Kewajiban Orang Bangkrut Menurut Pendapat Imam Syafii
Terdapat kewajiban yang mesti ditunaikan orang-orang bangkrut
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Orang yang bangkrut atau pailit tidak boleh mengesampingkan hukum syariat mengenai status kewajibannya terhadap beberapa hal. Baik itu tenaga kerja, maupun kewajiban terhadap utang-utang yang belum terlunasi.
Imam Syafii dalam kitab Al-Umm Jilid 6 yang diterjemahkan dan diterbitkan oleh Republika Penerbit menjelaskan hukum kewajiban atas utang orang yang bangkrut. Beliau berkata: “Apabila seseorang mengalami pailit sementara dia masih menanggung utang-utang secara tempo, maka utang-utang itu masih bertempo (atau belum mengalami jatuh tempo), langsung mengalami jatuh tempo pada saat itu juga.
Hal ini dalam pandangan Imam Syafii disamakan seperti jatuh temponya utang seseorang yang meninggal dunia. Pendapat ini muncul dari fakta bahwa hartanya si orang pailit langsung berstatus mauquf seperti halnya harta orang meninggal.
Sehingga kemudian, harta itu digunakan untuk melunasi siapapun yang dia kehendaki. Dan dia masuk dalam hal ini bahwa apabila mereka menetapkan status hukum terhadapnya seperti kasus hukum orang meninggal, seyogyanya mereka memasukkan orang yang mengakui sesuatu untuknya bersama yang dia utangi.
Begitu pula, kata Imam Syafii, mereka mengeluarkan dari tangannya apa yang dia akui untuk seseorang seperti mereka melakukan itu pada orang sakit yang membuat pengakuan dan kemudian meninggal. Ada kemungkinan bahwa harta yang bersangkutan hendaknya dijual untuk orang yang utangnya sudah mengalami jatuh tempo.
Sementara, orang-orang yang utang-utangnya baru mengalami jatuh tempo di waktu belakangan, maka hendaklah pelunasannya juga ditunda. Sebab dia bukan orang meninggal, dan dapat dimungkinkan baginya memiliki harta itu, sedangkan orang meninggal tidak memiliki apa-apa.