Dewan Keamanan PBB Serukan Pembebasan Aung San Suu Kyi
Dewan Keamanan PBB menekankan perlunya Myanmar menegakkan demokrasi
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), pada Kamis (4/2) menyerukan pembebasan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi, Presiden Myanmar, dan tokoh lain yang ditahan militer. Namun, DK PBB tidak mengecam kudeta yang terjadi Senin (1/2) lalu.
Dewan Keamanan PBB yang beranggotakan 15 negara mengatakan dalam sebuah pernyataan yang disepakati melalui konsensus, yang menekankan perlunya Myanmar menegakkan demokrasi. "Menekankan perlunya menegakan lembaga dan proses demokrasi, menahan diri dari kekerasan, dan sepenuhnya menghormati hak asasi manusia, kebebasan fundamental, dan supremasi hukum," ujar pernyataan DK PBB.
Bahasa dalam pernyataan yang resmi dikeluarkan itu lebih lembut daripada draf asli yang disusun oleh Inggris. Pernyataan baru ini juga tidak menyebutkan kudeta, sebab tampaknya untuk mendapatkan dukungan dari China dan Rusia, yang secara tradisional melindungi Myanmar dari tindakan dewan yang signifikan. China juga memiliki kepentingan ekonomi yang besar di Myanmar dan hubungan dengan militer.
Misi China untuk PBB mengatakan, Beijing berharap pesan utama dalam pernyataan itu dapat diperhatikan oleh semua pihak dan mengarah pada hasil yang positif di Myanmar. Namun demikian, Reuters tidak dapat segera menghubungi pemerintah Myanmar untuk dimintai komentar.
Peraih Nobel Perdamaian Suu Kyi (75 tahun) tidak terlihat sejak penangkapannya, Senin lalu. Polisi telah mengajukan tuntutan terhadapnya karena mengimpor secara ilegal dan menggunakan enam radio walkie-talkie yang ditemukan di rumahnya.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan, militer Myanmar harus mundur. AS kini tengah mempertimbangkan perintah eksekutif yang dapat mencakup sanksi.
Biden mengatakan, AS tengah bekerja dengan sekutu dan mitra untuk menangani pengambilalihan para jenderal. "Tidak ada keraguan bahwa kekuatan demokrasi seharusnya tidak pernah berusaha untuk mengesampingkan keinginan rakyat atau berusaha untuk menghapus hasil pemilu yang kredibel," katanya.
Dua senator AS, satu Demokrat, dan satu Republikan, mengatakan mereka akan memperkenalkan resolusi pada Kamis (4/2) yang menyerukan militer Myanmar untuk mundur dari kudeta atau menghadapi konsekuensi, terutama sanksi.
Transisi Myanmar yang panjang dan bermasalah menuju demokrasi tergelincir pada Senin (1/2) ketika komandan militer Min Aung Hlaing mengambil alih kekuasaan. Alasan kudeta ini mengutip dugaan penyimpangan dalam pemilihan November yang dimenangkan oleh partai Suu Kyi dengan telak. Komisi pemilihan mengatakan pemungutan suara itu adil.