Memasuki Sekolah di Era Pandemi Covid-19

Pendidik dituntut mendesain media pembelajaran dengan memanfaatkan media daring

Memasuki Sekolah di Era Pandemi Covid-19 | Suara Muhammadiyah
Rep: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah) Red: suaramuhammadiyah.id (suara muhammadiyah)

Oleh : Linda Handayani, SPd, MPd


Corona Virus atau yang lebih dikenal dengan istilah Covid-19, berhasil mengubah kebiasaan baru yang kita lakukan sehari-hari baik dirumah, sekolah, tempat kerja, di jalan, dimanapun.

Selama 9 bulan terakhir kita hidup dengan berita tentang Covid-19, di TV, radio, media sosial atau media digital, obrolan dirumah, di kantor, di sekolah, di telp juga bicara soal Covid 19.

Berbagai reaksi yang ditunjukan masyarakat, ada yang sedih, cemas, takut, gemas, khawartir, marah-marah, tetapi juga yang tenang atau tetap percaya diri.

Situasi yang sama juga di alami oleh dunia pendidikan terutama pada lingkungan sekolah dan proses belajar mengajar bagi peserta didik di berbagai tingkatan mulai dari satuan pendidikan anak usia dini, sekolah dasar, sekolah menengah tingkat pertama dan sekolah menengah tingkat lanjutan.

Sudah 6 bulan di semester pertama, semua peserta didik melewati proses belajar mengajar pada masa pandemi Covid 19, Pendidik harus memastikan kegiatan belajar mengajar tetap berjalan, meskipun peserta didik berada di rumah.

Pendidik dituntut mendesain media pembelajaran dengan memanfaatkan media daring (dalam internet) online.

Pendidik dapat melakukan pembelajaran bersama di waktu yang sama menggunakan grup media sosial seperti WahtshApp (WA), telegram, Instagram, aplikasi zoom atau media lainnya yang dapat di digunakan sebagai media belajar di masa pandemi Covid 19.

Ini sesuai dengan Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19).

Dengan berbagai promblematikan dan keterbatasan yang dihadapi, tentu proses belajar mengajar tidak berjalan secara optimal, baik yang dialami oleh pendidik maupun peserta didik, bahkan orangtua atau walimurid yang ikutserta sebagai guru kedua selama belajar dirumah.

Sabtu pagi (19/12/2020), sesuai dengan kalender akademik, semua peserta didik di semua tingkatan baik negeri dan swasta, mendapat pembagian rapat hasil belajar selama pandemi, termasuk di lingkungan sekolah penulis SD Muhammadiyah 2 Sukaramai Banda Aceh.

Sebelum pembagian raport siswa yang dibagikan kepada walimurid, Penulis yang saat ini menjabat sebagai Kepala Sekolah, bersama dewan guru, komite sekolah serta para walimurid secara bertahap dan terbatas, dalam pertemuan tersebut hampir seluruh walimurid mengharapkan ke pihak sekolah untuk memulai tahun ajaran 2021 semester kedua dengan bertatap muka dan siswa belkajar di lingkungan sekolah.

Menginggat antusias walimurid yang ingin sekali anak-anak mereka sekolah tatap muka maka secara bertahap, kami dari pihak sekolah mensosialisasikan Gerekan Masyarakat Sekolah (GEMAS) yang menjadi kebijakan Walikota Kota Banda Aceh yang dicanangkan oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banda Aceh sejak 3 Desember 2020 yang di tandai dengan pembagian 1.081.174 Masker bagi siswa di seluruh Aceh, sekaligus peluncuran dunia pendidikan di Era News Normal atau kebiasaan prilaku baru selama wabah Covid-19. Di era ini, masyarakat sekolah, baik dari rumah ke sekolah dan atau dari sekolah ke rumah, wajib mematuhi protokol kesehatan dengan prinrip prilaku baru 3 M yaitu mencuci tangan, memakai masker dan menjaga jarak.

Terhitung sejak 19 Desember 2020 s/d 4 Januari 2021, semua peserta didik di semua tingkatan memasuki masa liburan sekolah dan pergantian tahun baru masehi. Hal yang sama juga dinikmati oleh para guru dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan (sekolah).

Namun beda halnya dengan Kepala Sekolah dan tim inti penggerak sekolah yang masa liburnya kali ini, juga harus memikirkan persiapan pembejaran tatap muka di awal tahun pembelajaran semester kedua.

Mulai dari sarana dan prasaran, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, penyediaan alat tes pengukur suhu, kebersihan MCK/toilet bersih dan layak anak, penataan ruang UKS, Desinfektan semua ruangan kelas, pustaka dan lingkungan sekolah, termasuk mendapatkan lembar persetujuan komite sekolah, orang tua/walimurid, pengawasan dari tenaga kesehatan, keamanan, pengurus yayasan (bagi swasta) dan juga aparatur desa setempat.

Istilah sekolah penggerak, di populerkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nadiem Kariem, Kemendikbud berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa di seluruh Indonesia.

