4 Penyebab Kinerja Penerimaan Pajak 2020 di Bawah 90 Persen
Sejumlah jenis pajak terpengaruh efek pemberian insentif untuk memulihkan ekonomi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sepanjang 2020 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 1.069,98 triliun. Nilai ini meleset dari target yang ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebesar Rp 1.198,82 triliun.
“Dengan trajectory realisasi kuartal IV 2020 ditargetkan sebesar 100 persen, maka untuk kuartal IV 2020 capaian indeks kinerja utama (IKU) persentase realisasi penerimaan pajak sebesar 89,25 persen,” tulis Laporan Kinerja DJP 2020 seperti dikutip Selasa (9/3).
Berdasarkan laporan tersebut, penerimaan pajak sampai kuartal IV 2020 ditopang oleh penerimaan pajak penghasilan (PPh) nonmigas yang berkontribusi sebesar Rp 560,67 triliun atau 52,41 persen. Selanjutnya, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sebesar Rp 448.39 triliun atau 41,91 dari total penerimaan.
Selanjutnya PPh Migas sebesar Rp 33,18 triliun atau 3,10 persen. Sedangkan pajak bumi bangunan dan pajak lainnya berkontribusi sebesar Rp 27,73 triliun atau 2,59 persen. Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, penerimaan pajak mengalami kontraksi sebesar 19,71 persen.
Hal tersebut tidak lepas dari masih melambatnya perekonomian Indonesia dan transaksi perdagangan internasional akibat pandemi Covid-19.
Dari sisi lain, penerimaan beberapa jenis pajak seperti PPh pasal 21, PPh pasal 22 Impor, PPh pasal 25/29 dan PPN dalam negeri cukup terpengaruh efek pemberian fasilitas perpajakan dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Adapun faktor eksternal yang memengaruhi capaian penerimaan pajak pada 2020, yakni pertama pandemi dan masih berlanjutnya perang dagang, sehingga perekonomian global masih mengalami kontraksi.
Kedua, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada pada level kontraksi. Namun demikian, kebijakan tersebut memiliki efek samping negatif terhadap produktivitas ekonomi dan tingkat konsumsi.
Ketiga, penyebaran Covid-19 di beberapa daerah lain juga masih belum melandai. Akibatnya, konsumsi dalam negeri masih terus mengalami perlambatan.
Keempat, komoditas energi mengalami tekanan yang cukup signifikan sepanjang 2020, dengan pelemahan harga dan over supply, baik akibat pandemi Covid-19 maupun konflik geopolitik.
“Dalam rangka pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi, pemerintah melalui Kementerian Keuangan memberikan insentif perpajakan untuk wajib pajak,” tulis laporan tersebut.