Usai Demo Mematikan, Warga Myanmar Kembali Turun ke Jalan
Sebanyak 18 orang tewas dalam demonstrasi akibat tindakan keras keamanan Myanmar
REPUBLIKA.CO.ID, KALE -- Satu hari usai unjuk rasa mematikan yang menewaskan 18 orang, masyarakat Myanmar kembali turun ke jalan untuk memprotes kudeta militer 1 Februari lalu. Pengunjuk rasa di Kota Kale membawa poster foto pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan bersorak 'tujuan kami, demokrasi'.
Dalam siaran langsung yang ditayangkan di Facebook, Senin (1/3) terlihat sekelompok orang memakai helm berkumpul di jalanan Kota Lashio. Mereka meneriakkan slogan saat polisi berjalan ke arah mereka. Warga Kota Bagan juga berunjuk rasa di pusat kota.
Kudeta 1 Februari lalu menahan perjalanan Myanmar menuju demokrasi setelah hampir 50 tahun dikuasai militer. Pengambilalihan kekuasaan secara paksa itu dikecam negara-negara Barat dan mendorong puluhan ribu orang turun ke jalan.
Pada Ahad (28/2) kemarin, polisi Myanmar melepaskan tembakan ke arah pengunjuk rasa di demonstrasi anti-kudeta paling mematikan bulan ini. Media, sumber medis, politik dan warga setempat melaporkan 18 orang tewas dan sejumlah orang terluka.
Polisi melepaskan tembakan di beberapa wilayah di pusat ekonomi Yangon. Setelah granat kejut, gas air mata dan tembakan di udara gagal membubarkan massa pengunjuk rasa.
Gambar yang diambil media lokal memperlihatkan pengunjuk rasa yang terluka dibopong oleh rekan-rekannya. Salah seorang dokter mengatakan satu orang pria tewas dengan luka tembakan peluru karet di dadanya.
Kementerian Luar Negeri Indonesia mengeluarkan pernyataan yang mengatakan Indonesia sangat prihatin dengan meningkatnya kekerasan di Myanmar yang telah menyebabkan korban jiwa dan luka-luka. Indonesia juga duka cita dan belasungkawa yang mendalam kepada korban dan keluarga korban.
"Indonesia menyerukan agar aparat keamanan tidak menggunakan kekerasan dan menahan diri guna menghindari lebih banyak korban jatuh serta mencegah situasi tidak semakin memburuk," kata Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam pernyataan tersebut.
Pelapor Khusus PBB untuk hak asasi manusia di Myanmar, Tom Andrews mengatakan sudah jelas junta akan melanjutkan kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Karena itu ia meminta masyarakat internasional untuk meningkatkan tekanan pada pemerintah militer Myanmar.
Ia mengusulkan agar dunia mengembargo senjata ke Myanmar, menambah sanksi pada mereka yang terlibat dalam kudeta dan bisnis-bisnis yang dikendalikan PBB. Andrews mendorong Dewan Keamanan PBB memberikan rujukan ke Mahkamah Pidana Internasional.
"Kata-kata kecaman diterima tapi tidak cukup, kami harus bertindak, mimpi buruk di Myanmar yang terbentang di depan mata kita akan bertambah buruk, dunia harus bertindak," kata Andrews.