Penurunan Bunga Kredit Masih akan Berlanjut

Upaya penurunan suku bunga memang sudah agresif dilakukan pemerintah.

ANTARA/Aprillio Akbar
Karyawan menghitung uang dolar AS di Kantor Cabang Plaza Mandiri, Jakarta, Rabu (18/3/2020). Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada Rabu (18/3) hingga pukul 10.09 WIB, nilai tukar rupiah melemah 140 poin atau 0,93 persen ke posisi Rp15.223 per dolar AS. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.
Rep: Novita Intan Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suku bunga kredit perbankan diproyeksikan masih berlanjut mengalami penurunan hingga paruh pertama 2021. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), rata-rata suku bunga kredit rupiah perbankan turun dari semua kebutuhan baik modal kerja, investasi, dan konsumsi yang masing-masing sebesar 9,38 persen, sebesar 9,01 persen, dan sebesar 11,05 persen pada Oktober 2020.

Baca Juga


Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan saat ini perbankan masih mendapat ruang yang cukup untuk penurunan suku bunga kredit. Hal ini seiring penurunan beban dana akibat naiknya tabungan masyarakat.

"Tren ini berpotensi berlanjut hingga kuartal pertama dan kuartal kedua tahun depan, dan akan menjadi stimulasi untuk meningkatkan kinerja sektor riil," ujarnya kepada wartawan, Jumat (1/1).

Menurutnya Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan sebesar 3,75 persen yang membuat beban dana perbankan semakin turun. Pemerintah pun ikut membantu efisiensi beban dana dengan melakukan penempatan dana pada bank-bank pelat merah dan bank daerah.

Di samping itu, dia juga menggarisbawahi perbankan tengah berupaya untuk meringankan beban debitur berkualitas untuk dapat lebih meningkatkan kinerjanya pada tahun depan.

Meski demikian, dia menjelaskan tren ini tetap tidak sepenuhnya baik bagi perbankan. Penurunan suku bunga kredit ini tetap diikuti dengan penurunan net interest margin perbankan sebesar 4,4 persen.

 

Menurutnya posisi ini tergolong cukup serius bagi perbankan yang tengah menghadapi rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) dan loan at risk yang cukup tinggi akibat pandemi.

"Saat ini harapan bergantung pada vaksin. Jika distribusi dapat dilakukan cepat dan terbukti ampuh, maka kinerja ekonomi dapat kembali lagi dan perbankan bisa sedikit meningkatkan suku bunga kredit termasuk net interest margin-nya untuk mengembalikan kinerja profitabilitas," jelasnya.

Sementara Ekonom senior The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menambahkan upaya penurunan suku bunga memang cukup agresif dilakukan baik pemerintah maupun Bank Indonesia. Hanya saja, Aviliani pun menggarisbawahi suku bunga kredit yang rendah tetap tidak menjadi acuan ekonomi dapat bergerak lebih cepat dan berkualitas.

"Kalau turun, iya, tapi kan toh belum terbukti baik untuk ekonomi. Bahkan kredit tumbuh negatif dan diikuti dengan kualitas kredit yang perlu diwaspadai," ucapnya.

 

Ke depan menurutnya pemerintah perlu lebih agresif mendorong kementerian teknis untuk mendorong banyak sektor-sektor produktif tahun depan. “Saat ini perbankan sedang mencari sektor produktif berkualitas agar penurunan suku bunga kredit dapat dikompensasi dengan pertumbuhan kredit yang berkualitas,” ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler