Sholat Subuh Terakhir Cucu Rasulullah
Wafatnya Husaiin merupakan musibah yang begitu besar.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perang Thaf di Karbala berujung pada kematian al-Husain. Tragedi pada tahun 61 Hijriyah itu merupakan musibah yang begitu besar.
Dikutip dari buku Hasan dan Husain the Untold Story karya Sayyid Hasan al-Husaini, hari itu, tanggal 10 Muharram, kumandang azan memecah keheningan subuh, dan itulah soalat subuh terakhir al-Husain bersama para pengikutnya.
Ketika itu, jumlah mereka hanya 73 orang prajurit: 33 orang berkuda dan 40 orang lainnya berjalan kaki. Di antara mereka terlihat sejumlah pemuda terbaik dari kalangan Ahlul Bait. Saat itu, tidak ada seorang pun di muka bumi ini yang seperti mereka (Al-Isti'ab).
Pagi harinya, al-Husain menuju tenda untuk mempersiapkan diri. Dia mandi di sana, melumuri tubuhnya dengan serbuk penghilang bulu, dan mengoleskan banyak minyak kesturi di tubuhnya (Al-Bidayah wan Nihayah). Setelah itu, langkah kakinya tertuju ke kuda miliknya. Dia menaikinya sambil memegang mushaf yang kemudian diletakkan di hadapannya.
Al-Husain lalu memacu kudanya menuju pasukan yang masih tersisa. Sambil menengadahkan kedua tangan, dia berdoa: "Ya Allah, hanya Engkau yang aku percaya dalam setiap musibah, hanya Engkau harapanku dalam setiap kesulitan, dan hanya Engkau yang aku yakini dalam apa pun yang menimpaku. Engkaulah satu-satunya pemberi semua nikmat dan pemilik segala kebaikan" (Siyar A'lamin Nubala).
Al-Husain mulai memobilisasi pasukan dan membagi tugas guna menyongsong peperangan (Tarikh ath-Thabari). Zuhair bin al-Qain ditempatkan sebagai komandan sayap kanan, Habib bin Muzhahir sebagai komandan sayap kiri, sedangkan panji peperangan diserahkan kepada saudaranya sendiri, al-Abbas bin Ali.
Para wanita dan anak-anak diamankan di dalam tenda bagian belakang. Sebelumnya, al-Husain memerintahkan agar melindungi mereka dengan tumpukan kayu dan rotan yang dibakar sehingga musuh tidak dapat menerobos dari arah tersebut (Tarikh ath-Thabari).
Sementara itu, pasukan Kufah semakin mendekati al-Husain. Mereka menyaksikan kobaran api yang melahap kayu bakar dan rotan di bagian belakang tenda. Melihat itu, Syamr bin Dzul Jausyan berkomentar dengan angkuh: "Wahai al-Husain, rupanya kamu ingin segera mencicipi api di dunia ini, sebelum api neraka di akhirat kelak!" Al-Husain membalas: "Kamulah yang lebih pantas dibakar di dalamnya!" (Al-Kamil fit Tarikh).