Tempe dan Tahu Menghilang dari Warteg dan Tukang Gorengan

Tempa dan tahu menghilang dari menu makan warung Tegal hingga tukang gorengan.

muhammad subarkah
Tempe, tahu, dan oncom menghilang dari warung tegal.
Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mengawali tahun 2021 rakyat yang hidup di tengah Covid-19, kembali didera kesusahan. Beban hidup bagi rakyat bertambah. Makanan sehari-hari yang akrab menjadi menu wajid santapannya, yakni tahu, tempe, oncom dan sejenisnya menghilang dari lapak warung tempat mereka menghilangkan lapar.


Raibnya tempe dan tahu terlihat jelas ketika mengunjungi aneka Warung Tegal, Warung Masakan Padang, hingga tukang gorengan yang ada di kawasan Kebayoran Lama hingga Ciledug. Di tempat menu lauk pangan warung tersebut, kedua jenis lauk pauk makanan rakyat tak terlihat.

''Sejak tahun baru di Pasar sudah tak ada yang jual Mas. Pedagangnya ngomong tak ada lagi pengrajin tempe tahu yang buat. Mereka mogok,'' kata Mirna, seorang meilik Warung Padang di Kawasan Kebayoran Lama, Ahad (3/1).

Pernyataan yang sama juga ditegaskan para penjual makanan di warung makan yang lain. Di sebuah Warung Tegal yang ada di kawasan perbatasan Jakarta Barat- Tangerang berkata yang sama.

''Gak ada tempe tahu lagi. Sudah tiga hari nih. Gak ada yang jual. Katanya, kedelainya mahal banget,'' tegasnya.

Mememang semenjak awal tahun baru, entah mengapa penjual gorengan yang menjual tahu menghilang. Padahal mereka biasanya begitu rajin keliling kampung untuk menjajakan dagangannya dengan memakai mobil bak terbuka.

Alhasil, teriakan 'tahu goreng hanya lima ratus sebuah dan digoreng dadakan' mendadak raib. Begitu juga para pedagang gorengan yang mangkal di pinggir jalan. Menu tahu, tempe, hingga oncom serta makanan lain yang terbuat dari bahan kedelai mereka tak lagi sediakan.

''Mungkin para pembuatnya lagi liburan mas. Ini kan tahun baru,'' kata seorang pedagang gorengan pinggir jalan polos.

Harga Kedelai Naik, Pengrajin Tahu Putuskan Mogok Produksi Massal

Seperti diberitakan Republika, saat ini terjadi memang komoditi makanan terbuat dari kedelai tempe dan tahu menghilang dari pasaran ibu kota.

Naiknya harga bahan baku kedelai impor misalnya, telah membuat para pengrajin tahu di Bogor, mengikuti pengrajin tahu se-Jabodetabek. Mereka  melakukan libur produksi massal mulai 31 Januari 2020 hingga 2 Januari 2021.

Hal tersebut mereka lakukan sebagai bentuk protes kepada pemerintah karena tidak ada perhatian pada pengrajin tahu dan tempe mengenai kenaikan harga kedelai.

Sekjen Sedulur Pengrajin Tahu Indonesia (SPTI), Musodik mengatakan, sekitar 25 pengrajin tahu di Bogor yang tergabung dalam SPTI juga turut libur produksi. Mereka tersebar di daerah Parung, Jasinga, Cibinong, dan Leuwiliang, Kabupaten Bogor.

Termasuk di Bogor, kenaikan harga kedelai juga terjadi. Musodik merincikan, dua bulan lalu harga bahan baku kedelai masih Rp 7 ribu per-kilogram, kini sudah meningkat hingga Rp 9.200-9.500 per-kilogram.

“Yang naik itu ada dua jenis yang paling banyak dipakai para pengrajin tahu kelas besar, sedang, dan kecil. Yaitu Grade B dan Grade C, selama dua bulan itu naik nggak kira-kira,” ujar Musodik kepada Republika di Cibinong, Jumat (1/1).

Dengan naiknya harga bahan baku tersebut, para pengrajin tahu merugi karena keuntungan mereka kian berkurang. Bahkan, Musodik mengatakan, 30 persen pengrajin tahu kelas kecil se-Jabodetabek sudah berhenti produksi karena tidak mendapat banyak keuntungan

“Kami belum bisa memasarkan (tahu) kalau harganya dinaikin, jadi harus mogok dulu. Bahkan sudah ada yang off sebelum ada keputusan libur produksi massal ini, kebanyakan yang produsen kelas kecil,” tuturnya.

Dia menjelaskan, libur produksi atau mogok massal tidak hanya dilakukan oleh SPTI. Tapi juga oleh pengrajin tahu dan juga tempe hampir di seluruh Indonesia.

Dengan adanya libur produksi massal ini, dikatakan Musodik, pada pengrajin tahu berharap ada perhatian dari pemerintah, agar menekan harga kedelai segera turun. Juga untuk menaikkan harga produk mereka.

“Kami ingin menyelamatkan pengrajin tahu yang kecil-kecil. Kalau tidak segera dilaksanakan (turun harga kedelai atau naik harga produk), bukan hanya (pengrajin) tahu yang kecil saja yang terkena dampak, tapi lama-lama yang besar juga bisa tutup,” jelasnya.

Libur produksi ini, kata Musodik, akan diikuti dengan pengawasan bersama di pasar-pasar. Beberapa pasar di Bogor yang diawasi yakni Pasar Cileungsi. Pasar Anyar, Pasar Merdeka, dan Pasar Jasinga.

Sementara itu, salah seorang produsen tahu di Desa Cilebut Barat, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, bernama Dodo (37 tahun) juga akan melakukan aksi libur produksi massal. Sebab, dirinya juga merasakan kenaikan harga kedelai sejak sepekan terakhir.

"Sudah hampir seminggu ini kenaikannya. Sekarang Rp 9.400, padahal biasanya Rp 7 ribu per-kilo,” kata Dodo.

Pria yang sudah menjadi pengrajin tahu sejak tahun 2003 ini pun harus memutar otak agar usaha turun temurun dari keluarganya itu tidak gulung tikar. Alhasil, dirinya terpaksa mengecilkan ukuran tahunya agar biaya produksi tidak membengkak.

"Segitu juga (konsumen) protes, tahunya jadi kecil. Tapi dari pada harganya kita naikin," ungkapnya.

Oleh karena itu, dirinya berharap agar harga kedelai di pasaran kembali normal. Agar produksi tahu miliknya kembali normal dan bisa memenuhi kebutuhan pasar.

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler