BTN Kejar Target Turunkan Kredit Macet Rp 1 Triliun
BTN akan melakukan perbaikan pada sisi penagihan dan penjualan aset.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk optimistis bisa menurunkan kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) dari 4,37 persen menjadi 3,5 persen pada tahun ini. Artinya perseroan harus bisa menurunkan kredit bermasalah hingga Rp 1 triliun.
Direktur Remedial and Wholesale Risk, BTN, Elisabeth Novie Riswanti mengatakan perseroan memiliki dua langkah strategis agar dapat mengejar target tersebut yakni perbaikan pada sisi penagihan dan penjualan aset.
"NPL tahun ini kita berharap bisa menurunkan sekitar Rp 1 triliun," ujarnya saat konferensi pers virtual, Senin (15/2)
Elisabeth menjelaskan pada aspek penagihan, BTN akan melakukan upaya restrukturisasi kredit kepada debitur yang menunggak cicilan, baik untuk konsumer maupun SME. BTN juga akan mengoptimalkan fitur e-call pada aplikasi mobile.
“Cara ini bisa mendukung proses bisnis di hulu sampai ke hilir. Jadi kita lakukan optimalisasi e-call kita, pakai mobile apps ini semua akan dukung proses bisnis kita," jelasnya.
Nantinya menurut dia perbaikan bisnis proses ini akan mengarah pada penjualan aset. Adapun proses penjualan aset juga tidak hanya lewat lelang tapi menjual ke instansi dalam skala yang besar.
“BTN juga akan bekerja sama dengan konsultan pemasaran untuk mencari dan memperluas jangkauan investor dalam menjual aset,” ucapnya.
Tercatat perseroan mencatat pertumbuhan aset sebesar 15,8 persen menjadi Rp 361,2 triliun. Pada 2019, aset BTN sebesar Rp 311,77 triliun.
Plt Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan aset BTN tumbuh 15,85 persen (yoy) menjadi Rp 361,2 triliun pada 2020. Posisi tersebut naik dari Rp 311,77 triliun dibandingkan periode sama tahun sebelumnya 2019.
“Peningkatan aset tersebut didukung beberapa indikator seperti dana pihak ketiga (DPK) yang terkumpul selama 2020 sebesar Rp 279,13 triliun. Angka ini naik 23,84 persen dibandingkan tahun lalu sebesar Rp 225,4 triliun,” ucapnya.
Menurutnya peningkatan DPK didominasi kenaikan giro sebesar 38,24 persen menjadi Rp 72,04 triliun per kuartal empat 2020. Dari peningkatan DPK tersebut, loan to deposit ratio (LDR) mengalami penurunan ke level 93,19 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar 113,50 persen.
"DPK menguat dengan cost of fund (CoF) yang membaik menjadi 4,79 persen pada 2020 dari sebelumnya 5,68 persen pada 2019,” ucapnya.