Stok Beras Bulog Kurang Sejuta, Pengamat: Hati-Hati
Situasi La Nina memunculkan banyak risiko untuk produksi beras yang akan dihasilkan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah meminta agar Perum Bulog terus melakukan penyerapan gabah maupun beras petani. Hal itu demi mengamankan situasi perberasan nasional sebagai stok cadangan di tengah adanya ancaman gangguan produksi akibat iklim La Nina.
Said mengatakan, situasi La Nina memunculkan banyak risiko untuk produksi beras yang akan dihasilkan pada musim panen raya Maret-April mendatang. Di mulai dari ancaman banjir, hingga serangan hama yang rentan meluas pada suhu udara lembab.
"Pemerintah, terutama Bulog harus mulai menghitung dua bulan ke depan beras cukup atau tidak, karena 950 ribu itu berisiko," kata Said kepada Republika.co.id, Rabu (3/2).
Seperti diketahui, stok beras Bulog sebelumnya selalu dalam rentang 1 juta-1,5 juta ton. Perubahan tersebut harus disertai dengan perhitungan yang tepat agar tidak menimbulkan masalah ketersediaan dan kenaikan harga beras di dalam negeri.
Masa pandemi Covid-19 yang masih berlangsung juga harus menjadi pegangan dalam setiap kebijakan. Pasalnya, ketika ketersediaan beras dalam negeri kurang dari kebutuhan, opsi impor juga tidak bisa dilakukan dengan leluasa.
Itu lantaran masalah yang terjadi dalam sistem logistik dunia maupun kebijakan mengamankan pangan di masing-masing negara produsen. Kendati demikian, Said memahami, turunnya persediaan beras Bulog karena ingin melakukan penyesuaian terhadap beban operasional yang cukup berat.
Oleh karena itu, pemerintah perlu memberikan instrumen yang lebih adil terhadap Bulog. Khususnya agar mampu menjalankan tugas stabilisasi harga yang optimal namun juga bisa menjalankan bisnis yang menguntungkan.
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, sebelumnya menyatakan, stok beras Bulog saat tersisa 950 ribu ton. Volume tersebut di bawah dari batas yang ditetapkan pemerintah sebesar 1-1,5 juta ton.
Ia mengatkan, stok tersebut merupakan cadangan beras pemerintah (CBP). Budi mengakui bahwa volume stok yang ada di bawah dari yang diminta oleh pemerintah. Namun, ia mengklaim stok tersebut tetap aman untuk kebutuhan penugasan pemerintah.
"Setelah dievaluasi dua tahun terakhir, stok CBP itu hanya diperlukan 800 ribu ton. Itu cukup untuk tiga kegiatan, yakni operasi pasar, bantuan bencana alam, dan bantuan sosial," kata Budi.
Di satu sisi, ia menuturkan Bulog harus memperhitungan kemampuan dalam melakukan penyimpanan beras dalam volume besar. Pasalnya, uang yang digunakan oleh Bulog untuk mengadakan beras adalah pinjaman bank komersial yang terdapat bunga.
Sementara bunga bank terus berjalan, penggunaan CBP harus sesuai izin pemerintah sehingga Bulog dalam situasi yang sulit. Selain itu, menurutnya, keputusan menjaga volume beras dalam rentang 1-1,5 juta ton adalah keputusan Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kemenko Perekonomian, bukan dituangkan dalam peraturan tertulis.
"Tidak ada aturan tertulis. Kita harus mulai hitung riil (kebutuhan) karena yang kita gunakan untuk membeli beras (petani) adalah pinjaman, walaupun nanti diganti oleh pemerintah," kata dia.
Meski demikian, Budi mengatakan, Bulog akan terus berupaya melakukan penyerapan gabah maupun beras miliki petani. Tahun ini, penyerapan CBP ditargetkan bisa mencapai 1,45 juta ton. Sementara itu, Bulog terus melakukan pengadaan beras komersial yang dapat diperdagangkan secara bebas.
"Kita akan serap gabah sebanyak mungkin untuk beras komersial sehingga nanti kita akan banyak menjual beras komersial," katanya.