Indonesia Bayar Cicilan Utang dari Utang Luar Negeri Lagi?
Pembayaran bunga utang Indonesia pada 2021 sebesar Rp 373,3 triliun
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam beberapa diskusi tentang utang Indonesia, tema tentang gali lobang tutup lobang selalu mengemuka.
Artinya, Indonesia pinjam duit lagi untuk menutup cicilan bunga dan pokok utang. Yang dikhawatirkan, pinjaman bersumber utang luar negeri dipakai untuk menutup kewajiban utang itu.
Pada RAPBN 2021, tampak jelas pembiayaan utang memberikan porsi besar pada aktivitas ekonomi Indonesia.
Pemerintah berencana mencari utang baru sebesar Rp 1.142 triliun untuk menutup defisit anggaran sebesar Rp 971,2 triliun setara 5,5% dari produk domestik bruto (PDB).
Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menyebut utang berlebihan yang dilakukan pemerintah Indonesia ternyata tetap tak mampu menyelamatkan Indonesia dari jurang resesi.
"Idealnya, dengan utang yang besar dapat menggerakkan seluruh sektor perekonomian agar tidak terpuruk. Namun faktanya, ekonomi tidak menggeliat seperti yang diharapkan," kata Heri dalam penjelasan pers beberapa waktu lalu.
Heri menilai penambahan utang dalam jumlah signifikan ini tidak sepenuhnya untuk program pemulihan ekonomi.
Tahun ini, kata dia, setidaknya pemerintah harus menyiapkan uang lebih dari Rp 300 triliun hanya untuk membayar bunga utang.
Pada 2021, pemerintah menganggarkan Rp 373,3 triliun untuk pembayaran bunga utang. Pembayaran bunga utang meningkat 10,2% dibanding tahun ini.
Dalam periode 2016-2019, pembayaran bunga utang meningkat dari Rp 182,8 triliun menjadi Rp 275,5 triliun. Pada 2020, perkiraan pembayaran bunga utang Rp 338,8 triliun.
Berdasarkan Perpres 72/2020 porsi belanja Pemerintah untuk membayar bunga utang telah melonjak dari 12 persen naik menjadi 17 persen dari PDB.
Besaran bunga utang juga sepadan dengan 25 persen dari penerimaan perpajakan (pajak ditambah bea dan cukai).
"Indonesia terjebak dalam sistem gali lubang tutup lubang. Berutang untuk membayar utang," Heri menegaskan.
Pemerintah mempunyai sisi lain atas masalah gali lobang tutup lobang utang ini. Pemerintah menyatakan pembiayaan utang pemerintah sebagian besar bersumber dari pendapatan dalam negeri.
Hal ini menepis adanya anggapan bahwa utang yang dibayarkan pemerintah bersumber dari dana atau utang luar negeri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan sumber pemenuhan pembiayaan utang pemerintah yang berasal dari dalam negeri seperti program burden sharing yang dilakukan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
Pada program ini, bank sentral menjadi pembeli siaga atau standby buyer dalam lelang surat berharga negara (SBN) melalui pasar perdana.
“Seolah-olah dari luar negeri saja (pembiayaan utang), sebetulnya tidak. Sebagian dari pembiayaan adalah besar dari dalam negeri,” ujarnya saat acara Outlook Perekonomian Indonesia Meraih Peluang Pemulihan Ekonomi 2021, Selasa (22/12).
Kementerian Keuangan juga menerbitkan surat utang negara ritel yang bisa dibeli langsung oleh masyarakat Indonesia dengan biaya sekitar Rp 1 juta.
"Sekarang ini yang beli masyarakat kita, Rp 80 triliun untuk [surat utang] ritel," kata Sri Mulyani.
Kementerian Keuangan mencatat total utang pemerintah kembali meningkat per Oktober 2020. Jumlahnya mencapai Rp 5.877,71 triliun atau terjadi peningkatan Rp 1.121,58 triliun jika dibandingkan periode yang sama 2019 yang totalnya Rp 4.756,13 triliun.
Jika dibandingkan September terjadi kenaikan Rp 120,84 triliun. Per September 2020, total utang pemerintah mencapai Rp 5.756,87 triliun.
Mengutip data APBN, total utang pemerintah yang mencapai Rp 5.877,71 triliun ini maka rasionya menjadi 37,84 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Adapun jumlah utang pemerintah senilai Rp 5.877,71 triliun ini terdiri dari surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 5.028,86 triliun dan pinjaman sebesar Rp 848,85 triliun.
Jika dilihat lebih detail lagi, total utang pemerintah yang berasal dari SBN terdiri dari SBN domestik sebesar Rp 3.782,69 triliun dan SBN valas sebesar Rp 1.246,16 triliun.
Sedangkan yang berasal dari pinjaman, terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 11,08 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 837,77 triliun.