Junta Militer Myanmar Minta Pegawai Negeri Kembali Bekerja
Min Aung Hlaing juga minta warga hentikan demonstrasi untuk hindari penyebaran covid.
REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Pemimpin junta militer Myanmar Min Aung Hlaing meminta pegawai negeri untuk kembali bekerja pada Kamis (11/2). Dia juga mendesak orang-orang menghentikan demonstrasi untuk menghindari penyebaran virus corona yang meluas.
Jenderal Senior Min Aung Hlaing menyampaikan protes untuk pertama kalinya di depan umum. Dia menuding ada orang-orag yang tidak bermoral dibalik gerakan pembangkangan sipil yang diikuti oleh petugas medis, guru, pekerja kereta api, dan pegawai pemerintah.
“Mereka yang sedang jauh dari tugas diminta segera kembali menjalankan tugasnya untuk kepentingan negara dan rakyat tanpa memusatkan perhatian pada emosi,” ujar Min Aung Hlaing.
Pada Kamis (11/2) ratusan pekerja memenuhi jalan-jalan di ibu kota Naypytiaw dan meneriakkan slogan-slogan antijunta. Mereka membawa spanduk yang mendukung pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.
“Sungguh lelucon! Dia pasti benar-benar sedang delusi karena meminta orang-orang yang memprotesnya untuk kembali bekerja," kata salah satu pengguna Twitter, yang diidentifikasi sebagai Nyan Bo Bo, menanggapi pernyataan Min Aung Hlaing.
Baca juga : Militer Myanmar Minta Bantuan Junta Thailand
Kudeta militer terjadi di Myanmar pada 1 Februari yang menggulingkan pemerintahan sipil. Militer menangkap Suu Kyi dan sejumlah tokoh politik berpengaruh lainnya. Selain itu, militer sempat mematikan layanan internet untuk membungkam kritik para aktivis dan masyarakat di media sosial. Kudeta militer tersebut menuai kecaman dan aksi protes besar-besaran di Myanmar.
Militer membenarkan pengambilalihan tersebut dengan mengatakan pemilu 8 November, yang dimenangkan oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dipimpin Suu Kyi adalah penipuan. Komisi Pemilihan Umum Myanmar menolak tuduhan tersebut.
Kelompok hak Asasi untuk Tahanan Politik mengatakan setidaknya 220 orang telah ditangkap sejak kudeta. Aksi protes tersebut telah menghidupkan kembali ingatan hampir setengah abad lalu ketika pemerintahan berkuasa dan banyak tragedi berdarah. Militer mulai melepaskan sebagian kekuasaan pada 2011.
Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kudeta militer di Myanmar. Washington akan mengidentifikasi target putarang pertama pada pekan ini dan mengambil langkah untuk mencegah para jenderal Myanmar memiliki akses ke dana pemerintah Myanmar yang disimpan di AS senilai 1 miliar dolar AS.
Menteri Keuangan Janet Yellen mengatakan AS siap untuk mengambil tindakan tambahan jika militer Myanmar tidak mengubah arah. Min Aung Hlaing dan jenderal top lainnya sudah berada di bawah sanksi AS atas pelanggaran terhadap Muslim Rohingya dan minoritas lainnya.