Setahun Usai Kerusuhan Anti-Muslim India
Sebelum kerusuhan, Muslim dan Hindu hidup bersama tanpa masalah.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Nisha Mewat ingat betul bagaimana ekstremis Hindu mulai menyerang Muslim di wilayahnya, Shiv Vihar di timur laut Delhi, Februari tahun lalu. Padahal awalnya, daerah itu merupakan percampuran dua agama yang rukun selama puluhan tahun.
"Tapi Februari lalu tiba-tiba berubah. Kami tidak menyangka (mereka) akan menghantam kami. Keluarga kami mengira kami aman di rumah," ujar Nisha (22 tahun) dikutip dari Aljazirah, Rabu (24/2).
Pada saat itu, selama beberapa hari, lingkungan Nisha mulai memanas karena konflik. Hal itu dipicu oleh massa Hindu yang menargetkan para Muslim karena memprotes UU Kewarganegaraan baru yang disahkan Pemerintahan Modi di bawah Partai Bharatiya Janata (BJP).
Beberapa hari setelah Nisha mengungsikan diri dari daerahnya dan berangsur kembali, konflik agama memang mulai mereda. Namun, masalah lain datang, pandemi Covid-19.
“Sebelum kerusuhan, Muslim dan Hindu hidup bersama tanpa masalah. Tapi begitu kami kembali setelah migrasi, jelas banyak hal telah berubah. Mereka telah berubah menjadi orang asing. Mereka meneriakkan 'perusuh' saat melihat kami,” kata Nisha.
Masalah agama kembali mencuat, setelah banyak media dan para pemimpin partai berkuasa melakukan kampanye. Mereka melakukan orasi bahwa, yang membawa virus ke India adalah acara Muslim Tabligh di New Delhi. Permusuhan pun kembali memanas.
“Mereka menyebut kami 'corona’. Jadi, kami berhenti keluar dari rumah. Kakak-kakak kami biasa keluar hanya untuk membeli bahan makanan. Setelah tiga-empat bulan, kami lalu menjual rumah," kata Nisha.
Lingkungan Nisha, hanya satu dari banyak daerah lain dengan konflik serupa. Konflik dengan kekerasan anti-Muslim yang menyebabkan lebih dari 50 orang meninggal di Ibu Kota India, New Delhi.
Migrasi dan Turunnya Harga
Kisah serupa yang berujung penjualan aset demi hidup, memang terjadi bagi banyak Muslim di India, seperti Mohammad Hanif. Dia menjual rumah berlantai duanya di Karawal Nagar yang dilanda kekerasan beberapa bulan pascakerusuhan. Kini, ia tinggal di akomodasi sewaan di Mustafabad.
Dia mengaku, harga properti saat itu turun drastis dari yang seharusnya. Menurut dia, sebelum kerusuhan, seharusnya harga rumah berkisar 18 lakh (Rp 349 juta). Namun, karena penjualan secara menyeluruh tertekan, ia menjual rumahnya pada warga non-Muslim senilai 12 lakh (Rp 232 juta).
Alih-alih menggunakan dananya untuk bertahan hidup, hasil penjualan rumah Hanif malah dijarah massa ekstremis Hindu di sana. Para makelar properti juga mengakui adanya penjualan tergesa-gesa dari mayoritas Muslim.
Hal itu, menyebabkan penjualan tertekan. “Sekitar 15-20 orang meminta saya untuk mencari penjual rumahnya. Sebagian besar adalah rumah tangga Muslim yang tinggal di lingkungan mayoritas Hindu,” kata Rizwan Khan, seorang broker properti.
Dampak Sosial
Sejauh ini, para kelompok HAM dan beberapa korban menuduh Kepolisian Delhi terlibat dalam kerusuhan tahun lalu. Pasalnya, mereka tidak berbuat banyak ketika massa Hindu mengamuk selama beberapa hari.
“Pada kesempatan Hari Republik (India), seluruh keluarga kami pindah ke tempat kerabat. Kami khawatir bentrokan akan meletus,” kata Shahnaz Shaikh, penduduk Shiv Vihar yang terkena dampak kekerasan.
Aktivis sosial Aasif Mujtaba mengatakan, aksi unjuk rasa diselenggarakan oleh kelompok sayap kanan Hindu di bylanes Shiv Vihar bertepatan dengan peresmian kuil Ram di Ayodhya di negara bagian utara Uttar Pradesh.
“Komunitas Muslim ketakutan ketika mereka melihat kerumunan berkeliaran di jalan-jalan meneriakkan slogan-slogan yang tidak pantas, tetapi sangat sedikit yang dilakukan oleh polisi dan pemerintah untuk mengatasi masalah komunitas Muslim,” kata Aasif.
Menanggapi hal tersebut, partai yang kini berkuasa, BJP, mengakui adanya migrasi Muslim dari komunitas campuran. Kendati demikian, mereka menyerukan agar dibentuknya insiatif membangun kepercayaan di komunitas tersebut.
“Sangat disayangkan, setelah kerusuhan, jarak antara dua komunitas semakin melebar di wilayah tersebut. Rakyat dan pemerintah Delhi serta pemerintah pusat harus duduk bersama dan menyelesaikan masalah ini, ” ungkap juru bicara BJP di New Delhi Harish Khurana.