Pemulihan Ekonomi Eropa Tertinggal dari China dan AS
Ekonomi Eropa menyusut 0,7 persen dalam tiga bulan terakhir 2020.
REPUBLIKA.CO.ID, FRANKFURT – Ekonomi Eropa menyusut 0,7 persen dalam tiga bulan terakhir tahun lalu. Kebijakan lockdown kembali untuk menahan kebangkitan pandemi virus corona telah menekan ekonomi, terutama dunia usaha.
Penurunan dari kuartal sebelumnya tidak setajam yang dikhawatirkan oleh para ahli. Tapi, angka resmi yang dirilis pada Selasa (2/2) itu tidak dapat menghapuskan prospek yang lebih suram tahun ini, yakni 19 negara Eropa diperkirakan akan tertinggal dari Cina dan Amerika Serikat (AS) untuk bangkit kembali dari pandemi.
Angka hari Selasa dari agen statistik Eurostat menggarisbawahi tekanan ekonomi yang penuh dinamika terhadap Eropa. Penurunan mulai terjadi pada kuartal kedua ketika ekonomi Eropa kontraksi 11,7 persen yang menjadi penyusutan terdalam sejak perhitungan statistik dimulai pada 1995. Pada kuartal ketiga, ekonomi sempat rebound 12,4 persen hingga akhirnya kontraksi kembali.
Dilansir di AP News, Selasa (2/2), Gelombang infeksi virus korona pada musim dingin menyebabkan pemerintah memberlakukan kembali pembatasan aktivitas bisnis dan perjalanan. Meski demikian, beberapa sektor seperti manufaktur sudah lebih mampu menyesuaikan diri dibandingkan bisnis jasa seperti hotel dan restoran.
Jerman, ekonomi terbesar Eropa, tumbuh sedikit 0,1 persen pada kuartal keempat. Sementara itu, Prancis mengalami penurunan lebih kecil dibandingkan yang diperkirakan, yakni kontraksi 1,3 persen.
Secara keseluruhan, para ekonom memperkirakan, penurunan di zona euro akan mencapai 2,5 persen sepanjang 2020. Realisasinya lebih parah dari itu, zona euro menyusut hingga 6,8 persen.
Realisasi itu terjadi di tengah kekecewaan dan tudingan atas lambatnya distribusi vaksin di Uni Eropa. Sedangkan, Inggris yang sudah meninggalkan Uni Eropa (UE), memulai vaksinasi lebih awal dengan tingkat kecepatan yang lebih tinggi.
Kepala ekonom zona euro di Oxford Economics Nicola Nobile menyebutkan, data PDB zona euro lebih baik dibandingkan yang diperkirakan pekan lalu. "Prospek jangka pendek untuk ekonomi Eropa tetap masih dibayangi oleh situasi kesehatan yang menantang di beberapa negara dan peluncuran vaksinasi yang mengecewakan pada tahap awal," katanya.
Pembatasan aktivitas yang diberlakukan untuk dunia usaha tidak memperbaiki ketidakpastian itu, meskipun terjadi penurunan infeksi. Para pemimpin seperti Kanselir Jerman Angela Merkel memperingatkan, terlalu dini untuk bersikap tenang mengingat varian terbaru dari virus corona justru lebih menular dan mengancam.
Zona euro diperkirakan akan mencapai tingkat output ekonomi pra pandemi pada 2022, kata pejabat Bank Sentral Eropa (ECB). Proyeksi ini berbeda dengan China yang sudah berada di level produksi pra pandemi.
Sementara itu, untuk AS, diperkirakan akan kembali rebound seperti level 2019 pada pertengahan tahun ini. Dana Moneter Internasional (IMF) memangkas perkiraan pertumbuhan zona euro tahun ini menjadi 4,2 persen dari 5,2 persen.
Kepala ekonom IMF Gita Gopinath mengatakan, ada banyak faktor yang menyebabkan ketertinggalan Eropa. Di antaranya, pemerintah Eropa membatasi aktivitas secara lebih tajam untuk menyelamatkan nyawa dibandingkan kawasan lain.
Dampaknya, beberapa negara Eropa seperti Yunani, Spanyol dan Italia yang sangat bergantung pada pariwisata kini mengalami tekanan luar biasa.
Selain itu, Eropa memiliki usaha kecil dan menengah yang harus bekerja lebih keras daripada perusahaan besar. Sedangkan, usaha kecil ini tidak luput dari tekanan pandemi.