Asosiasi Medis Sri Lanka Dukung Penguburan Muslim Covid-19
Sri Lanka mewajibkan semua jenazah Covid-19 dikremasi, termasuk Muslim.
REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Asosiasi Medis Sri Lanka (SLMA) menyimpulkan penguburan jenazah Covid-19 dapat diizinkan di Sri Lanka. Hal ini menyusul aksi protes dari internasional dan domestik untuk membela kebebasan Muslim.
Sebelumnya, Sri Lanka mewajibkan semua jenazah Covid-19 dikremasi, termasuk Muslim. Dalam pernyataannya, mereka mencatat kebijakan kejam pemerintah dan mengklaim orang-orang pada umumnya enggan bekerja mengikuti prosedur pengendalian Covid-19 yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Menurut SLMA, itu telah membuat banyak orang menghindari untuk mencari bantuan medis dan menyebabkan peningkatan jumlah kematian di rumah. Lebih dari 190 negara telah mengizinkan pemakaman Muslim, termasuk Myanmar. Sri Lanka tetap menjadi salah satu negara yang menolak upacara penguburan Muslim.
Reaksi internasional dan dalam negeri
Dilansir Tamil Guardian, Selasa (5/1), menanggapi kebijakan kremasi paksa Sri Lanka yang dilaksanakan pada 11 April, sejumlah kekuatan internasional menyatakan keprihatinannya atas hak-hak beragama di Sri Lanka, termasuk Inggris. Dewan Muslim Inggris mengancam akan mengambil tindakan hukum yang diperlukan untuk mengakhiri kebijakan kejam Sri Lanka.
Di seluruh Timur Laut, suku Tamil dan Muslim memprotes kebijakan dan menuntut pemerintah agar mengubah serta mematuhi pedoman yang diberikan oleh pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). WHO telah menyatakan mengubur jenazah Covid-19 aman.
Menanggapi protes ini, biksu Buddha Sinhala melakukan protes di dekat Sekretariat Presiden menuntut pemerintah mempertahankan kebijakannya. Para pengunjuk rasa menggemakan klaim yang dibuat oleh biksu Buddha Sinhala ekstremis Galagoda Gnanasara bahwa ekstremis Muslim berada di balik tuntutan penguburan Muslim.
Pertimbangan medis
Setelah pertemuan pada 31 Desember, SLMA menyimpulkan penguburan aman dilakukan karena infeksi Covid-19 hanya terjadi melalui jalur pernapasan tanpa bukti yang menunjukkan dapat melalui jalur lain seperti portal gastro-intestinal. Mereka melaporkan virus itu dapat berkembang di dalam sel hidup sehingga kecil kemungkinan dapat tetap menular di dalam tubuh mayat untuk jangka waktu yang signifikan.
Pada April, ketika pemerintah memutuskan menerapkan kebijakan kremasi paksa, Asosiasi Petugas Medis Pemerintah (GMOA) juga telah menerbitkan laporan yang membahas potensi strategi keluar Covid-19 yang mencakup usulan profil rasial Muslim. Ini diterbitkan secara daring sebelum segera dihapus.
Sri Lanka telah melaporkan 124 kematian akibat virus corona, 50 di antaranya adalah Muslim dan dikremasi secara paksa. Ada laporan lebih lanjut tentang Muslim yang dites secara negatif untuk Covid-19 tetapi hak penguburan mereka ditolak. Ini termasuk kasus Syekh dan seorang bayi berusia 20 hari yang dikremasi secara paksa.