Sinyal BPOM: Izin Edar Darurat Vaksin Covid Segera Terbit

BPOM mematok target EUA bisa dirilis sebelum jadwal vaksinasi disiapkan pemerintah.

Antara/Nova Wahyudi
Anggota Brimob berjaga disamping truk yang berisi vaksin COVID-19 Sinovac saat tiba di gudang vaksin (cold room) milik Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, di Palembang, Senin (4/1/2020). Sebanyak 30.000 dosis vaksin COVID-19 Sinovac tiba di Palembang yang selanjutnya akan didistribusikan ke Kab/Kota.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra, Dessy Suciati Saputri, Nawir Arsyad Akbar

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberi sinyal bahwa izin penggunaan/edar darurat (EUA/Emergency Use of Authorization) vaksin Covid-19 segera terbit dalam waktu dekat. Juru Bicara Vaksinasi BPOM, Rizka Andalusia, mengungkapkan bahwa pihaknya mematok target EUA bisa dirilis sebelum jadwal vaksinasi yang disiapkan pemerintah.

Baca Juga



Bila mengacu pada garis waktu vaksinasi yang disiapkan pemerintah, artinya EUA vaksin Covid-19 bisa terbit dalam rentang pekan ini atau pekan depan. Pemerintah sendiri, melalui rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) pagi tadi, memastikan bahwa vaksinasi Covid-19 yang akan dilakukan terhadap tenaga medis segera dialukan pertengahan Januari 2021 atau pekan depan.

"Kami berupaya mengevaluasi segera setelah data kami terima. Dan diharapkan sebelum jadwal pelaksanaan vaksinasi dilakukan, EUA dapat diterbitkan," ujar Rizka dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Senin (4/1) sore.

Rizka menyampaikan, penerbitan izin edar darurat akan mengacu pada evaluasi terhadap data dukung keamanan, khasiat, dan mutu vaksin Coronavac produksi Sinovac. Data-data terhadap seluruh aspek tersebut didapat dari penelitian oleh produsen serta data uji klinik, dalam hal ini dilakukan oleh PT Bio Farma dan Unpad.

"Apabila berdasarkan hasil evaluasi tersebut dinyatakan vaksin Covid-19 memenuhi syarat keamanan, khasiat, dan mutu serta pertimbangan bahwa kemanfaatan jauh lebih besar daripada risiko, tentunya EUA dapat diterbitkan," ujar Rizka.

Khusus mengenai khasiat, BPOM akan memastikan vaksin Coronavac memenuhi dua parameter yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelum izin edar darurat diterbitkan. Kedua parameter tersebut adalah efikasi dan imunogenesitas.

Parameter efikasi, ujar Rizka, merupakan parameter klinis yang diukur berdasarkan persentase penurunan angka kejadian penyakit pada kelompok subjek atau orang yang menerima vaksin dibandingkan dengan kelompok subjek atau orang yang menerima plasebo pada uji klinis fase 3 yang dilaksanakan.

Sementara itu, parameter imunogenesitas merupakan parameter pengganti atau surrogate endpoint alias ukuran efikasi berdasarkan hasil pengukuran kadar antibodi yang terbentuk. Hasil pengukurannya bisa dikenal sebagai IgG, yang bisa terdeteksi setelah orang diberikan suntikan.

"Setelah kita mendapatkan data-data tersebut, maka dapat diberikan persetujuan penggunaan atau yang kita kenal EUA," kata Rizka.

Setelah UEA diberikan pun, BPOM masih punya tugas penting untuk mengukur tingkat efektivitas vaksin Covid-19 dalam menekan angka penularan. Pengukuran efektivitas dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama sejak program vaksinasi dilakukan kepada masyarakat.

"Jadi efektivitas vaksin diukur setelah vaksin digunakan secara luas di masyarakat, pada kondisi yang nyata di lapangan atau di dunia pelayanan kesehatan yang sebenarnya," kata Rizka.

Saat ini BPOM masih menunggu penyelesaian analisis data uji klinis fase tiga di Bandung untuk mengonfirmasi khasiat atau efikasi vaksin Coronavac. Data-data tersebut diperlukan untuk penerbitan persetujuan penggunaan darurat atau EUA.

Selain data uji klinis yang dilakukan di Bandung, BPOM juga mempertimbangkan hasil uji klinis di negara lain seperti Brazil dan Turki. Khususnya, ujar Rizka, terkait aplikasi vaksinasi terhadap orang di atas usia 60 tahun yang uji klinisnya dilakukan di Brazil.

Vaksin Coronavac sendiri tiba di Indonesia pada 6 dan 31 Desember 2020 lalu dengan total 3 juta dosis. Rizka menambahkan, BPOM selalu menjaga mutu dari vaksin melalui sampling dan pengujian secara berkala. Pada proses penerimaan vaksin di bandara, ujarnya, BPOM juga melakukan pengecekan kesesuaian dokumen serta kesesuaian suhu tempat penyimpanan vaksi coronavac di dalam envirotainer

Pemerintah belakangan memang sangat optimistis bisa segera menjalankan program vaksinasi Covid-19 untuk seluruh masyarakat di Indonesia. Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, pelaksanaan vaksinasi menunggu diterbitkannya EUA atau izin edar dari BPOM serta menunggu fatwa halal dari MUI.

