh lengah.
"Saya kira kami sudah mengingatkan teman-teman untuk disiplin tetapi faktanya masih banyak yang terinfeksi dan wafat," katanya.
Jika kasus terus bertambah dan semakin banyak perawat menjadi korban, pihaknya khawatir nantinya tenaga kesehatan akan mencari keselamatan dirinya sendiri. Sebab, ia menyebutkan dalam konsep keselamatan organisasi kesehatan dunia PBB (WHO), keselamatan nakes adalah prioritas.
"Jadi, jangan bicara keselamatan pasien kalau nakesnya tidak selamat," katanya.
Atau tidak menutup kemungkinan nantinya tenaga kesehatan hanya menyelamatkan pasien yang kemungkinan hidupnya tinggi kalau banyak kasus. Sebab, pasien terus bertambah, sementara tenaga medis tetap.
"Tetapi kita tidak bisa berandai-andai," ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap masyarakat tetap melaksanakan protokol kesehatan. Meskipun nantinya vaksin yang aman dan efikasinya bagus kemudian disuntikkan, protokol kesehatan harus tetap dijalankan supaya kasus tidak bertambah.
"Memang vaksin membuat kondisi tidak lebih parah saat terinfeksi, tetapi tetap laksanakan protokol kesehatan 3M yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak," katanya.
Sebelumnya, Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat data tenaga medis yang wafat akibat Covid-19 total sebanyak 363 jiwa hingga per Selasa (15/12).
"Dari Maret hingga pertengahan Desember 2020 ini, terdapat total 363 petugas medis dan kesehatan yang wafat akibat terinfeksi Covid, yang terdiri dari 202 dokter dan 15 dokter gigi, dan 146 perawat," kata Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (15/12).
Ia menyebutkan, para dokter yang wafat tersebut terdiri dari 107 dokter umum (empat guru besar), dan 92 dokter spesialis (tujuh guru besar), serta dua residen, dan satu dalam verifikasi yang keseluruhannya berasal dari 24 IDI Wilayah (provinsi) dan 92 IDI Cabang (Kota/Kabupaten). Sementara itu, berdasarkan sebaran provinsi, paling banyak dokter meninggal di Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Barat.
"Kenaikan jumlah kematian tenaga medis dan tenaga kesehatan ini merupakan salah satu dampak dari peningkatan jumlah penderita Covid baik yang dirawat maupun yang Orang Tanpa Gejala (OTG). Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang baru saja selesai juga menjadi potensi fluktuasi naiknya angka penularan Covid-19," ujar Adib.