Anggota Komisi XI Apresiasi Penertiban Bank Himbara
Langkah Menteri BUMN menertibkan bisnis Himbara diyakini berdampak positif
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah Menteri BUMN Erick Thohir yang akan menertibkan bisnis bank himpunan milik negara (Himbara) diyakini berdampak positif semisal terhadap PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. Sebab bisnis perumahan subsidi yang menjadi fokus utama BTN juga mendapatkan perhatian dari menteri BUMN tersebut.
Anggota Komisi XI DPR Misbakhun mengatakan langkah tersebut akan memperkuat kinerja bank BUMN serta menghilangkan persaingan tidak sehat. "Saya setuju dengan wacana dari menteri BUMN agar bank fokus pada bidangnya masing-masing seperti BTN akan fokus sepenuhnya pada pembiayaan perumahan terutama perumahan bersubsidi. Lalu BRI fokus pada UMKM juga sangat bagus karena core competence serta pembidangan dan sejarah lahirnya BRI untuk mengurusi UMKM," ujarnya ketika dihubungi Republika, Ahad (14/2).
Menurut Misbakhun sudah sewajarnya BTN diberikan sepenuhnya anggaran kuota rumah bersubsidi. Sebab BTN memiliki sejarah panjang dan pengalaman serta data yang sangat memadai bagaimana mengelola sektor pembiayaan perumahan ini.
"BTN-lah yang saat ini berkorban dengan sangat luar biasa mencari pendanaan dan konsisten dalam lini pembiayaan perumahan ini," ucapnya,
Begitu juga dengan BRI, menurutnya, sejarah lahirnya BRI sangat berhubungan erat dengan sektor UMKM. Misbakhun menuturkan, pembidangan ini harus semakin dikuatkan dalam bentuk strategi dan visi misi dan diterapkan dalam sebuah arahan yang bisa diimplementasikan.
"Harus ada direction atau perintah yang sifatnya tertulis dan menjadi instruksi supaya yang menjadi keinginan menteri BUMN itu bisa dilaksanakan," ucapnya.
Misbakhun menekankan saat ini situasi ekonomi mengalami tekanan karena pandemi. Namun sektor perumahan khususnya rumah subsidi masih mengalami pertumbuhan.
Untuk itu, dia meyakini, sektor perumahan bisa menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi karena masih dibutuhkan masyarakat dan potensinya masih sangat besar dengan adanya backlog perumahan mencapai 7,5 juta unit rumah.
"Permintaan rumah subsidi juga masih tinggi dibandingkan rumah komersial dan sektor lainnya," ucapnya.
Melihat kondisi tersebut, lanjut dia, perumahan subsidi harus jadi fokus utama pemerintah kedepan dengan pembiayaan, pendanaan dan anggaran dialokasikan ke sektor tersebut.
"Dengan konsentrasi di sana pelan-pelan ekonomi bisa diangkat salah satunya dari perumahan bersubsidi," katanya.
Maka itu, pada masa pandemi ini dan melihat daya beli masyarakat terhadap rumah subsidi masih tinggi, Misbakhun menyarankan agar anggaran atau kuota rumah subsidi ditambahkan menjadi 400 ribu hingga 600 ribu unit. Jika ini bisa diterapkan maka pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia juga besar.
"Karena sektor ini pasarnya masih sangat luas dan dari sisi risiko juga sangat aman karena ada agunannya berupa rumah," ucapnya.
Sementara Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah menambahkan penyaluran dana bagi rumah subsidi dengan skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan rakyat (FLPP) sudah seharusnya diserahkan kepada perbankan yang berkomitmen dan sudah terbukti besar dan berhasil menyalurkannya.
“Kami setuju kalau penyaluran subsidi bagi rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) itu diserahkan kepada perbankan yang punya komitmen besar dan sudah terbukti merealisasikannya, seperti misalnya BTN,” kata Junaidi.
Menurutnya, bila penyaluran dana subsidi diberikan kepada semua perbankan justru tidak fokus. Apalagi bila progres penyaluran tidak sesuai apa yang diharapkan oleh pemerintah.
“Ya ngapain juga ikut kerja sama kalau penyaluran tidak sesuai, lebih baik kepada perbankan yang punya bukti jelas penyalurannya,” ucapnya.
Maka itu, dia juga berharap kepada pemerintah untuk menyalurkan dana rumah subsidi agar masyarakat kecil bisa segera mendapatkan rumah yang layak termasuk perbankan untuk mempermudah proses KPR dan aturan. “Untuk lebih cepat agar tidak belibet dan memberatkan konsumen ataupun juga developer,” ucapnya.
Ketua Umum DPP Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaja menilai sebaiknya dari total anggaran FLPP sebesar 60 persen dialokasi untuk BTN. Sedangkan bank-bank lain diberikan kuota 20 persen, sisanya 20 persen untuk cadangan kalau salah satu bank habis duluan.
"Maka sisa 20 persen cadangan bisa dialokasikan untuk kelompok bank yang habis duluan," ucapnya.