“Tadi dilaporkan bahwa pemerintah akan segera memulai untuk melakukan vaksinasi yang dijadwalkan sekitar pertengahan bulan atau minggu depan,” ujar Airlangga saat konferensi pers usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (4/1).

Presiden Jokowi pun berpesan agar program vaksinasi ini dijalankan beriringan dengan peningkatan kedisiplinan masyarakat. Sebab, vaksinasi yang dilakukan terhadap 182 juta penduduk masih membutuhkan waktu yang cukup lama.

“Dan tentu diharapkan vaksinasi ini bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat namun tidak boleh melupakan kedisiplinan. Dengan vaksinasi, disiplin tetap perlu karena Covid-19 masih ada di global,” jelasnya.

Untuk diketahui, program vaksinasi untuk seluruh masyarakat Indonesia ini akan dilakukan dalam dua tahap selama 15 bulan. Tahap pertama yakni akan dilaksanakan pada Januari hingga April 2021 kepada 1,3 juta tenaga kesehatan dan 17,4 juta petugas publik di seluruh daerah. Kemudian tahap kedua akan digelar dari April 2021 hingga Maret 2022 kepada masyarakat lainnya.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi pun optimistis, program vaksinasi ini dapat dilaksanakan sesuai jadwal yang sudah ditetapkan. Mengingat, hasil uji klinis yang cukup baik di Brazil dan Turki serta hasil uji klinis tahap tiga dari Unpad.

“Sehingga kita rasanya cukup optimis untuk bisa sesuai dengan jadwal atau penjadwalan yang sudah kita susun bahwa vaksinasi ini bisa kita mulai pada minggu kedua atau ketiga dari Januari 2021,” jelas Siti Nadia, Ahad (3/1).

Menurut dia, pemerintah telah menyiapkan sarana dan prasarana untuk menjalankan program vaksinasi ini. Pemerintah akan memberdayakan seluruh fasilitas kesehatan yang ada di Indonesia.

Di Indonesia tercatat memiliki 13 ribu puskesmas, sekitar 12.500 rumah sakit, dan juga didukung oleh kantor kesehatan pelabuhan yang akan menjadi fasilitas layanan kesehatan untuk memberikan vaksinasi kepada seluruh masyarakat. Selain itu, pemerintah juga telah menyiapkan sekitar 30 ribu vaksinator yang siap memberikan vaksin kepada seluruh sasaran penerima.

“Jadi menurut kami, kita cukup yakin untuk bisa menyelesaikan vaksinasi ini dan didukung tentunya dengan SDM serta sarana prasarana yang saat ini sudah siap,” jelas Siti Nadia.  

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari PT Bio Farma Bambang Heriyanto menyampaikan, vaksin Covid-19 Sinovac mulai didistribusikan ke 34 provinsi pada Ahad (3/1). Pemerintah, kata dia, telah menyiapkan berbagai sarana dan prasarana untuk mendistribusikan vaksin ini.

“Betul, jadi mulai hari ini vaksin kita akan distribusikan ke 34 provinsi. Tentu ini sudah kita siapkan juga,” ujar Bambang saat konferensi pers secara daring, kemarin.

Anggota Komisi IX DPR Netty Prasetiyani mendesak pemerintah segera merilis hasil uji klinis vaksin Covid-19. Tujuannya, kata Netty, untuk menepis banyaknya hoaks terkait vaksin Covid-19 buatan Sinovac.

"Saat ini info melalui aplikasi komunikasi di handphone sangat cepat beredar. Jika tidak segera ditangani, hal ini berpotensi mengancam keberhasilan program vaksinasi," ujar Netty lewat keterangan tertulisnya, Ahad (3/1).

Pemerintah harus segera membangun kepercayaan masyarakat terhadap program vaksinasi, melalui komunikasi publik yang antisipatif. Sebab hoaks yang beredar melalui pesan percakapan tersebut dapat membuat masyarakat bingung, panik, bahkan dapat tak percaya terhadap pemerintah.

"Pemerintah harus segera mengumumkan hasil uji klinis Sinovac secara transparan, akuntabel, dan penuh kejujuran. Jangan ada yang ditutupi apapun hasil uji klinis tersebut," ujar Netty.

Ia juga meminta agar pemerintah memiliki kemampuan membangun komunikasi publik yang antisipatif, cepat, dan akurat. Agar masyarakat tak memperoleh informasi yang salah terkait vaksin Sinovac di media sosial.

"Harus menjelaskan kepada publik tentang informasi vaksin yang diklaim sebagai hoaks, serta pembuktian dari pemerintah secara kasat mata bahwa vaksin yang didatangkan bukan yang terpampang dalam foto dan berita hoaks yang beredar," ujar Netty.

BPOM dan LPOM MUI juga didorong agar segera menyelesaikan pekerjaannya. Sebab hasil uji klinis dijanjikan selesai dan diumumkan pada Desember 2020 atau Januari 2021.

"Segera umumkan tingkat keampuhan, material yang terkandung, efek samping yang mungkin timbul, serta kehalalan vaksin Sinovac dan vaksin lain yang sedang dalam masa uji klinis," ujar Netty.

Kelompok Prioritas Vaksinasi Covid-19 - (republika/mardiah)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler