Harga Kedelai Impor Naik, Tahu dan Tempe Alami Inflasi
Tahu dan tempe mengalami inflasi 0,06 persen dan 0,05 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, kenaikan harga kedelai impor telah memberikan kontribusi pada inflasi tahu dan tempe pada bulan lalu. Masing-masing mengalami inflasi 0,06 persen dan 0,05 persen secara bulanan (month to month/mtm).
Sebelumnya, data Kementerian Perdagangan menyebutkan, harga kedelai impor di tingkat perajin mengalami penyesuaian dari Rp 9.000 per kilogram pada November menjadi Rp 9.300 hingga Rp 9.500 per kilogram pada Desember. Artinya, terjadi kenaikan 3,33 persen sampai 5,56 persen.
Dampaknya, harga tahu dan tempe pun mengalami penyesuaian. “Namun demikian, kedua komoditas memberikan andil sangat kecil terhadap inflasi nasional," tutur Deputi Bidang Statistik, Distribusi dan Jasa BPS Setianto dalam konferensi pers virtual pada Senin (4/1).
Sementara itu, secara keseluruhan, kelompok makanan, minuman dan tembakau mencatatkan inflasi 0,38 persen pada Desember. Kenaikan harganya memberikan andil 1,49 persen terhadap inflasi bulan lalu yang sebesar 0,45 persen.
Andil kelompok ini menjadi yang terbesar pada Desember maupun sepanjang 2020. Menurut data BPS, makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi 0,91 persen dengan sumbangan hingga 3,63 persen terhadap inflasi 2020 yang sebesar 1,68 persen.
Cabai merah menjadi kontributor terbesar terhadap inflasi bulan lalu dengan andil 0,12 persen. Sementara itu, telur ayam ras dan cabai rawit memberikan sumbangan masing-masing 0,06 persen dan 0,05 persen.
Penyumbang terbesar kedua adalah sektor transportasi dengan andil 0,06 persen dan inflasi 0,46 persen pada bulan lalu. Setianto menuturkan, utamanya disebabkan oleh kenaikan harga angkutan udara dengan andil 0,05 persen terhadap inflasi Desember.
Di sisi lain, komponen perawatan pribadi dan jasa lainnya justru mengalami deflasi pada Desember, yakni 0,29 persen dengan andil 0,02 persen. "Ini adalah akibat dari penurunan harga emas perhiasan," kata Setianto.