Insentif PPnBM Berpotensi Dorong Produksi Otomotif
Dengan pemberian insentif PPnBM, aktivitas manufaktur makin tunjukkan tren pemulihan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai, rencana pemerintah untuk memberikan insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) terhadap kendaraan tertentu akan mendorong peningkatan produksi mobil.
Diketahui, pemerintah berencana menurunkan PPnBM untuk kendaraan bermotor pada segmen kendaraan dengan cc kurang dari 1.500 untuk kategori sedan dan 4x2 secara bertahap per 1 Maret 2021. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan industri otomotif dengan local purchase kendaraan bermotor di atas 70 persen.
Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS), penjualan kendaraan bermotor, terutama mobil, sudah mulai menunjukkan perbaikan. Pada kuartal terakhir, produksi mobil naik 82,21 persen dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter to quarter/qtq), menyusul kenaikan 172,78 persen pada kuartal ketiga (qtq).
Secara tahunan, pertumbuhan produksi masih mencatatkan kontraksi, namun dengan tren membaik. Penurunannya mencapai 38,09 persen (year on year/yoy) pada kuartal keempat, lebih baik dibandingkan kontraksi 68,47 persen pada kuartal ketiga (yoy).
Andry menilai, dengan pemberian insentif PPnBM, aktivitas manufaktur semakin menunjukkan tren pemulihan. "Kalau adanya insentif ini, pasti akan membantu pabrikan dari industri otomotif," katanya saat dihubungi Republika.co.id pada Jumat (12/2).
Perbaikan itu terutama dirasakan pada pasar dalam negeri. Sebab, permintaan ekspor diperkirakan masih melemah seiring dengan penyebaran virus corona yang masih tinggi di banyak negara mitra dagang, sehingga menyebabkan aktivitas ekonomi lintas negara masih dibatasi.
Meski memberikan dampak positif, Andry menekankan, pemerintah harus memberlakukan insentif PPnBM secara berhati-hati. Pasalnya, dampak terhadap perekonomian tidak terlalu signifikan mengingat insentif hanya diberikan untuk jenis-jenis kendaraan tertentu. Selain itu, masyarakat yang mengonsumsi terbilang terbatas, yakni kelompok menengah ke atas.
Andry sendiri memperkirakan, dampak insentif PPnBM terhadap konsumsi hanya dirasakan dalam jangka pendek. Khususnya pada kuartal kedua, ketika diskon diberikan hingga 100 persen ditanggung pemerintah (DTP).
Pada bulan-bulan berikutnya, saat diskon insentif berkurang hingga 50 persen dan 25 persen, dampak ke perekonomian pasti menurun.
Apabila tidak dilakukan secara hati-hati, Andry cemas, stimulus ini justru hanya akan menekan pendapatan negara yang sebelumnya sudah terkontraksi dalam. "Jangan sampai, pendapatan dari PPnBM akan tergerus dan berikan dampak ke penerimaan negara secara keseluruhan," tuturnya.
Untuk saat ini, Andry menganjurkan pemerintah fokus pada penanganan pandemi terlebih dahulu. Ketika pandemi sudah usai, dampak stimulus akan lebih terasa untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi di kemudian hari.