Astronom Amati Proses Kematian Galaksi

Galaksi kehilangan sekitar 10 ribu gas seukuran Matahari setiap tahun.

Science Alert
Galaksi (ilustrasi).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para astronom telah mengamati galaksi jauh mulai mati. Galaksi mulai "mati" saat berhenti membentuk bintang. Pengamatan ini bisa menjadi terobosan besar dalam pemahaman tentang kosmos.

Dilansir dari The Independent pada Selasa (12/1), para astronom telah mendapatkan gambaran jelas tentang peristiwa spektakuler tersebut. Mereka berharap hal itu dapat menjelaskan proses yang menyebabkan kematian galaksi. Galaksi yang diamati kehilangan sekitar 10 ribu gas seukuran Matahari setiap tahun, yang berarti kehabisan bahan bakar untuk membuat bintang baru.

Sekarang sebagian galaksi jauh telah kehilangan hampir setengah dari gas itu. Dan karena masih menciptakan bintang dengan kecepatan ratusan kali lebih cepat dari galaksi Bima Sakti, galaksi jauh akan menggunakan sisa-sisa kekuatan hanya dalam beberapa puluh juta tahun untuk kemudian punah.

Baca Juga


Galaksi jauh ini berjarak 9 miliar tahun cahaya sehingga para astronom sebenarnya melihat peristiwa yang terjadi di alam semesta relatif muda, ketika kosmos baru berusia 4,5 miliar tahun.

Para astronom berpikir kematian dramatis galaksi itu disebabkan oleh tabrakan dengan galaksi lain. Hal ini berpotensi mengubah pemahaman tentang bagaimana peristiwa tersebut bisa terjadi. Saat kedua galaksi bertabrakan, mereka bergabung untuk membuat galaksi yang diamati oleh para astronom dan diberi nama ID2299.


Bukti tabrakan tersebut ditemukan dalam bentuk "ekor pasang surut" - aliran panjang bintang dan gas yang meluas ke ruang antarbintang. Petunjuk seperti itu biasanya terlalu redup untuk dilihat di galaksi yang jauh. Tetapi para peneliti menangkapnya walau secara tidak sengaja.

Kematian galaksi terjadi saat materi pembentuk bintang terlempar ke luar angkasa, meninggalkannya tanpa materi yang diperlukan untuk membuat bintang baru. Hingga saat ini, sebagian besar astronom percaya bahwa hal itu terjadi sebagai akibat angin yang meletus saat bintang terbentuk, dan lubang hitam yang berada di tengah galaksi.

Namun, penelitian terbaru menunjukkan tabrakan semacam itu dapat membunuh mereka juga. Makalah baru juga menunjukkan kedua peristiwa tersebut dapat dengan mudah bercampur.

Dengan demikian, penelitian sebelumnya yang tampaknya mengarah ke angin sebenarnya telah mengamati ekor pasang surut selama ini. Penelitian ini dilaporkan dalam makalah baru yang diterbitkan di jurnal Nature Astronomy.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler