Aksi Protes Kasus Pembunuhan oleh Polisi London Berlanjut

Petugas polisi London yang didakwa menculik dan membunuh Evarard disidang

EPA/Joshua Bratt
Pengunjuk rasa di dekat Clapham Common London, mengangkat poster mempertanyakan tugas polisi sebagai pelindung. Aksi digelar menyusul kasus penculikan dan pembunuhan perempuan 33 tahun Sarah Everard yang pelakunya diduga seorang polisi setempat.
Rep: Lintar Satria Red: Nur Aini

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Ratusan orang berkumpul di depan gedung Parlemen dan markas polisi Inggris tiga malam berturut-turut. Unjuk rasa itu dipicu kasus pembunuhan Sarah Everard dan rencana pemerintah memperketat undang-undang demonstrasi.  

Baca Juga


Pada Selasa (16/3) kemarin, petugas polisi London yang didakwa menculik dan membunuh Evarard disidang untuk kedua kalinya. Pengacara Wayne Couzens tidak mengajukan jaminan sebelum sidang penuhnya pada bulan Oktober mendatang.

Kepolisian Inggris mendapat hujan kritikan dari berbagai pihak atas respon mereka membubarkan upacara berkabung untuk mengenang Evarard pekan lalu. Kepala Kepolisian Metropolitan London Cressida Dick mengatakan acara tersebut melanggar peraturan pembatasan sosial.

Wali Kota London Sadiq Khan mengatakan ia 'mengungkapkan ketidaksenangannya' pada Dick mengenai tindakan polisi dalam acara tersebut. Ketika empat orang perempuan ditahan karena dianggap mengganggu ketertiban umum dan melanggar peraturan pembatasan sosial Covid-19.

Menteri Dalam Negeri Priti Patel mengatakan kejadian itu 'mengesalkan'. Polisi mengambil pendekatan lepas tangan dalam unjuk rasa di depan Gedung Parlemen dan markas mereka sendiri di  New Scotland Yard.

Lebih dari 600 pengunjuk rasa dekat parlemen bersorak 'Pecat Cressida Dick, Pecat Priti Patel'. Pengunjuk rasa di markas kepolisian bersorak 'semua polisi bajingan' dan mengguncang penghalang besi yang diletakan depan gedung.

 

Pada Selasa (16/3) kemarin saat pengunjuk rasa menggelar protes di luar, para anggota parlemen Inggris mengesahkan undang-undang pidana yang dipelopori Patel. Undang-undang itu akan membuat polisi lebih mudah melarang protes yang mungkin memicu gangguan besar.

Beberapa pengunjuk rasa yang hadir mengatakan pembunuhan Everard melemahkan kepercayaan mereka pada polisi. Tapi juga ingin tetap fokus ke isu yang lebih besar mengenai banyaknya perempuan yang merasa tidak aman.

Pemerintah mengusulkan untuk mengirim polisi berpakaian preman ke bar-bar dan klub malam mencari tanda-tanda pelecehan seksual. Usulan tersebut memicu berbagai reaksi.

"Masyarakat tidak akan merasa nyaman dengan petugas polisi berpakaian preman, yang lebih penting, semua orang mengetahui apa yang dapat mereka lakukan untuk membuat perempuan dapat merasa lebih aman," kata mahasiswi Lola Thompson. 

sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler