Pro Kontra Insentif Pajak Mobil Nol Persen

Pengamat menyebut sebaiknya pemerintah fokus pada pengembangan mobil listrik

Antara/Aprillio Akbar
Pedagang memotret mobil bekas yang dipasarkan melalui media daring di Bursa Mobil Bekas WTC Mangga Dua, Jakarta, Rabu (23/9/2020). Pedagang mobil bekas setempat menolak usulan relaksasi pajak pembelian mobil baru sebesar nol persen yang diajukan Kementerian Perindustrian ke Kementerian Keuangan karena dapat menyebabkan harga mobil bekas dipasaran turun drastis.
Red: Elba Damhuri

REPUBLIKA.CO.ID.-- Oleh Adinda Pryanka dan Iit Septiyaningsih

Baca Juga


Kementerian Perindustrian melakukan relaksasi Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan bermotor secara bertahap selama 2021. PPnBM akan ditanggung pemerintah untuk kendaraan di bawah 1.500 cc dengan konten lokal 70 persen.

Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier mengatakan nilai keterkaitan ekonomi di dalam negeri yang masih tinggi termasuk local purchase material menjadi alasan pemerintah menanggung PPnBM kendaraan di bawah 1.500 cc. 

“Mengapa dipilih yang cc-nya 1.500 ke bawah karena nilai keterkaitan ekonomi di dalam negeri sangat tinggi termasuk local purchase material dan jasa di dalam negeri dan populasi share market sekitar mendekati 40 persen dari data empiris,” ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Ahad (14/2).

Menurutnya, pajak otomotif ada beberapa macam seperti PPnBM, pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak pertambahan nilai (PPN). Hanya saja pemerintah melakukan relaksasi pada PPnBM, sehingga diharapkan elastisitas harga mendorong masyarakat membeli produk industri otomotif ini.

“Dengan momentum lebaran juga mendorong masyarakat kelas menengah ke bawah untuk membelanjakan pembelian mobil nol persen PPnBM selama tiga bulan pertama,” ucapnya. “Nanti kita evaluasi pelaksanaan dan output kebijakan ini. Hal ini adalah exercise teknokrasi yang optimum bisa diberikan. Jika BBN dan PKB berkaitan dengan pendapatan daerah.”

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, pemberian insentif PPnBM diharapkan dapat mendorong konsumsi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas terhadap kendaraan bermotor.

"Selain itu, meningkatkan utilisasi industri otomotif dan mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tahun ini," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima, Kamis (11/2).

Pemberian insentif PPnBM merupakan bagian dari upaya pemulihan ekonomi nasional pada masa pandemi Covid-19. Khususnya terhadap industri manufaktur yang memiliki kontribusi ke Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 19,88 persen sepanjang tahun lalu.

Insentif berlaku setelah adanya revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang ditargetkan akan mulai diimplementasikan pada 1 Maret 2021.

Airlangga mencatat peningkatan produksi di industri otomotif akan terjadi seiring dengan skenario relaksasi PPnBM secara bertahap ini. Merujuk pada data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), peningkatan produksi diharapkan dapat terjadi hingga 81.752 unit.

Estimasi terhadap penambahan output industri otomotif juga diperkirakan akan dapat menyumbangkan pemasukan negara sebesar Rp 1,4 triliun. "Kebijakan tersebut juga akan berpengaruh pada pendapatan negara yang diproyeksi terjadi surplus penerimaan sebesar Rp 1,62 triliun," kata Airlangga.

Pemulihan produksi dan penjualan industri otomotif diyakini akan membawa dampak yang luas bagi sektor industri lainnya. Sebab, industri ini memiliki keterkaitan dengan industri lainnya (industri pendukung), di mana industri bahan baku berkontribusi sekitar 59 persen dalam industri otomotif.

"Industri pendukung otomotif sendiri menyumbang lebih dari 1,5 juta orang dan kontribusi PDB sebesar Rp 700 triliun," ujar Airlangga.

Industri otomotif merupakan industri padat karya dengan jumlah pekerja lebih dari 1,5 juta orang. Mereka terdiri dari lima sektor, yaitu pelaku industri tier II dan tier III (terdiri dari 1.000 perusahaan dengan 210 ribu pekerja), pelaku industri tier I (terdiri dari 550 perusahaan dengan 220 ribu pekerja), perakitan (22 perusahaan dan dengan 75 ribu pekerja).

Ada di sektor dealer dan bengkel resmi (14 ribu perusahaan dengan 400 ribu pekerja), serta dealer dan bengkel tidak resmi (42 ribu perusahaan dengan 595 ribu pekerja).

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho menilai, insentif Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) yang diberikan kepada industri otomotif hanya akan memberikan dampak ekonomi secara jangka pendek. Sebab, instrumen ini hanya ditujukan untuk beberapa jenis kendaraan dengan pasar yang segmented.

Pemerintah berencana menurunkan PPnBM untuk kendaraan bermotor pada segmen kendaraan dengan cc kurang dari 1.500 untuk kategori sedan dan 4x2 secara bertahap per 1 Maret 2021. Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan industri otomotif dengan local purchase kendaraan bermotor di atas 70 persen.

Secara tidak langsung, Andry mengatakan, insentif itu hanya ditujukan untuk beberapa merek. "Jadi, kalau dikatakan, insentif ini hanya akan mendorong konsumsi pada tingkat short term," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (12/2).

Andry memproyeksikan, dampak insentif hanya akan berasa pada periode Maret-Mei. Pasalnya, dalam rencana pemerintah, insentif dilakukan secara bertahap selama sembilan bulan dengan masing-masing tahap akan berlangsung selama tiga bulan.

Insentif PPnBM sebesar 100 persen dari tarif akan diberikan pada tahap pertama atau Maret-Mei. Pada tahap ini, Andry memperkirakan, dampak insentif terhadap konsumsi rumah tangga akan dirasakan paling signifikan.

Dorongan pada konsumsi perlahan menurun seiring dengan berkurangnya insentif PPnBM. Pada tahap kedua atau Juni-Agustus, insentif PPnBM diberikan sebesar 50 persen. 

Tahap terakhir, periode September-November, insentif PPnBM diberikan sebesar 25 persen. Besaran insentif ini akan dilakukan evaluasi setiap tiga bulan. 

Di sisi lain, Andry menambahkan, kendaraan dengan kriteria yang diberikan pemerintah cenderung menjadi konsumsi masyarakat kelas menengah ke atas. Sedangkan, di tengah ketidakpastian ekonomi akibat pandemi Covid-19, mereka masih belum berani banyak berbelanja. Mereka memilih menunggu penyebaran virus melandai terlebih dahulu untuk melakukan konsumsi.

Dengan berbagai faktor ini, Andry pesimistis, insentif PPnBM ditanggung pemerintah (DTP) ini akan memberikan dorongan terhadap pemulihan ekonomi seperti yang diharapkan pemerintah. 

"Untuk efek ke pertumbuhan ekonomi, saya rasa masih jauh. Dampaknya hanya dirasakan short term, tidak sampai satu tahun," katanya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penjualan kendaraan bermotor, terutama mobil, sudah mulai menunjukkan perbaikan. Pada kuartal terakhir 2020, produksi mobil naik 82,21 persen dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter to quarter/qtq), menyusul kenaikan 172,78 persen pada kuartal ketiga (qtq).

Secara tahunan, pertumbuhan produksi masih mencatatkan kontraksi, namun dengan tren membaik. Penurunannya mencapai 38,09 persen (year on year/yoy) pada kuartal keempat, lebih baik dibandingkan kontraksi 68,47 persen pada kuartal ketiga (yoy).

Pengamat Otomotif Bebin Djuana mengaku bingung dengan insentif pajak otomotif ini. "PPnBM nol rencananya diberlakukan untuk mobil listrik, sekarang diberlakukan bagi mobil di bawah 1.500 cc," ujar dia kepada Republika.co.id, Jumat (12/2)

Maka, lanjut Bebin, ke depannya perlu dilihat, seberapa kuat kebijakan itu bisa mendongkrak penjualan, sekaligus menggeser pasar mobil bekas ke mobil baru. 

"Kebetulan BCA sedang melepas program bunga ringan untuk KKB (Kredit Kendaraan Bermotor) berkaitan dengan HUT BCA pada Februari ini. Yang menjadi pertanyaan nanti, perpajakan mobil listrik seperti apa?" tuturnya. 

Di beberapa negara maju sudah lebih dahulu memacu rakyatnya agar beralih ke mobil listrik, pajaknya pun dibedakan. "Kita tunggu saja kebijakan selanjutnya sambil memantau pasar," kata Bebin.

Ia belum bisa memperkirakan efek atau dampak aturan tersebut terhadap industri otomotif. Alasannya, sulit menentukan harga ritel mobil karena setiap Agen Pemegang Merek memiliki rumusan masing-masing. 

"Dengan PPnBM nol persen, harga Toyota, Vios, atau Honda HRV, atau Suzuki R3 jadi berapa. Di APM punya rumusah sendiri-sendiri, jadi apakah relaksasi pemerintah bisa dinimmati masyarkat seluruhnya?" dia mempertanyakan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler