Tahun Lalu, Singapura Catat Rekor Resesi Akibat Pandemi
PDB Singapura menyusut 5,8 persen sepanjang 2020, lebih baik dari perkiraan.
REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Negara dengan orientasi perdagangan, Singapura, mengalami resesi terburuknya pada 2020 karena pandemi Covid-19. Hanya saja, kontraksinya diperkirakan melambat pada kuartal keempat karena penurunan infeksi di masyarakat.
Seperti dilansir Reuters, Senin (4/1), produk domestik bruto (PDB) Singapura menyusut 5,8 persen sepanjang 2020, sedikit lebih baik dibandingkan perkiraan resmi, kontraksi 6,5 persen hingga enam persen. Sebelumnya, pemerintah memproyeksikan, ekonomi Singapura dapat tumbuh empat hingga enam persen tahun lalu.
Ini menjadi resesi terburuk di Singapura sejak kemerdekaan. Dilansir di South China Morning Post, Senin, 2020 merupakan pertama kalinya Singapura mengalami kontraksi setahun penuh sejak 2001, ketika pertumbuhan turun 1,1 persen setelah gelembung bisnis dot com pecah.
Kementerian Perdagangan dan Industri memperkirakan, kontraksi pada kuartal keempat mengalami perbaikan dengan menyusut 3,8 persen dibandingkan tahun lalu. Sedangkan, pada kuartal ketiga, kontraksinya mencapai level 5,6 persen. Ekonom yang disurvei Reuters memperkirakan penurunan 4,5 persen.
Para ekonom menilai, penurunan yang membaik pada kuartal keempat merupakan tanda pemulihan pada ekonomi. Namun, mereka memperingatkan, akselerasi pemulihan akan bergantung pada vaksinasi global dan bagaimana kinerja mitra dagang utama Singapura.
Singapura menjadi salah satu negara pertama di Asia yang mulai memvaksinasi penduduknya, yakni petugas kesehatan. Sementara itu, orang lanjut usia ditargetkan dapat mulai menerima suntikan pada bulan depan.
Ekonom dari Maybank Kim Eng, Lee Yu Je, mengatakan, aktivitas ekonomi pada kuartal keempat sebagian besar didorong sektor manufaktur akibat lonjakan permintaan terhadap semikonduktor dan farmasi.
Sektor konstruksi kini sedang memasuki masa pemulihan, meski tetap berada di bawah tingkat pra-pandemi. Selain itu, sektor jasa menghadapi pemulihan yang lambat dan tidak merata.
Kepala penelitian dan strategi perbendaharaan di Bank OCBC, Selena Ling, menjelaskan, sektor pariwisata, makanan dan minuman serta ritel yang terdampak signifikan oleh pandemi akan mendapatkan permintaan tambahan. Faktor utamanya, pelonggaran pembatasan aktivitas sejak 28 Desember yang sudah mulai mengizinkan pertemuan sosial hingga delapan orang.
"Kebijakan ini dapat membantu bisnis beberapa saat tanpa adanya pengunjung dari luar negeri," kata Ling.
Ia memproyeksikan, ekonomi Singapura pulih ke level empat hingga enam persen pada tahun ini. Tapi, beberapa bisnis kecil di Singapura masih harus berjuang untuk bertahan meskipun pemerintah membelanjakan 20 persen dari PDB untuk paket stimulus senilai 75,6 miliar dolar AS guna membantu bisnis dan warga.
"Kepercayaan bisnis dan konsumen tetap lebih rendah dibandingkan tingkat sebelum virus corona, sebagian karena pelemahan pasar tenaga kerja," katanya.
Sementara itu, Lee menunjukkan, Singapura diperkirakan mengalami pemulihan berbentuk U (U-shaped) dibandingkan dengan pemulihan berbentuk V selama wabah Sars pada 2003. Proyeksi ini menggambarkan, ekonomi Singapura akan kembali ke level pra pandemi pada 2022.
Para ekonom menyebutkan, proses vaksinasi yang lambat dapat menghambat pemulihan Singapura. Hal ini sudah terlihat dari beberapa mitra dagang yang masih harus melakukan pembatasan aktivitas, berjuang menahan laju penyebaran virus.
Lee memberikan contoh situasi di Malaysia yang mengalami lockdown berkepanjangan hingga berdampak pada disrupsi perdagangan dan arus tenaga kerja. "Gelombang Covid-19 baru di Hong Kong, Australia, Inggris dan Korea Selatan juga menghalangi pembukaan kembali daerah perbatasan," tuturnya.