Jepang akan Hentikan Bantuan Pembangunan ke Myanmar
Jepang akan membujuk junta militer Myanmar untuk solusi demokrasi melalui dialog.
REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Surat kabar Jepang melaporkan Negeri Sakura menyelesaikan rencana untuk menahan bantuan baru ke Myanmar. Langkah itu diambil saat negara- negara Barat sudah memberlakukan sanksi dan mengancam mengambil langkah lebih lanjut pada militer Myanmar yang melakukan kudeta pada awal bulan ini.
Asahi Shimbun mengutip sejumlah sumber yang mengatakan pemerintah Jepang menahan diri untuk menyebut penangguhan bantuan Badan Bantuan Pembangunan (DOA) itu sebagai 'sanksi'. Surat kabar itu juga melaporkan Jepang akan membujuk junta militer Myanmar untuk meraih solusi demokrasi melalui dialog.
Ditanya mengenai laporan tersebut Kepala Kabinet Katsunobu Kato mengatakan tidak ada yang benar mengenai laporan itu. Tapi, ia tetap membuka kemungkinan perubahan kebijakan bantuan pembangunan.
"Mengenai bantuan ekonomi untuk Myanmar kami akan memantaunya dengan hati-hati tanpa prasangka dan mempertimbangkan berbagai opsi," kata Kato dalam konferensi pers, Kamis (25/2).
Kantor berita Jepang, Kyodo News juga mengutip sejumlah sumber yang mengatakan pemerintah mempertimbangkan untuk menahan bantuan ke Myanmar. Jepang memiliki hubungan baik dengan Myanmar.
Negeri Sakura menahan diri untuk mengambil sikap tegas terhadap junta militer. Walaupun sekutu-sekutu dekatnya seperti Amerika Serikat (AS) sudah memberlakukan sanksi pada militer Myanmar atas kudeta 1 Februari lalu.
Tokyo salah satu pemberi dana hibah terbesar Myanmar. Dalam beberapa tahun terakhir perusahaan-perusahaan Negeri Sakura juga sangat agresif mengembangkan bisnis mereka di sana itu. Jepang juga khawatir bila hubungan mereka dengan Myanmar renggang negara Asia Tenggara itu dapat semakin mendekat ke China.
Organisasi hak asasi manusia Human Rights Watch dan Justice for Myanmar mengirimkan surat bersama ke Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi. Mereka mendesak Jepang menekan pemimpin-pemimpin kudeta untuk mengembalikan kekuasaan pada pemerintahan terpilih dan menghormati hak asasi manusia.