IDI Wanti-Wanti Wacana Sertifikat Vaksin untuk Bepergian

Belum ada yang tahu sejauh mana penerima vaksin mencegah penularan.

Logo Ikatan Dokter Indonesia (ilustrasi)
Rep: Rizky Suryarandika Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mewanti-wanti pemerintah untuk berhati-hati terkait wacana penggunaan sertifikat vaksin sebagai syarat bepergian. Ketua Satgas Covid-19 IDI Zubairi Djoerban mengatakan, belum ada yang tahu sejauh mana penerima vaksin mencegah penularan.


"Ini wacana menarik. Bayangan saya, calon penumpang pesawat harus menunjukkan sertifikat vaksin pada bagian kontrol dan tak ada lagi testing atau karantina pada saat kedatangan. Padahal, kita belum tahu, sejauh mana vaksin mencegah penerimanya untuk menularkan virus korona," kata Zubairi dalam akun Twitter resminya sebagaimana dikutip Republika.co.id, Kamis (18/3).

Sebelum diputuskan kebijakan ini, Zubairi meminta tinjauan atas kapan seseorang terlindungi dari infeksi setelah divaksinasi. Menurut perkiraannya, kekebalan atas Covid-19 baru muncul sebulan pascavaksinasi. Oleh karena itu, ia meminta perhitungan cermat jika wacana sertifikat vaksin jadi syarat bepergian direalisasikan.

"Amannya, ya dua bulan setelah divaksin yang pertama atau minimal dua minggu setelah vaksin yang kedua baru si penerima vaksin cukup terlindungi dari Covid-19," ujar Zubairi.

Zubairi menekankan belum ada kepastian apakah penerima vaksin tidak menularkan virus ke orang orang. Sebab walau tubuhnya terlindungi dan kebal, tapi di sekitar mulut dan hidung, beberapa ahli menduga, masih ada virus yang bisa menular ke orang lain. 

"Artinya prokes harus tetap dianut. Kenapa prokes tetap dianut? Karena masih ada kemungkinan-kemungkinan penularan," ucap Zubairi.

Zubairi mencontohkan, virus korona Afrika Selatan berpeluang menginfeksi orang yang telah divaksinasi Astrazeneca. Vaksin ini, lanjut Zubairi, terbukti tidak bisa melindungi varian dari Afrika Selatan. Sehingga ia menyarankan penerbangan pesawat dari Indonesia ke Afsel atau sebaliknya, harus lebih diperhatikan. 

"Sebab, kalau pakai sertifikat vaksin Astrazeneca ya jadi tidak ampuh. Beda kalau Sinovac. Vaksin ini justru terbukti bisa melawan varian asal Inggris dan Afrika Selatan," ucap Zubairi.

Terakhir, Zubairi mengimbau masyarakat bahwa virus korona tetap bisa menular ketika seseorang tidak sakit atau bahkan tidak tahu sedang mengidapnya. Kondisi ini dikenal sebagai transmisi asimtomatik.

"Nah, vaksin membantu mengatasi masalah ini. Mencegah Anda menjadi sakit parah jika Anda tertular Covid-19, sehingga tidak membebani sistem kesehatan," tegas Zubairi.

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pernah mewacanakan pemberian sertifikat kesehatan digital bagi masyarakat yang memperoleh vaksin Covid-19. Ia mengatakan, sertifikat digital tersebut bisa digunakan sebagai syarat bepergian tanpa harus melakukan uji usap.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
 
Berita Terpopuler