Ada Lagi Aplikasi Sholat Diduga Jual Data Lokasi Pengguna

Aplikasi tersebut telah diunduh lebih dari 10 juta kali.

MEE/Faisal Edroos
Ada Lagi Aplikasi Sholat Diduga Jual Data Lokasi Pengguna. Aplikasi Slaat First yang disebut menjual data lokasi pengguna.
Rep: Kiki Sakinah Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah Muslim Pro, aplikasi sholat Muslim populer lainnya dituduh menjual data lokasi pengguna ke perusahaan teknologi yang memiliki hubungan dengan militer Amerika Serikat (AS). Sebelumnya, aplikasi sholat Muslim yang berasal dari Singapura, Muslim Pro, dituduh menjual data pribadi penggunanya kepada militer AS.

Baca Juga


Situs teknologi Vice's Motherboard melaporkan pada Senin (11/1), aplikasi sholat Salaat First menjual data lokasi pengguna ke Predicio, sebuah perusahaan Prancis yang sebelumnya merupakan bagian dari rantai pasokan data kompleks yang melibatkan kontraktor pemerintah AS yang bekerja dengan FBI, ICE, dan Perlindungan Perbatasan dan Bea Cukai.

Motherboard melaporkan, Predicio memperoleh kumpulan data besar dari pergerakan pengguna aplikasi yang akurat dari sebuah sumber. Sumber itu dikatakan prihatin karena informasi sensitif semacam itu berpotensi melacak Muslim yang menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Data tersebut dapat disalahgunakan oleh mereka yang membeli dan memanfaatkan data tersebut.

"Dilacak sepanjang hari memberikan banyak informasi, dan seharusnya tidak dapat digunakan melawan Anda, terutama jika Anda tidak menyadarinya," kata sumber itu, dilansir di Middle East Eye, Selasa (12/1).

Menurut situs teknologi tersebut, Salaat First ditemukan telah menjual data pengguna di Android. Aplikasi tersebut telah diunduh lebih dari 10 juta kali.

Pengembang aplikasi tersebut, Hicham Boushaba, tidak menanggapi permintaan komentar dari Middle East Eye. Namun, ia mengatakan kepada Motherboard bahwa pengumpulan data hanya dimulai jika aplikasi tersebut diunduh di Inggris, Jerman, Prancis, atau Italia.

Boushaba mengonfirmasi aplikasi tersebut mengirimkan data lokasi pengguna ke Predicio. Akan tetapi, dia menyebut telah memutuskan mengakhiri perjanjian pada 6 Desember 2020 menyusul skandal yang melibatkan aplikasi ibadah Muslim populer, Muslim Pro.

 

Motherboard melaporkan, sementara kebijakan privasi Salaat First di situsnya menyebutkan Predicio, menurut versi kebijakan yang diarsipkan dari Agustus 2020, aplikasi itu sendiri tidak berisi salinan atau tautan ke kebijakan privasi, yang melanggar kebijakan Google Play Store.

Seorang juru bicara Google mengatakan kepada Motherboard, Play Store melarang penjualan data pribadi atau sensitif yang dikumpulkan melalui aplikasi Play. "Kami menyelidiki semua klaim yang terkait dengan aplikasi yang melanggar kebijakan kami, dan jika kami mengknfirmasi adanya pelanggaran, kami mengambil tindakan," kata juru bicara Google.

Sementara itu, Predicio secara singkat menghapus situsnya setelah laporan yang muncul pada Senin. Ia juga mengeluarkan pernyataan yang mengatakan mereka tidak mendukung kasus pemerintah manapun, komersial, atau kasus penggunaan pribadi yang bertujuan untuk menggunakan data intelijen bisnis untuk mengidentifikasi etnis, agama, atau kelompok politik untuk pelacakan manusia atau identifikasi orang-orang dalam bentuk apa pun.

Salaat First adalah yang terbaru dari rangkaian aplikasi untuk Muslim yang ditemukan telah menjual data mereka ke perusahaan yang memiliki hubungan dengan pemerintah AS. Pada November 2020, Muslim Pro, yang memiliki hampir 100 juta unduhan di seluruh dunia, diungkapkan oleh Motherboard, telah menjual datanya ke perusahaan data X-Mode, yang kemudian menjual informasi tersebut kepada militer AS.

Berita itu memicu kecaman internasional dan menghidupkan kembali perdebatan tentang program pengawasan massal pemerintah AS terhadap Muslim setelah perang melawan teror. Council on American-Islamic Relations (CAIR), organisasi hak-hak sipil Muslim terbesar di AS, menyerukan penyelidikan kongres terhadap kemungkinan pengawasan atas Muslim Amerika. Mereka juga memperingatkan anggota kelompok agama untuk berhenti menggunakan aplikasi tersebut.

"Kami meminta Kongres melakukan penyelidikan publik menyeluruh tentang penggunaan data pribadi pemerintah untuk menargetkan komunitas Muslim di sini dan di luar negeri, termasuk apakah data ini digunakan untuk secara ilegal memata-matai target Muslim Amerika," kata direktur eksekutif nasional CAIR Nihad Awad pada November 2020.

Kemarin, Senator AS Ron Wyden, yang kantornya telah melakukan penyelidikan terhadap industri pialang data, mengatakan kepada Motherboard bahwa Google dan Apple perlu melarang semua pialang data yang curang dan menipu dari toko aplikasi mereka.

 

https://www.middleeasteye.net/news/another-muslim-prayer-app-found-be-tracking-its-users-locations-report

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler