Wagub DKI Ungkap Alasan Penghapusan Sanksi Denda Progresif

Wagub berharap walau tidak ada lagi denda progresif warga patuh pada prokes

Republika/Flori Sidebang
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menghapus aturan sanksi denda progresif bagi para pelanggar PSBB yang berulang. Hal itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19.
Rep: Flori sidebang Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menghapus aturan sanksi denda progresif bagi para pelanggar PSBB yang berulang. Hal itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 3 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19.


Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria mengatakan, alasan penghapusan sanksi denda progresif itu karena pihaknya telah menerbitkan Pergub Nomor 3 Tahun 2021. Ariza menyebut, Pergub tersebut mengacu pada Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19.

"Jadi sanksi denda progresif itu di Pergub 79, kenapa dihapuskan? Karena kita keluarkan Pergub Nomor 3 Tahun 2021 yang mengacu pada Perda Nomor 2 2020," kata Ariza di Balai Kota Jakarta, Rabu (20/1).

Dia menjelaskan, Pergub yang berlaku tidak boleh melebihi daripada Perda Nomor 2 Tahun 2020. Sebab, jelas Ariza, dalam Perda tersebut tidak diatur mengenai sanksi denda progresif.

"Karena di Perda-nya tidak ada (sanksi) progresif, jadi kita juga tidak ada progresif. Jadi jangan sampai Pergub membuat kebijakan melebihi daripada Perda," jelas dia.

Namun, Ariza berharap, meski tidak ada lagi sanksi denda progresif, masyarakat tetap taat dan disiplin dalam melaksanakan protokol kesehatan ketika beraktivitas. Dia menuturkan, Pemprov DKI akan terus berupaya meningkatkan kedisiplinan dan mengajak masyarakat menjadikan protokol kesehatan sebagai sebuah kebutuhan.

"Upaya-upaya kita kemudian kita buat, kita tingkatkan lagi, kampanye sosialisasi aparat-aparat dan dendanya tetap ada, enggak hilang. Sekalipun progresifnya tidak ada, tetap saja orang tetap didenda, cuma tidak progresif," ujarnya.

 

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mencabut sanksi denda progresif bagi pelanggar aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal itu tertuang dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 3 tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Perda Nomor 2 tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019.

Pergub Nomor 3 tahun 2021 itu diteken Anies pada Kamis, 7 Januari 2021 lalu. Dengan diterbitkannya Pergub tersebut, maka secara otomatis menggugurkan tujuh Pergub sebelumnya.

Dua Pergub di antaranya, yakni Pergub Nomor 79 tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakkan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019. Kemudian, Pergub Nomor 101 tahun 2020 tentang Perubahan atas Pergub Nomor 79 tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.

Sementara itu, dalam Pergub Nomor 3 tahun 2021 ini, Anies tidak menerapkan aturan sanksi denda progresif. Salah satunya terhadap pelanggar masker.

"Denda administratif paling banyak sebesar Rp 250 ribu," bunyi Pasal 3 Pergub Nomor 3 Tahun 2021 seperti dikutip Republika.

Hal tersebut berbeda dengan Pergub Nomor 79 tahun 2020 dan Pergub Nomor 101 tahun 2020. Dalam kedua Pergub tersebut dijelaskan bila tidak memakai masker secara berulang akan dikenakan sanksi denda secara berkelipatan, yakni sebesar Rp 250 ribu.

Kemudian, pelanggaran untuk yang kedua kalinya, warga dikenakan kerja sosial membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi selama 180 menit atau denda administratif paling banyak sebesar Rp 750 ribu.

Lalu, bila masyarakat melakukan pelanggaran berulang sebanyak tiga kali atau lebih, maka warga dikenakan sanksi kerja sosial membersihkan sarana fasilitas umum dengan mengenakan rompi selama empat jam atau denda administratif sebesar Rp 1 juta.

Selanjutnya untuk pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab perkantoran, tempat kerja, tempat usaha, tempat industri, perhotelan atau penginapan lain yang sejenis atau tempat wisata dapat dikenakan penutupan sementara paling lama 3x24 jam.

Sedangkan bila melakukan pelanggaran ulang satu kali akan dikenakan denda administratif sebesar Rp 50 juta dan pelanggaran ulang kedua akan dikenakan denda sebesar Rp 100 juta.

 

Lalu, bila melakukan berulang untuk ketiga kalinya para pelaku usaha, pengelola, penyelenggara perkantoran hingga perhotelan akan dikenakan denda administratif sebesar Rp 150 juta.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler