Novel Perempuan yang Mendahului Zaman Cetak Ulang
Novel ini berkisah tentang Syekhah Hajjah Rangkayo Rahmah El Yunusiyah.
REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Insan dunia perbukuan tak perlu pesimistis menghadapi zaman nirkertas (paperless). Animo publik terhadap buku masih tinggi, sungguh pun kedatangan teknologi membuat buku versi digital memang sempat mengkhawatirkan.
"Ini kabar baik di awal tahun. Novel biografi Perempuan yang Mendahului Zaman dicetak ulang. Masih ada novel-novel akan dicetak ulang," ungkap Sastrawan Khairul Jasmi, Jumat (1/1).
Novel Perempuan yang Mendahului Zaman (PyMZ) diterbitkan oleh RepublikaPenerbit, November 2020. Masih terbilang baru dan mendapat sambutan positif dari masyarakat pembaca sastra negeri ini.
Penetrasi pasar buku sastra memang agak sulit, tetapi kini dibantu oleh promosi dan penjualan daring. Booming android sesungguhnya bukan ancaman jika ada kreativitas dalam promosi.
Akses terhadap buku justru lebih terbuka dari sebelumnya. Walau memang para penerbit dan penulis kini harus berhadapan dengan buku bajakan. Pembajakan buku kini masih terus berlangsung.
Sementara itu dalam hal buku digital, kelemahan yang terasa bagi sebagian orang yang belum terbudaya dengan versi ini. Seni membaca buku versi cetak belum terkalahkan.
Belum lagi soal tumpulkan file buku yang menyulitkan dan melupakan. Butuh trik pula dalam membaca pada versi digital.
"Novel Biografi memang berguna untuk membaca sejarah dalam bentuk lain. Ini juga pertimbangan dalam penulisan dan pertimbnagan kebutuhan bacaan bagi publik," ujar Khairul Jasmi.
Novel biografi PyMZ, kisah heroik Syekhah Hajjah Rangkayo Rahmah El Yunusiyah (1900-1969) dalam berjuang mendirikan pendidikan perempuan dan melawan kolonialisme, dicetak bulan ini. Sebelum novel ini, Khairul Jasmi menulis novel biografi Inyiak Sang Pejuang (ISP). Novel tentang Syeikh Sulaiman Arrasuly, pendiri Madrasyah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang dan pendiri Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dicetak Februari.
"Tentu saja ini membahagiakan, yang jelas sebagai penulis. Urusan kita ya menulis. Menulis itu kerja keabadian. Hidup seratus tahun lagi," kata dia mengutip Chairil Anwar.
Kabar ini juga hendaknya jadi kabar bahagia penulis lain untuk terus bergiat tiada henti. "Jangan surut karena keadaan yang sering kali sebenarnya tipuan-tipuan atas kebaruan yang terus datang dan pergi. Konsistensi, kira-kira begitu," kata putra Sungayang, Tanahdatar, Sumbar ini.
PENGIRIM/ PENULIS: Abdullah Khusairi