Polemik SHBG Pagar Laut Desa Kohod, Debat Nusron dan Kades, Benarkah Dulu Empang?

Area Pagar Laut di Desa Kohod itu dulunya disebut empat yang terabrasi.

Republika.co.id
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pagar laut masih menjadi perbincangan publik dalam sepekan terakhir. Setelah berlarut-larut, pemerintah akhirnya memutuskan untuk membongkar pagar laut tersebut secara bertahap.

Meski demikian, masih ada polemik yang tersisa. Polemik tersebut salah satunya yakni terkait status Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang ada di area perairan Pagar Laut di Desa Kohod.

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid memastikan sekitar 50 sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan hak milik (HM) pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten, telah diselesaikan dengan pembatalan.

Dari 50 sertifikat HGB/HM pagar laut yang secara resmi telah dibatalkan legalitasnya, antara lain, milik PT Intan Agung Makmur (IAM) di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten.

"Hari ini kami bersama tim melakukan pembatalan sertifikat, baik itu HM maupun HGB. Itu tempat terbitnya sertifikat HGB. Yang kami sebut nama PT IAM," katanya, kemarin.

Berdasarkan hasil penelitian dan evaluasi terhadap penerbitan sertifikat HGB dan HM pagar laut di kawasan pesisir pantai utara (pantura), Kabupaten Tangerang, Banten, khususnya di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji ini, dia menegaskan bahwa sertifikat itu berstatus cacat prosedur dan materiel batal demi hukum.

"Tata caranya proses menuju pembatalan itu dimulai dari cek dokumen yuridis. Kalau cek dokumen yuridis bisa kami lakukan di kantor, di balai desa juga bisa, tempat bisa ngecek-ngecek begitu," ucapnya.

Namun langkah ini masih juga menjadi polemik, karena muncul pandangan bahwa wilayah perairan yang telah dipagari di Desa Kohod dulunya adalah daratan sebelum terkena abrasi.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Desa Kohod terhadap Nusron Wahid. Keduanya pun sempat berdebat. Kepala Desa Kohod bersikukuh bahwa area itu sebelumnya adalah empang sebelum terkena abrasi. Kemudian dikasih batu sejak 2004 karena khawatir abrasi sampai ke permukiman.

Kuasa Hukum Agung Sedayu Group Muannas Alaidid, mengatakan, pagar laut yang telah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) yang mereka miliki, sebelumnya adalah daratan dan bukan laut. Daratan itu terabrasi sehingga menjadi laut.

 

Menurut Muannas, setelah dilakukan pengecekan dokumen pengajuan sertifikat yang diterbitkan tahun 1982, posisinya adalah daratan. Tidak itu saja, menurutnya, pihaknya pun mencocokkan dengan google earth, yang menunjukkan lahan SHGB dan SHM yang terkavling di sekitar kawasan pagar bambu di desa Kohod, bukan laut. Dulunya tempat itu adalah lahan bekas tambak atau sawah yang terabrasi.

"Kemudian cocokan dengan google earth yang SHGB dan SHM yang terkavling di sekitar pagar bambu, semua jelas menunjukkan bukan laut yang disertifikatkan, tapi lahan warga yang terabrasi lalu dialihkan sudah menjadi SHGB PT dan beberapa SHM di antaranya milik warga yang hari ini di soal," katanya.

Beli dengan prosedur

Agung Sedayu Grup (ASG) telah mengakui bahwa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) pagar laut di kawasan pantai utara (pantura), Kabupaten Tangerang, Banten adalah milik anak usaha PT Cahaya Intan Sentosa (CIS) dan PT Intan Agung Makmur (IAM) dengan sesuai prosedural.

Kuasa hukum Agung Sedayu Group Muannas Alaidid melalui keterangan tertulis diterima di Tangerang, Jumat menjelaskan bahwa dari kepemilikan SHGB atas nama anak perusahaannya itu tidak mencakup keseluruhan luasan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer (km).

Baca Juga


"SHGB di atas sesuai proses dan prosedur. Kita beli dari rakyat SHM," ucapnya.

Ia mengatakan, dengan kepemilikan Sertifikat Hak Guna Bangunan dibalik nama resmi itu pihaknya telah membayar pajak dan tertera SK surat ijin Lokasi/PKKPR. "Balik nama resmi bayar pajak dan ada SK surat ijin Lokasi/PKKPR," katanya.

Dalam hal ini, ditegaskan Muannas, bahwa pagar laut bersertifikat HGB yang dimiliki anak usahanya tersebut hanya berada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.

"Pagar laut bukan punya PANI, dari 30 km pagar laut itu kepemilikan SHGB anak perusahaan PIK PANI dan PIK Non PANI hanya ada di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji saja di tempat lain dipastikan tidak ada."

Keterangan Zaki

Mantan Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar mengatakan bahwa pagar bambu di laut pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, sudah ada sejak 2014, jauh sebelum proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 dibangun.

Pernyataan itu disampaikan Zaki merespons foto dirinya yang diunggah konsultan hukum proyek PIK 2 Muannas Alaidid melalui akun X @muannas_alaidid pada hari Rabu (22/1).

Dalam foto yang diunggahnya, terlihat Zaki berada di kawasan pantai utara (pantura) Tangerang dengan latar belakang pagar bambu yang disebut sudah ada sejak satu dekade lalu.

"Foto tahun 2014. Info saja bahwa tahun itu sudah ada pagar-pagar, tetapi tidak ada yang perhatikan. Tidak tahu siapa yang pasang. Tujuannya apa dan untuk apa. Kewenangan Pemkab Tangerang hanya di pesisir pantai, tidak sampai laut," kata Zaki dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.

Zaki mengaku tidak mengetahui secara pasti siapa yang memasang pagar bambu tersebut serta tujuan awal pemasangannya. Namun, dia menegaskan bahwa pagar itu sudah ada sejak lama, jauh sebelum proyek PIK 2 dimulai.

"Pada tahun 2014 belum ada program PIK 2 di Tangerang," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler