Inggris Jatuhkan Sanksi Tambahan kepada 6 Jenderal Myanmar
Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing di antara jenderal yang diberi sanksi
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris menjatuhkan sanksi tambahan kepada enam tokoh militer Myanmar, termasuk panglima tertinggi terkait pelanggaran hak asasi manusia setelah kudeta.
Sebuah pernyataan dari otoritas Inggris pada Kamis mengatakan sanksi ini mengikuti sanksi sebelumnya yang diberlakukan pada berbagai tokoh di negara Asia Selatan itu. Keenam tokoh militer itu dijatuhi sanksi karena "pelanggaran hak asasi manusia yang serius," sehingga menambah 19 tokoh yang sebelumnya dimasukkan ke dalam daftar sanksi oleh Inggris.
"Departemen Perdagangan Internasional akan memimpin mekanisme untuk memastikan bahwa dunia bisnis Inggris tidak berdagang dengan perusahaan milik militer Myanmar," ujar pernyataan itu.
"Ini mengikuti langkah untuk memastikan bantuan dari Inggris digunakan secara tidak langsung untuk mendukung pemerintah yang dipimpin militer, bantuan ditangguhkan dan difokuskan kembali pada yang paling miskin dan paling rentan di Myanmar," ujar mereka.
Inggris sekarang telah menunjuk semua anggota militer Dewan Administrasi Negara [SAC], yang dibentuk setelah kudeta untuk menjalankan fungsi negara.
“Paket sanksi hari ini mengirimkan pesan yang jelas kepada rezim militer di Myanmar bahwa mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia akan dimintai pertanggungjawaban, dan pihak berwenang harus menyerahkan kembali kendali kepada pemerintah yang dipilih oleh rakyat Myanmar,” kata Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab.
"Pesan saya kepada rakyat Myanmar sederhana - Inggris bekerja sama dengan mitra internasional kami untuk mendukung hak kalian atas demokrasi dan kebebasan berekspresi," tambah dia.
Enam jenderal yang dikenai sanksi adalah Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing, Sekretaris SAC Letjen Aung Lin Dwe, Sekretaris Gabungan Letjen SAC Ye Win Oo, Jenderal Tin Aung San, Jenderal Maung Maung Kyaw, dan Letnan Jenderal Moe Myint Tun.