Untuk mencapai tujuan ini, kemendikbud mensosilisasikan sekolah penggerak dengan mendemonstrasikan kepemimpinan pembelajaran (instructional leadership) terutama kepala sekolah berserta guru untuk menjadi penggerak utama  dalam meningkatkan kualitas hasil belajar siswa.

Untuk mewujudkan pendidikan terbaik bagi seluruh siswa, semua pemangku kepentingan harus diikutsertakan dalam menciptkan inovasi-inovasi kreatif pembelajaran yang memberikan dampak positif bagi kualitas siswa yang berkarakter.

 




Pendidik akan menjadi guru penggerak yang mengcetuskan program-program pemimpin pembelajaran yang berpusat pada murid dengan pendekatan kurikulum merdeka belajar.

Kurikulum merdeka belajar akan disusun oleh masing-masing satuan pendidikan/sekolah, di kurikulum inilah nantinya akan menggali potensi dan perkembangan siswa sesuai dengan kapasitas lingkungan sosial budaya dimana sekolah tersebut di dirikan.

SD Muhammadiyah 2 Sukaramai Banda Aceh, sedang mengupayakan program unggulan dengan kurikulum merdeka belajar yang di elaborasi dengan tanhfizul qur’an, al-ilsam dan keMuhammadiyahan, dengan penguasan kata dalam Bahasa Arab, Inggris dan Daerah.

Kebijakan merdeka belajar yang dilauching oleh Kemendikbud, memberikan kemerdekaan pada setiap unit pendidikan, satuan pendidikan untuk berinovasi.

Di sinilah ruang bagi sekolah penggerak untuk mengisi konsep pembelajaran yang ramah anak dan berbasis ekosistem.

Konsep yang akan dikembangkan harus menyesuaikan dengan kondisi dimana proses belajar mengajar berjalan, dengan memperhatikan sumber daya dan kearifan lokal, sisi budaya, agama, sosial-ekonomi, dan insprastruktur. Pola kemitraan dan kerjasama dengan berbagai pihak melalui MoU sangat penting untuk di gerakan, agar program-program yang dimiliki oleh berbagai pihak dapat diarahkan untuk mengembangkan pusat pembejalaran yang berpusat pada kualitas perserta didik.

Kemerdekaan belajar dalam kebijakan penghapusan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), oleh Kemendikbud menuntut kemampuan mandiri pada satuan pendidikan dan unit pendidikan.

Pemetaan Pendidikan Nasional yang tadinya dilakukan dengan pendekatan USBN dan UN yang berpusat pada kemampuan kademik siswa, dirubah menjadi Assement Nasional (AN) yang berpusat pada nilai akademik guru atau pendidik di satuan pendidikan.

Menurut penulis, Assesment Nasional yang berpusat pada standar pendidikan nasional, benar-benar harus memberikan ruang kemerdekaan belajar bagi siswa sekaligus memberikan dampak kualitas komptensi bagi peserta didik.

Pemetaan Mutu Pendidikan melalui assement nasional yang diberlakukan pada semua sekolah jenjang dasar dan menegah, perlu memiliki instrument yang mudah dan praktis digunakan, sepertih Assesment Kompetensi Minimum (AKM), yang mengukur literasi membaca dan numerasi sebagai hasil belajar kognitif, Survei karakter yang mengukur sikap, kebiasaan, nilai-nilai values, sebagai hasil belajar non kognitif. serta Survei lingkungan belajar untuk mengukur kualitas pembelajaran secara ekosistem.

Bagi Penulis, yang patut dipertahkan adalah Bahwa Assesment Nasional (AN) sebagai penganti UN, tidak mementukan kelulusan, tidak diberikan di akhir jenjang, hasilnya diharapkan jadi dasar perbaikan pembelajaran, dan hasil AN 2021 akan digunakan sebagai data baseline, tidak untuk menilai kinerja satuan pendidikan atau wilayah alokasi waktu dilaksanakannya AN.

Inilah yang menjadi perubahan yang sangat mendasar, karena AN tidak lagi mengevaluasi capaian perserta didika secara individu, tetapi mengevaluasi dan memetakan sistem pendidikan baik secara input, proses, dan hasil.

Kebijakan di atas, memberikan suasana baru pada dunia pendidikan kita, pertama terkait dengan News Normal karena kita masih berada pada Masa pademi Covid-19, diwaktu kebersamaan diberi ruang kemerdekaan belajar. Lalu, bagaiman menilai prestasi siswa?

Prestasi siswa tetap dapat dijalankan dan dievaluasi oleh pendidik pada satuan pendidikan berjalan. Hal ini berpijak pada UU Sisdiknas yang masih berlalu. Mari kita mengambut pendidikan di era news normal dengan tepat menjaga promkes dan disiplin 3 M (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak).

Linda Handayani, SPd, MPd Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 2 Sukaramai Banda Aceh, dan Alumni FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka Jakarta, Ketua Departemen Pengembangan Organisasi dan Kerjasama PW. Nasyiatul Aisyiyiah Aceh.

Lihat Artikel Asli
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.
Berita Terpopuler