Prof Nidom: Pemerintah Harus Cek Antibodi Penerima Vaksin

Nidom mengatakan target pemerintah sejauh ini hanya menyuntik.

Prof Nidom: Pemerintah Harus Cek Antibodi Penerima Vaksin. Guru Besar Biologi Molekuler Universitas Airlangga Prof. Chairul Anwar Nidom.
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin dari Professor Nidom Foundation (PNF) Prof Chairul Anwar Nidom meminta pemerintah mengecek terbentuknya antibodi pada masyarakat setelah menerima suntikan vaksin Covid-19 untuk memastikan vaksin tersebut efektif.

Baca Juga


Nidom mengatakan target pemerintah sejauh ini hanya menyuntik, bukan memantau apakah antibodi sudah terbentuk setelah pelaksanaan vaksinasi. "Para tenaga kesehatan yang suntik kedua kali harus tahu antibodinya berapa, jadi semisal sebulan lagi antibodinya turun harus minta vaksinasi lagi. Karena jumlah antibodi setiap individu berbeda," ujarnya, Rabu (3/2).

Untuk memastikan tidak ada virus usai dilakukan vaksinasi, ia menyarankan masyarakat terlebih dahulu terbebas dari virus. "Karena bisa saja orang divaksin belum bersih dan usai divaksin justru ada virus. Maka, setelah vaksinasi kedua harus ada pengecekan antibodi apakah sudah terbentuk atau belum melalui cek laboratorium," ucapnya.

Selain itu, Prof Nidom meminta masyarakat mewaspadai mutasi virus Covid-19, sebab meskipun antibodi sudah terbentuk setelah divaksin, belum tentu bisa melawan virus yang sudah bermutasi. Ia mencontohkan, sifat antibodi yang terbentuk dari vaksin tidak bisa membuat reaksi silang, jadi vaksin untuk melawan virus A, tidak bisa melawan virus A+1 .

"Selain mutasi berdampak pada efektivitas vaksinasi, juga sebaliknya vaksinasi bisa memicu terjadinya mutasi pada virus," katanya.

Baca juga : Pemerintah akan Terbitkan Aturan Vaksin Gotong Royong

 

Protein S (Spike) virus Covid-19, kata dia, sebagai pengantar masuknya virus ke sel manusia telah menjadi target utama pengembangan vaksin sekaligus analisis mutasi virus. Pola mutasi protein S yang terjadi sampai dengan 12 Januari 2021 meliputi A222, S477, D614, Q677 juga telah dituangkan dalam publikasi ilmiah oleh Grup Peneliti PNF.

Nidom mengungkapkan Tim PNF telah mengidentifikasi mutasi D614G yang ditemukan pada 103 isolat di Indonesia yang tersebar di berbagai daerah mulai dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jogjakarta dan Jawa Timur. "Data penyebaran Virus Covid-19 ini beserta mutasi lainnya, dapat dijadikan sebagai informasi dasar dalam membandingkan pola mutasi, yang selanjutnya dapat digunakan untuk kebijakan tindakan pencegahan dan konstruksi vaksin berbasis isolat lokal," katanya.

Ia pun menegaskan vaksin bukan satu-satunya intervensi untuk menekan kejadian Covid-19. Intervensi nonmedis juga harus tetap dilakukan dengan meningkatkan kepatuhan masyarakat pada protokol kesehatan yaitu dengan menjalankan 5-M.

 

"Intervensi medis maupun nonmedis merupakan bagian penting yang harus dilakukan secara terukur untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 di Indonesia," ujar dia.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler